Kepada Tuan Penawar Bahagia

Ahad, 06 November 2016 | 15:30:48 WIB
Kepada Tuan Penawar Bahagia
Ilustrasi. (was-was.com)
DI BAWAH hujan deras siang ini, aku ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Dia yang telah menghadirkanmu di hidupku. Mengganti segala sedih dengan bahagia. Menukar segala ganjil dengan genapnya. Aku ingin berterima kasih kepada Dia, yang memberikan jumat indah untuk bisa bersamamu. Menghabiskan satu hari dengan tawa. Menyelesaikan dua puluh empat jam dengan ceria. Dan aku masih ingin terus berterima kasih kepada Dia, yang membuat diriku seolah istimewa ketika berada di dekatmu. Menghadirkan seseorang yang begitu mempedulikan keadaanku. Seseorang yang selalu ingin menjadi penawar sakitku. Dan sungguh, kata terima kasih sebenarnya tak mampu membalas rasa bahagiaku di hari itu.
 
Dan ini, adalah sekelumit kisah perjalanan kita. Tentang rasa bahagia yang kini bergelayut manja di pelupuk mataku. Yang terus menari-nari nakal menjelang tidurku. Entahlah, aku rasa ini terlalu berkesan buatku. Aku terlalu bahagia di hari itu. Penyebab seluruh tawaku hanya satu, yaitu kamu. Iya, kamu. Kamu; Si Tuan Penawar Bahagiaku.
 
Terima kasih untuk jumat menyenangkan itu. Ketahuilah, ini bukan sebuah jawabku untuk keinginanmu waktu itu yang mengatakan ingin menghabiskan 24 jam bersamaku. Ini adalah kerja tangan Tuhan. Dia yang mengatur segala hingga kita bisa menghabiskan 24 jam dengan rasa suka tanpa duka. Dia yang mengatur semua hingga kita bisa tertawa dalam sama. Tuanku, kau masih sama seperti yang kukenal pertama kali. Kau masih tak berubah. Dan kau masih Si Tuan Penawar Bahagia untuk seorang Nanda.
 
Aku selalu suka caramu menatapku. Aku suka caramu memperlakukanku. Aku suka caramu menggenggam tanganku. Dan aku sangat suka caramu mengusap kepalaku. Aku tahu, kau begitu sayang padaku. Dan kau perlu tahu,  bahwa aku pun turut sayang kepadamu. Tapi satu hal yang aku tak bisa lakukan sekarang, menjadi kekasihmu lagi. Jangan sedih. Ini hanya soal waktu. Aku perlu waktu untuk memantapkan hatiku. Aku hanya tak ingin “jalan” denganmu sementara hati ini masih menetap di tempat lain. Ketahuilah Tuan, aku tak ingin membuatmu terluka. Karena aku tahu, kau sudah terlalu banyak terluka karena aku.
 
Tuan, kau masih yang termanis di hatiku. Semakin lama, aku semakin mengenalimu. Bahwa kau adalah laki-laki yang juga punya emosi. Aku hargai segala kejujuran tentang pertengkaran kita beberapa waktu lalu. Ya, kau benar. Aku adalah gadis paling keras kepala yang pernah kau temui. Dan aku paham, aku adalah gadis egois yang sebenarnya tak ingin kehilanganmu. Tapi terlepas dari itu semua, aku sayang kamu apa adanya.
 
Oh ya, terima kasih untuk 24 jam yang menyenangkan kemarin. Aku senang bisa menghabiskan waktu denganmu. Dan aku senang, bisa hujan-hujanan bersamamu. Kau tahu, aku tersenyum sepanjang perjalanan pulang malam itu. Aku bahagia berada di momen ini. Menikmati hujan bersama orang yang menyayangiku. Menikmati hujan bersama orang yang aku sayangi. Di balik punggungmu, aku menyimpan banyak doa. Salah satunya adalah aku ingin kau tetap sehat meski hujan-hujanan di malam hari bersamaku. Tuan, sebenarnya aku khawatir. Aku khawatir kau jatuh sakit karena suatu hal yang kusukai, yaitu hujan. Tapi aku percaya, hujan terlalu kecil untuk membuat Tuan Penawar Bahagiaku sakit. Iya, kan?
 
Terima kasih untuk segala perhatianmu. Yang masih sempat menanyakan aku basah atau tidak, sementara kau sudah kuyup begitu. Terima kasih yang rela basah-basahan di perjalanan pulang. Terima kasih yang sudah menghangatkan dinginku dengan menggenggam tanganku. Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan kesehatanku. Terima kasih banyak, Tuan. Sungguh, sudah terlalu banyak hal indah yang kau buat untuk membahagiakanku.
 
Kepadamu, yang masih terus berjuang mendapatkan hatiku. Aku tak bisa menjanjikan apa-apa selain melakukan yang terbaik ketika bersamamu. Kau perlu tahu, bahwa aku tak pernah sedekat ini dengan laki-laki manapun sebelum dirimu. Kau juga perlu tahu, bahwa kau adalah laki-laki pertama yang begitu memperjuangkanku. Dan aku merasa teristimewa karena itu. Tapi sekali lagi aku katakan, untuk saat ini, aku belum bisa menerimamu kembali. Kendati pun aku sangat menyayangimu.
 
Tuan, kuharap kau mengerti dengan kondisi ini. Aku sedang dalam tahap mencari. Aku sedang dalam tahap memantapkan hati. Perihal kepada siapa aku akan berlabuh, biar saja itu menjadi rahasia Tuhan. Aku hanya ingin menikmati hidupku seperti air yang mengalir. Aku selalu berdoa agar aku dibersamakan dengan orang-orang terbaik. Dan di antara nama orang-orang terbaik itu, aku tak lupa menyebut namamu. Tuan, pahamilah bahwa menyayangi dan mencintai seseorang itu tak perlu label khusus. Cukup perasaan yang menjadi saksi atas segalanya. 
 
Kau tak perlu me-labeli aku. Kau tak perlu membuat label pada diriku. Aku tak perlu mendapat label “pacar” darimu. Sebab semua yang aku rasakan adalah benar. Bahwa aku sayang padamu. Kau tak usah takut kalau aku tak punya rasa yang sama padamu. Kau juga tak usah takut kalau nanti kita tak dibersamakan Tuhan. Kau hanya perlu takut, kalau ada orang yang mencintaimu dalam kepura-puraan. Sebab segala sesuatu yang pura-pura itu akan berujung menyakitkan. Tuan, aku sayang padamu. Dan kau pun sayang padaku. Lantas apa? Biarkan Tuhan dan doa-doa kita yang menjadi saksi paling abadi dalam kisah ini. Jangan pernah memaksakan kehendak. Tulisan tangan Tuhan jauh lebih indah dari apa yang terbersit dalam pikiran kita.
 
Tetaplah menjadi Tuan Penawar Bahagiaku. Untuk kemarin, esok, dan selamanya. Aku pernah bilang kan, bahwa aku tak pernah ingin jauh darimu. Bahwa aku sudah terlalu nyaman bersamamu. Bahwa aku sudah terbiasa dekat denganmu. Aku tak ingin ada yang berubah, kendati pun kita tak bisa bersama-sama. Aku ingin perasaan ini menjadi pendewasa untuk kita berdua. Masalah ending, biarlah kita lihat nanti di depan sana. Tanpa ada yang menjadi berbeda karenanya. Teruslah menjadi penggenap dalam ganjilku. Teruslah menjadi penyemangat dalam putus asaku. Teruslah menjadi penyaman dalam gelisahku. Dan teruslah menjadi yang termanis di hatiku. Aku sayang kamu, dan mereka tak perlu paham itu. *
 
 
Gadis Hujan. Gadis pecinta hujan yang introvert. Suka keheningan, tidak suka keramaian. Menulis adalah pekerjaannya sehari-hari. Menulis adalah caranya menyuarakan hati. Hanya bisa dihubungi di email: gadishujan16@gmail.com
 

Terkini