PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Akulah Badai, Engkaulah Karang
akulah badai, engkaulah karang
purnama memanggilku
membakar renjana dalam diriku
memercik
memerciklah aku
membesar
membesarlah aku
menggunung
menggununglah aku
akulah badai, engkaulah karang
dihentak bisingnya langit
diguncang riuhnya kapal-kapal
melindas, terlindas, menabrak, tertabrak
hancurlah aku
dibakar asap-asap di udara
ditusuk racun-racun di air
dan pepohonan mengaduh dari kejauhan
merintih menuju kematiannya
akulah badai, engkaulah karang
purnama memanggilku
aku datang
aku terjang
aku yang malang
telah menerima panggilan
akulah badai, engkaulah karang
tenanglah, engkau membujuk dalam keteguhan
sabarlah, engkau merayu dalam kelembutan
akulah karang, engkaulah badai
hempaskan gejolakmu padaku
akulah badai, engkaulah karang
kuhempaskan hasratku padamu
kutumpahkan renjana yang telah dibakar purnama itu
kupadamkan apiku untuk menyatu denganmu
akulah badai, engkaulah karang
Pejalan
seorang pejalan itulah aku. yang mencari aliran air itulah aku. yang menyusuri jejak pendahulu itulah aku. ikutilah aliran air sungai hingga tiba di samudera kekayaan itulah wasiat yang ditanamkan dalam batinku. maka di sinilah aku di sepanjang tepi aliran sungai.
bekalku adalah sepotong roti dan sebotol parfum. separo potong roti untuk pagi hari dan sisanya untuk menutup hari. kucelupkan separo potong roti itu ke dalam air sungai agar ia lembut dan mudah ditelan dan basah dan memberikan kesegaran. dan sebotol parfum itu kucipratkan pada pakaianku saat malam hari. parfum yang mengusir hawa kejahatan. yang mendekatkan kebaikan. yang menjadi perantara untuk memanjat tangga yang tercipta dari cahaya.
penglihatanku adalah matahati dan pendengaranku adalah matabatin. pengabarku adalah burung-burung terbang yang berkicau tentang sebuah gunung di ujung samudera yang di puncaknya bertahta sang raja. peneduhku adalah awan putih yang kadang menjelma menjadi pekat dan mencurahkan air yang memadamkan hasratku.
akulah pejalan yang menyusuri jejak pendahulu di sepanjang tepi aliran sungai menuju samudera kekayaan dengan bekal sepotong roti dan sebotol parfum.
Gugur
telah gugur sesosok daun
yang sebelumnya telah kering di ranting
ia awalnya adalah daun yang indah
mengelok pandang, mengundang sanjung
warnanya hijau meneduhkan
ia dibesarkan oleh hangatnya belaian matahari
tahtanya tinggi di pucuk ranting
berdekatan dengan bunga-bunga paling atas
dilihatnya tanah, rumput, buah yang jatuh lalu membusuk
di bawah sana
dipandangnya anak kecil yang berlarian mengitari pohon
yang duduk-duduk di akar besarnya yang mencuat keluar
telah gugur ia kini
usianya berbatas, tugasnya purna
ia melayang berkendara angin
tujuannya ialah tanah basah di bawah sana
tanah dan rumput yang dulu dipandanginya dari atas
tanah, aku datang padamu
daun, aku menyambutmu
