PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Perjalanan
Aku tertatih mengembara
Menelusuri liku-liku kehidupan yang tak bertepi
Langkah demi langkah terukir semakin jauh
Bagai ombak yang menerjang karang di balik tirai kelabu
Biarlah hati bicara
Biarlah orang bercanda
Dikala derita sirna
Kadang hati bertanya
Hawa,,,Pernahkah kau terbangun dini hari?
Dan menyaksikan embun gugur
Di daun yang menggigil dilanda angin dingin?
Di kaki langit ku lihat gelap
Di selimuti kelam
Sunyi dan gelap bersekutu
Menyimpan rahasia
Aku menggeliat...!
Berupaya mengoyak tabir kelam
Tanganku menyibak, mencari cahaya surya
Jika kehidupan adalah pelayaran yang jauh
Dapatkah kapal ini mengalakkan kabut?
Agar berlabuh di dermaga yang teduh
FataMorgana
Kupandang engkau indah
Hingga aku terpesona
Padahal engkau sampah
Kukira engkau ada
Selalu kudamba
Padahal engkau fatamorgana
Kusangka engkau abadi
Ingin kumiliki
Padahal engkau fana
Oh dunia....
Keindahanmu nan mempesona
Hingga aku terlena, dalam buaianmu
Karena engkau...
Mata menjadi buta, hati bagai batu
Karena engkau...
Hingga aku terhijab dari Dia
Kan ku usir engkau
Dari singgasana hati
Agar ku mampu
Gapai cinta-Nya, gapai kasih-Nya
Bias Racunmu Mematikanku
Masih terasa perih luka yang tergoreskan oleh lisan
Lisan yang dengan mudahnya berucap kata tanpa terfikirkan akibatnya
Kau tak pernah merasa,,,
Tapi aku, aku yang akhirnya kini terluka
Telah habiskah kata2 yang ada untuk kau ucap?
Hingga tusukan itu kau hantamkan langsung di depanku
Aku terdiam,..
Kecewa, terluka atas ucapan dari bibir tajammu
Bukannya ingin dihormati, tapi sebatas ingin dihargai
Bukannya ingin dihalusi, tapi sebatas ingin dimengerti
Aku tak semampu mereka
Tapi setidaknya aku punya semangat yang masih membara
Namun kau tahu...?
Semangat itu luntur oleh bias racunmu
Racun yang mematikan kobaran semangatku
Tanda Tanya (?)
Malam yang kau buat di langit berbintang
Indahnya kesempurnaan yang kau ciptakan
Masih terkukung di sini
Terpenjara di antara cinta dan benci
Serta ketidakadilan dalam samudra terkelam
Dimensi yang tak terbilang
Dan jarak yang tak berkesudahan
Menjadikan misteri tentang kita semakin tak tertahankan
Bukankah takdir telah memutuskan?
Akulah terbit dan engkaulah terbenam
Menghanyutkan kemesraan dan menghadirkan ketiadaan
Duhai malam yang menanti sang rembulan
Tak pernah’kah kau lelah dan berhenti?
Yakinlah bahwa Tuhan yang menggariskan
Purnama itu telah hilang bersama secangkir kopi hitam
Tak’kan ada cahaya, hanya kegelapan semata
Biarlah purnama pergi menghilang
Bersama tanda tanya yang masih kita simpan
