PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Lelucon
Hai, kawan!
Bagaimana kabarmu hari ini?
Apakah perutmu sudah terisi penuh?
Apakah dompetmu sudah terganjal tebal?
Oh satu lagi, sudahkah kau membaca koran hari ini?
Astaga aku lupa!
Zaman sekarang siapa yang peduli dengan koran?
Siapa yang rela bersusah mengeja keadaan negeri?
Semua terjebak rutinitas
Lahir
Sekolah
Bekerja
Mati
Sistem hidup macam apa yang hanya terpatok pada materi?
Bila kau punya waktu
Tengoklah sebentar
Tidak lama, kawan! Percaya padaku!
Tengoklah wajah-wajah mungil itu
Kotor, tertutup debu jalanan
Kepulan asap kendaraan bermotor ikut andil menghias wajah mereka
Mulut mencerecau meneriakan bait-bait lagu
Berisik!
Namun tak seberisik janji-janji saat pemilu
Janji-janji rayuan masa depan yang
Konyol
Hei, ini tak kan lama! Percaya padaku!
Tatap mata-mata sayu itu
Mata-mata pejuang yang sudah tertelan senja
Melotot pada penerus yang tak tahu budi
Dahulu membela
Sekarang mereka ditinggal lari
Melotot pada tanah air
Dahulu memperjuangkan
Sekarang bahkan mereka tak diberi sesuapan
Percaya padaku! Ini yang terakhir
Sekarang tengok mereka
Yang duduk di kursi empuk
Menempati ruangan sejuk
Tidak kah banyak yang berkhianat?
Bagaikan baju, mereka tak segan untuk mencuci pengendali
Merampas pengendali dengan terbahak-bahak dari tangan rakyat
Memakan mentah-mentah pengendali yang didapat
Mereka berlomba-lomba memperkaya diri
Janji-janji masa pemilu?
Ah mereka bahkan pura-pura lupa ingatan
Ayolah kau pasti tahu yang kumaksud dengan pengendali
Iya… uang, kawan! Uang!
Mereka dikendalikan oleh uang
Anak jalanan, rakyat miskin, veteran
Semua dilempar jauh-jauh dari pikiran mereka
Aku bilang juga apa
Ini cuma sebentar
Tak kan lama untuk mencerna lelucon di negeri ini
Lelucon tentang yang kaya semakin kaya
Sedang yang miskin semakin miskin
Aku berharap benih-benih sisa perjuangan masih mengakar
Benih-benih cinta tanah air hasil belajar dari sekolah masih menggelora
Hingga dengan lantang kita berani menyuarakan
AKU PEDULI MASA DEPAN BANGSA!!!
Jawab Pertanyaanku
Jawab pertanyaanku
Kurai kusam pada keris berpamor
Moralitas yang sering diadu domba
Barisan kejujuran mulai tumbang
Bangkitlah mereka para bedebah
Bahwa keserakahan memberi napas
Pastikan semua itu salah!
Lahirkan mereka yang mampu melawan
Wanita pria tak jadi soal
Aliansi raga pembela kejujuran
Rantai antusias membakar pencuci gaji
Jika aku dan kau tak peduli norma
Maka jawablah pertanyaanku
: Siapakah diri kita
Payungku Ketinggalan
Butir hujan jatuh tak beraturan
Sudah di luar terlanjur kebasahan
Aku melupakan satu hal
Ah iya, payungku ketinggalan
Betapa cerobohnya diriku
Payungku tertinggal di masa lalu
Masa saat egoku masih membumi
Membumbung tinggi tak terkendali
Masa putih abu-abu
Saat pertama bertemu denganmu
Kala itu cuaca bermain curang
Tak memberi peringatan jika mengundang hujan
Namun bersyukur karenanya kau bertemu denganku
Sebelum bel berbunyi
Di depan kelas sepi
Suara halus menyapa
Membuatku tersenyum bahagia
Duduklah engkau di samping kananku
Lantas kita tenggelam dalam kata
Walau hanya sekejap aku memandang wajah indahmu
Bel iri segera berbunyi
Engkau bergegas pergi
Kuberikan payungku untuk menemani langkahmu
Agar tak ada satu butir hujan pun yang menyentuhmu
Kini aku sadar betapa ceroboh diriku
Meninggalkan payung di kenangan indah itu
Kenangan yang tak kan memudar walau diterpa waktu
Membuatku sesak setiap mengenang hujan dan dirimu
