Cinta yang Menunggu Kedatatangan, dan 2 Puisi Lainnya

Sabtu, 17 September 2016 | 05:50:02 WIB
Ilustrasi. (Miki De Goodaboom/fineartamerica.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Cinta yang Menunggu Kedatatangan
 
Satu-satunya terlampau yang paling aku relakan adalah mencintai kehadiranmu
Di pusat rahasiaku, seorang pujangga menelurkan kata-kata tanya 
yang tidak henti saat hari ini tidak ada nafasmu
Aku tidak ingin seperti pohon mati yang tidak bisa sekedar menggandeng tanganmu
Seperti laki-laki tua yang menyenangi asap rokok dibanding masanya menjelang tiada
 
Kucoba menyusun wajahmu menjadi satu bingkai yang kutenggerkan di pengharapanku
Kita berharap bertemu pada satu kesimpulan
Bahwa cinta dapat melebihi angka-angka di langit dan di bumi
Setiap cinta adalah jalan terbaik bagi orang yang mengerti kesendirian
Dan paham betul arti tidak memiliki apapun selain dirinya sendiri 
 
Tidak seperti kita yang masing-masing memliki banyak hal untuk dibawa saat tidur
Aku mencintaimu melebihi mimpi yang kau janjikan padaku dulu
Kita berdua adalah anak kecil yang menyemai rindu di tubuh sendiri
Jika aku sakit, ku yakin betul bahwa doamu perlahan menyembuhkanku
Dan kantuk yang kudera sekian lama karena menantimu akan terbalas 
Dengan sebuah senyum di depan pintu rumah kita
 
Barangkali aku lebih baik menggunungan sajak untukmu
Sampai kau tahu bahwa tuhan memusahkan dan menyatukan bukan tanpa alasan
Satu-satunya kehadiran yang paling aku relakan adalah terlampau mencintaimu
 
 
 
Anak dan Surga di Tubuh Mungilnya
 
Ada surga di tubuh mungil anak-anak itu
Rumah tempat mereka bermain menjelma tempat pulang
Juga tempat mengawali kepergian dan entah kapan kembali
Anak kecil dengan surganya sendiri tidak pernah membenci
Sebesar apapun kehilangan yang pernah meninabobokannya
 
Seorang ibu membohongi anak-anaknya tentang masa lalu
Jauh sebelum itu, sekumpulan masa depan dikecupkan dikeningnya
Tidak ada menunggu yang lebih cepat dibanding meilhat anaknya tumbuh
Lalu bertanya kemana ayah mereka selama ini
Seorang ibu melagukan tembang tidur kembali dan berharap
Mimpi menjadi ruang bermain dengan rumput lebat yang menciumi kakinya
Selebihnya, tanpa mereka tahu, lelaki tua mencari jalan pulang yang hilang dari tidurnya
 
Surga di tubuh mungil itu bisa menjadi persimpangan
petunjuk jalan yang panjang, jika saja dia berhenti menoleh
Dan andai semesta dimana setiap kedatangan 
adalah perihal yang terpaksa dirahasiakan
Seorang ibu hanya harus tidak berhenti menyapuhkan jemari 
di punggung anak-anaknyas
Sampai besok pagi, langit pun merindukan kepulangan
Dan lupa jalan kembali ke tempatnya mengucapkan selamat tinggal
 
 
 
Persinggahan Paling Nyaman
 
Aku memilih untuk selalu jadi persinggahan yang paling nyaman
Pada suatu hari kita bertemu, tidak ada kata atau cerita, aku seperti ini dan kau tampak cantik seperti biasa
Puisi yang mewakili selamat tidurku untukmu selama itu berhasil mengusir mimpi buruk
Dan membawamu melewati jalan-jalan di persimpangan mataku
 
Aku selalu tahu bahwa jatah bersamaku sudah ditetapkan bagi setiap wanita
Kita akan tertawa terus selama beberpa tahun, selebihnya kita berdua tenggelam bisu 
Aku pernah berdiam di senyummu kemudian kau campakkan diujung air mataku
Barangkali lebih baik aku tahu sejak awal bahwa menjadi persinggahan yang nyaman tak seburuk dari sekedar tidak jadi apa-apa
 
Kita bertaruh untuk tidak melupakan satu sama lain sampai nanti
Kita lelah dengan kalimat cinta dan dusta yang hampir tidak ada bedanya
Mencintai sesuatu membuat kita benci dengan kehilangan
Padahal kita tahu betul, kehilangan membuat ‘saling memiliki’ lebih penting dari apapun
 
Aku tidak ingin mencintaimu lebih cepat
Aku ingin bersamamu lebih lama
Kelak akan kuhiraukan dinding-dinding yang menyudutkan pikiranmu
Dan ku sampaikan sampai jumpa dari jauh hari karena kita tidk tahu kapan kata-kataku hilang dari telingamu
 
 
 
Ahmad Fauzi, berasal dari sebuah desa kecil di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Ia sedang menempuh pendidikan tingkat akhir di Jurusan Akuntansi Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN, Bintaro, Tangerang Selatan. Kelahiran Makassar, 28 Februari 1995, penyuka warn biru dan senang menonton film fiksi ilmiah. Ketertarikannya dalam membuat puisi dimulai sejak mengikuti lomba cipta puisi di awal sekolah menengah atas. Karya-karyanya bisa ditemui di blog pribadinya, www.catatanojhie.blogspot.com. 
 

Terkini