Di Bawah Langit Jakarta, Perempuan Itu, Saklar

Sabtu, 17 September 2016 | 03:35:53 WIB
Ilustrasi. (Piero Manrique/ugallery.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Di Bawah Langit Jakarta
 
Di bawah langit Jakarta
Ada kain tergerus aspal 
Oh.. ada tubuh bersamanya
Kadang ia bergeliat, menahan kantuk di selinting gemericik koin 
Mangkuk usangnya nyaris tak pernah lengkap
Satu dua rupiah sudah luarbiasa
Di bawah langit Jakarta
Gerutu klakson bersahutan 
Binatang berjajar di kerongkongan 
Terkunci antara lautan roda
Meski di atasnya awan tetap berarak
Burung malam tak pelak tersedak
Surya yang bulat menundukkan matanya
Roda tak mau bergerak
berpeluh kikuk dalam kepung lampu kota
Di bawah langit Jakarta
Primata kecil bergerak telusur harta
Melingkar serta rantai di lehernya
Manusia pegang tali kerangkeng 
Sementara dia berlenggak di ujung kendali tuannya
Tapi di bawah langit Jakarta wahai Tuhan,
Ada taring yang selalu cabik pohon sejahtera
Ada rakun dengan dasi loreng yang memuakkan
Hujan tak mendinginkan kepalanya
Tsunami tak meluruhkan kekejiannya
Ribuan toak tak meledakkan egonya
Si miskin makin merangkak
Si kaya makin membengkak
Berpeganglah..
Kau.. penghuni bawah langit Jakarta
 
 
 
Perempuan Itu
 
Kelebatan tudungnya
Mengunci tiap prasangka
Celoteh tua dan muda
Hitam, putih, abu..
Benci dan dirinya hanya berjarak satu inci
Mengekor..
Mengendalikan tatap jengah dari lensa yang dia lewati setiap fajar
Menuntut, biar langit runtuh menghancurkan selaksa rusuknya
Wajahnya teduh terpelihara
Bersembunyi dengan sisa kelopak mata 
Tak berani dia menyapa
Pandangnya selalu jatuh di ujung kaus kaki
Dengan langkah tergesa, hati penuh belati
Yang dia inginkan hanya menyemai buah di ladang sejadah 
Menyenangkan hati Tuannya
Tunaikan seluruh titah, serah, sumpah
Sungguh!
Perempuan itu takkan meledakkan rumahmu
Takkan kotori telingamu dengan dentum meriam, desing peluru
Dia hanya seorang hamba 
Yang apabila kau dekati akan memelukmu erat
Dan apabila kau beri dia satu alas
Kan dia hadiahkan untukmu satu pintu menuju Arasy
 
 
 
Saklar
 
Aku terikat garis darah
Aku berada di titik ini berkat adam dan hawa pondok kecilku
Aku terhembus angin
Aku tertahan langit 
Aku terangkat semesta 
Bukannya merangkak bersama si lemah kura dan sejumput ulat
Yang apabila
Semasa, kian indah cangkang juga sayapnya
Sewaktu tuai indah pada coraknya
Mereka dapat tangkas menegakkan kepala
Bertemu mata dengan senja
:Bahwa aku kini mencintai pemilikmu
Cinta yang indahnya tebas nalar, dalam tidak dan sadar
Bahwa aku sepenuhnya jatuh
Jatuh yang tak memar
Jatuh yang mengikat tegar
Tidak dengan diri hina ini 
Dia sudah terang sedari ketuban
Dia bahkan tak dapat cicipi indahnya nyalakan saklar diin
Dengan kehendaknya 
Dua Sisi
Berjalanlah
Kembalilah saat kau condong ke sisi itu
Ada kertas, ada tinta
Mau kotori, bercaknya ada di tanganmu
Mau peduli, kuasnya ada di dadamu
Dengar dengan seksama hai empedu
Itu  bukan cinta dan riang
Itu bisikan jelita yang gersang
Perhatikan sisi ini
Suai rambut malam bahkan meniupkan doa untukmu
Jika kau sanggup meluruskan kaki diatas telapaknya
Mereka bergelantungan pada lonceng rumahmu
Jangan tengok tawa di sana
Jungkatkan kakimu kemari
Alot pun tak apa
Karena dalam lirih bulir air mata yang sebelumnya menyentuh gelisahmu
Ada harum Tuhan, hai kamu..
Gelitik perawan-perawan surga
Serta celoteh Ridwan di beranda
 
 
 
Siti Aisyah Nurhalida Mustafa. Gadis berjilbab yang dilahirkan pada tanggal 29 september di salah satu kampung pinggir pantai Cipatujah, 18 tahun silam. Tinggal bersama keluarga muslim dalam asuhan Ny. Dadah Saadah dan Tn. Zaenal Mustofa di sana. Masa SMP ke belakang tangga pendidikan dipijakinya di kampung halaman, dari mulai TK PGRI Cipatujah, SDN 1 Cipatujah,  hingga SMPN 1 Cipatujah. Keinginannya menjadi seorang jurnalis membuatnya harus rela merantau jauh dari orang tua untuk tolab ilmu ke kota Tasikmalaya, tepatnya di SMA Negeri 2 dengan fasilitas pendidikan yang tentu lebih lengkap. Pada semester pertama, pecinta warna abu-abu ini tinggal dengan keluarga Bpk. Ion di kosan gang Pikma Jl.letjen Ibrahim adjie. Namun, di semester ke-2,  garis hidup menuntunnya sampai di asrama Pondok Pesantren Al-Mukhlisun seberang rumah kosan, tempat tinggal sebelumnya. Belajar hidup mandiri dan islami di bawah pengajaran KH. Agus Al-Amin, alhamdulillah. Ia memiliki cukup banyak hobi, diantaranya Menyanyi, Menggambar karikatur, dan Menulis karya sastra. Adapun hasil dari hobinya itu semasa SMP dia pernah menjadi pemenang lomba puisi di tingkat Kabupaten. Alhamdulillah. Gadis bernama lengkap Siti Aisyah Nurhalida Mustafa ini sangat-sangat-sangat mencintai Allah dan Rasulnya. Tapi, untuk hal duniawi merupakan penggemar aktor-aktor negeri ginseng. Sesuatu yang sangat bertolak belakang memang. Tapi begitulah, kemampuannya melogat kitab juga dibarengi dengan kefasihannya menyanyikan lagu-lagu Western dan Korea. Kini, santriah pondok pesantren Al-Jawami, Cileunyi, Bandung itu tengah menikmati waktunya sebagai mahasiswi Jurnalistik di Universitas Padjadjaran.
 

Terkini