PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Selaluku
Disini…
Disini kau mau meletakkan…
Terserah…
Kamu berhak melakukan ini…
Sampai mati dua kalipun aku rela
Aku rela menerimanya
Apa yang tidak buat kamu
Tapi bagiku…kamu adalah kamu
CintaMu itu…
Tak bisa ditukar dengan nominal kartal
Tak bisa di rasa dengan kecupan mesra
Tak bisa digapai dengan angan belaka
Tak bisa disentuh dengan kesempurnaan yang fana
CintaMu itu…
Keniscayaan definisi…
Bualan tiada tara…
Patutkah itu disebut cinta…
Semerbak nan menawan
Tersapu tipis senyum pilu
Luka warasku
MemikirkanMu yang tak sampai
Memang aku nista
Lebih buruk dari sepadanku
Aku…bak seonggok sampah
Pantaskah mendamba cintaMu…
Disini Kau…selaluku…
TarianMu
350 tahun lalu…
Ujung pelatuk penyayat kalbu
Dentum meriam menderu
Bak musik nan merdu
Hentak kaki pasukan
Ayunan tangan menarik gendewa
Generang perang mengalun-alun
Mengiringi langkah menyongsong kemenangan
Hati bertasbih
Jiwa bertekat
Betis melangkah
Raga musnah
Bantai musuh bangga mereka
Infantripun tak gentar
Hingga senandung kemenangan menggoncangkan bumi pertiwi
Gelora kemenangan meluap-luap di relung batin
Yakin…yakin…yakin…
Hari ini kita bebas
Merdeka itu tidak dapat didefinisikan
Mengikuti kata hati,
Berekspresi dengan prestasi,
Kegembiraan tidak ternilai,
Genggaman tangan tiada bercerai
Diiringi sayup merdu hentakan kaki
Mengalir di darah, menuju seluruh tubuh
Gerak serasi dambaan insani
Yang mampu menggetarkan setiap sendi kehidupan
Hembusan angina menambah gemulai
Terpaut pada tiang halaman depan
Ku kagumi pesonaMu
Yang tertoreh pada tariannya
Sikap tegap
Tangan menghormat
Wujud cintaku padamu
Engaku bendera negeriku
Bu...
Sembilan bulan aku tumbuh di rahimmu
Lebih dari lima tahun aku dalam buaianmu
Tiap hari tak jemu-jemu
Engkau selalu menggenggam tanganku
Engkau selalu tersenyum atas tingkah geliku
Memang terkadang membuatmu jengkel
Tak jarang kau naik pitam
Tatkala tanganku digenggam orang yang tidak tepat
Engkau…
Dokter…Koki…Guru…Sahabat…Musuh…
Semuanya…
Bagiku…engkau…
Tak dapat diungkap oleh apapun
Bu…
Aku rindu…
Rindu dirimu…
Rindu senyummu…
Rindu pelukanmu…
Rindu segalanya tentangmu…
Termasuk marahmu…
15 tahun lalu…
Tak henti-henti tidurmu terjaga
Hanya demi bayi mungil
Yang entah jadi apa
Bu, kini aku bukan bayi mungilmu lagi
Bu, kini aku kesulitan…
Kesulitan untuk sekedar menjabat tanganmu
Apalagi memeluk dirimu
Bu…
Aku hanya bisa menjabat tanganmu dalam mimpi
Memelukmu dalam do’a
Menciummu dalam hayalan
Inginku kembali
Ke kampung halaman yang indah permai
Melepas rasa yang tak karuan ini
Rindu yang membelenggu…
Sesak dada ini
Panas hembus nafas ini
Kaku diri ini
Inginku…
Bersimpuh…
Menghembuskan nafas dalam dekapanmu
Menghirup udara diantara kedua lututmu
Bu…
