Perempuan Desember, Jamilah Sang Pelacur, Sajak Perempuan Penyair, dan 2 Puisi Lainnya

Jumat, 16 September 2016 | 16:43:46 WIB
Ilustrasi. (Annette Edgar/uniongallery.blogspot.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Perempuan Desember
 
kulukis adamu, lewat rindu
pada dinding waktu
semua kata-kata kusemai sendu
tiada lagi kumampu sebut namamu, yu
lewat tanahtanah sepi
sajak kuhiasi janji
mencari, menggali segala ruh pada mimpi
tapi diri tak pernah hakiki
waktu telah kubaca berulang-ulang
rindu bertahun tak jua terobati
aku kembali ke kotamu 
mengenang separuh cerita yang terlewati
agar aku bisa memenangkan pertarungan rindu
meski aku tahu mungkin di akhirnya
kau pun tak lagi kutemui
tapi, di sinilah
di sajak ini aku telah berjanji
untuk terus mencarimu
meski aku tahu mungkin di akhirnya
kau pun tak lagi kutemui
 
PESISIR PINANG, 31 desember 2015
 
 
 
Jamilah Sang Pelacur
 
jamilah seorang pekerja PSK
hidupnya tak bertentu arah
ribuan lelaki telah hinggap di tubuhnya
menghisap segala madu
yang kau berikan sebagai pemuas nafsu
jamilah perempuan desa
terjebak dalam kehidupan kota
menjadi pelacur bukanlah mimpinya
tapi ini kenyataannya
jamilah harus hidup di lorong -lorog sempit
di ujung-ujung kota
bersama lelaki hidung belang
dan warung remang-remang
dengan aroma minuman yang memabukkan
nyanyian kenari
irama senandung mentari
sudah tak bisa kau nikmati
tawa canda suami dan anak menanti
menjadi bekal hidupmu mencari rezeki
jamilah
tanpa kau sadari
satu-satu lelaki menghampiri
telah membawa hari hari
mengganti usiamu semakin meninggi
sampai kapan kau akan bertahan seperti ini
 
roemah bamboe,2013
 
 
 
Sajak Perempuan Penyair
(kutulis sajak ini di bawah derasnya hujan)
 
perempuan itu,adalah penulis syair bisu
wajahnya begitu kelabu,aksaranya penuh sendu
sajak-sajaknya melukis rasa beku
matanya nanar penuh kelu, dia simpan sejuta salju
hingga hatinya gigil membeku kaku
malam telah lewat, di raihnya mimpi dalamlelap
bait demi bait,kata-katanya penuh sayat
bulan masih sabit,di rengkuhnya agar gulita tak merapat
lalu dia bercakap pada cemara yang berderit cepat
bertanya kepada angin yang datang melesat
tentang kesunyian yang terus menjerat
tentang kerinduan yang terus mendarat
tentang apa saja yang selalu memburu di dadanya yang berat
perempuan itu,adalah penulis syair yang resah
tubuhnya bergetar penuh gelisah
bibirnya merona penuh amarah
nafasnya bergerak memecah parah
tak ada ucap,hanya tinta mecipta darah
di sela rintih hujan,hati mati terbunuh pasrah
 
roemah bamboe,2013
 
 
 
Sajak Bukit Hitam
 
akulah bukit bersajak kematian
aku ditumbuhi belantara luka
dengan semak airmata
wajahku bersimbah kabut kesunyian
bibirku hitam dibalut kehampaan
mataku redup
terbunuh belukar kenistaan
o, lagit yang berduri
o, bulan yang berpagar sepi
o, bintang yang bersinar pedang
hiasi pandang mataku
pada binar malam ini
lalu lukis bayangan tubuhku
dengan lahar dari nadiku
aku telah rasakan
berjuta-juta kesakitan
tapi tebingku adalah tabah
yang selalu tegap meski gemetar
yang selalu perkasa meski bergetar
akulah bukit yang bersajak kematian
gagak-gagak hitam
berenang dilautan awan kelam
gerimis membakar halilintar
di ombak hatiku
o, hutanhutan dalam cintaku
o,duriduri dalam rinduku
o,belukarbelukar dalam jiwaku
mekarlah pada ringkih getar tubuh ini
sebab hujan sebentar lagi berhenti
dan sisakan usang dari kegersangan 
 
bukit tinggi, jam gadang 01:13 dini hari, akhir 2015
 
 
 
Puisi Dari Kamarku
 
tik, tik, tik
detik jam berjalan
wushh!, wushhh!!
suara angin masuk lewat jendela
grubukgrubukgrubuk!!!
suarasuara tikus berlarian di loteng kamarku
kursi kayu usang
meja kayu usang
radio transistor merk cawang
masih melantunkan lagu-lagu tempo dulu
bantal guling peot, masih kudekap
ck ckckckckckckckckck
suara-suara sepasang cecak gaduh
berebut nyamuk
lidahnya menjulur saling kait
debu-debu kamarku masih seperti dulu
setia menemani meski jemu, kusapu berulang-ulang
tetap saja mereka bertahan
kaki dipan dari kayu droak
masih kokoh meski sudah terlihat tua
lantai-lantai kamar dari tanah
masih indah melukis rumah undur-undur
ah!!
dari sudut dipanku
masih segar menyengat bau kutu BANGSAT
penghisap darah, berlalu lalang
seperti sedang pergi kepasar reboan
ini kamarku
kamar yang sudah kutinggalkan
delapan belas tahun lalu
tapi semua tetap setia tak ada yang berubah
mungkin
hanya para cecak, undur-undur dan kutu BANGSAT saja
yang berganti generasi
 
KAMARKU, lampung sukadamai, 1997-2015
 
 
 
Iwan Setiawan kelahiran kotabumi lampung utara 23 agustus, kini berdomisili di kota lubuk begalung padang sumatra barat, pernah tergabung dalam antologi 55 penyair coretan dinding kita, 30 penyair sastra roemah bamboe, dan 3 penyair ilalang muda.
 

Terkini