Malaikat Penjaga Pintu Surga, Cahaya Cinta dari Pintu Surga, Kidung Puisi untukmu yang Kusayangi

Rabu, 07 September 2016 | 19:53:54 WIB
Ilustrasi. (Angel Steven Daluz/rebloggy.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Malaikat Penjaga Pintu Surga
 
Di sinilah, tempat semua bermula
Ada bintang yang sulit diterjemahkan, dan bulan, yang pendarnya menyilaukan kerinduan
Betapa engkau adalah sehelai kertas putih, mengapa harus kugoreskan noda di atas secercah harapan yang telah kaubentangkan?
Adakah, yang lebih kejam daripada harapan-harapan yang akhirnya membumbung di langit malam?
Saat ini, kutumpahkan secawan anggur di hamparan tubuhmu, hingga...
Jika kaubukan yang pertama, hidupmu limbung bagai pepohonan diterjang angin halimun
Rupanya kerap kaubertanya, “untuk apa?”, sedang kau tak pernah tahu, ada rindu yang teramat moksa
Pada tiap jengkal harum napasmu, kauserupa padma di atas genangan lumpur yang bila di dadamu tak ada sebongkah hati untuk kauimani, kau lindap ditelan bumi!
Malaikat penjelma, kaukabarkan tentang setia, jua hati yang terbelah tersebab menahan sayatan luka
Aku ingin hidup di telaga airmata(mu)
Agar saat kau terpejam, kurasakan hadirmu benar-benar nyata, membawaku pada muara bernama cinta
Malaikat penjaga pintu surga, kau kah?
 
*Pro: Ridwan, (sang) Malaikat Cinta!
Agustus, 2016*
 
 
 
 
Cahaya Cinta dari Pintu Surga
 
Karena senyatanya cinta telah menghanyutkan jiwamu, 
Pada tetes-tetes embun yang berjatuhan. Lindap, kemudian lesap pada tanah yang basah.
Seperti hati yang retak, menjadi kepingan yang berserak 
‘kan kaupahami tentang adanya hati yang baru
Hati yang mampu memelukmu dengan segenap cinta, 
Membasuh luka yang bertakhta di istana jiwa...
Masihkah?
Ada sepi yang diam-diam mencumbui dari arah entah?
Akan kukisahkan lewat angin yang bertiup
Dari tangkai yang bisiknya menyenandungkan shalawat dedaunan 
Serupa dzikir malam keabadian,
“Percayalah, telah Tuhan kirimkan risalah cinta untuk menghapus luka bagi tiap hambanya yang terluka tersebab cinta,”
Seperti hujan yang selalu menawarkan basah, 
Cinta akan membawamu pada malam-malam nestapa 
Kemudian... 
Menjadi luka yang merah, hati yang berdarah.
Selayaknya cinta, ia akan menyembuhkan luka dengan do’a-do’a,
dengan cahaya (cinta) dari pintu surga...
 
Al-Ihya, 10 Agustus 2016*
 
 
 
Kidung Puisi; untukmu yang Kusayangi
 
Inginku tancapkan silsilah rindu di matamu, di detak jantungmu.
Agar hanya kaurasai kasih-sayang
Seputih salju; setulus hatiku
Biarkan, do’a dan kita... 
Menjadi penawar luka, pengobat rindu yang mendera
Untuk sebongkah tanya di malam-malam sepi
Adakah pintu maafmu selalu terbuka untuk rindu yang tak pernah mati?
Untuk keegoisan yang membuatmu merasa kepayahan menemukan arti kedamaian
Adakah?
Ruang diksi yang tak terpenuhi
Dengan kidung-kidung imaji dan puisi untukmu yang kusayangi?
Seperti sapamu malam ini
Sebelum kaumeminta tentang risalah do’a
Kugantungkan segala harapan dan kebaikan kepada Tuhan
Semoga engkau senantiasa dalam penjagaan
Dalam naungan kasih sayang, dan cinta, sebening embun di pagi nan benderang
Apa kabar hari ini?
Apa kabar?
Kasih sayang. Rindu.... Cinta...
Semoga; do’a menembus batas ketidakberdayaan dan ‘kita’... 
Adalah dua hati yang tak pernah tergantikan.
 
Al-Ihya ‘Ulumaddin, 28 Agustus 2016*
 
 
Muhrodin "AM", adalah laki-laki penyuka senja dan hujan. Lahir di Lampung 23 Februari 1991. Bergiat di Buletin INSPIRASI Pon-pes Al-Ihya ‘Ulumaddin, sejak tahun 2010. Saat ini masih tercatat sebagai santri di Pon-pes Al-ihya ‘Ulumaddin, dan bisa diakrabi melalui Facebook: Muhammad Amirudin / Twitter: @MuhrodinAM
 

Terkini