Nirmala, Suara yang Tak Dirindukan, Ada yang Menyelamatkanku Malam Ini, dan 2 Puisi Lainnya

Selasa, 06 September 2016 | 21:30:13 WIB
Ilustrasi. (Natalie Dekel/poeticmind.co.uk)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Nirmala 
 
sebatas jejak kaki yang shalih
dua puluh tujuh rakaat yang sahih 
aku menemui-Mu
sekejap mata beradu, tancap asma menulis kalbu
 
sebatas ucap sakinah
senandung langit yang berkah
akar amal serupa pohon rindang di atap rumah
aku memanggil-Mu
gema lidah mengayun harokat tasydid Dirimu
 
sebatas kuadukan airmata musim pancaroba
atas lakon ruh adam-hawa
di atas sajadah tengadah menulis daging doa
aku ingin 
Kau hadir menulis kisah nirmala tanpa noda
 
sebatas hamba, membaca keilahian Dirimu tanpa koma
 
Tuban, 2016
 
 
 
Suara yang Tak Dirindukan 
 
aku mendengarnya
suara paling sunyi menggema serupa pagi yang dingin
tetes embun menetas serentak berhenti
atas suaramu yang lama pergi
 
aku selalu mendengar
ketika selimut kumal kenangan
merangkai senandung sajak kerinduan
tak dirindukan! 
 
suara yang kutemui di musim hujan pergantian
membasahiku yang berguguran
daun yang kuning dihempas angin bayang
 
aku mendengarnya
ketika suara melantun nama
di sudut lorong serupa aura
semakin waktu melipat deru
dan gejolak yang pelangi menggebu
suara yang tak dirindukan
menjadi rindu mematikan
 
Bojonegoro, 2016
 
 
 
Ada yang Menyelamatkanku Malam Ini 
 
gurauan renyah yang lebam di kepala
menduduki dada senyap tanpa kata
kaki dan tangan menulis cerita masa yang terpenjara
mata hanya batas pandang
selebihnya gelap seperti malam
 
ada cahaya di balik tawa
ada kata diantara mulut dan matanya 
serupa warna
musim hujan yang sejuk di beranda
sukma mengalir mata air yang deras
 
senandung lagu puisimu
menyelamatkanku malam ini
dari godaan nafsu dan birahi
 
Tuban, 2016
 
 
 
Sepucuk Doa yang Jatuh
 
ribuan ayat coba telah menulis warna darah juang para punggama bangsa 
menemui tanggal pusaka antara mati atau merdeka 
sampailah di ujung usia waktu telah menunda 
kabar Tuhan menyulam hari kemerdekaan 
senandung lagu raya dikibarkan
 
di balik itu 
sepucuk doa ibu pertiwi jatuh 
membanjiri keindahan hari yang dinanti
 
Tuban, 2016
 
 
 
Melipat Waktu 
 
suara candu serupa dedaunan kering dihempas angin
menabur racun jiwa 
menelan dahak yang retak
rasanya seperti permen karet, kenyal 
dibuang saat sepah tanpa warna
 
dada menanti waktu beradu cumbu
bukan aku yang ingin melipat waktu.
bengawan kalbu telah lama merindu
 
Tuban, 2016
 
 
 
Nastain Achmad. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Bojonegoro. Lahir di Tuban 19 April. Alumni Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan. Penggiat di Komunitas SINERGI Bojonegoro. Beberapa puisinya pernah dimuat di Radar Surabaya, Duta Masyarakat Surabaya, Radar Bojonegoro, Radar Sampit, Banjarmasin Post, Koran Madura, Medan Bisnis, Metro Riau, Buletin Kanal, Buletin Jejak, Merah Putih Pos. Memiliki puluhan antologi bersama, salah satunya, Tifa Nusantara 1 (2013) dan Tifa Nusantara 2 (2015), Lentera Sastra II (Antologi Puisi Penyair Asia Tenggara, 2014), Lumbung Puisi II (2014), Memandang Bekasi (2015), dan Antologi Puisi Favorit Rembulan Bercumbu (2016).  FB: Nasta’in Achmad. 
 

Terkini