Pesawat Untuk Ayah, Aku Kau dan Mereka, Hujan Sudah Berhenti, Kita, Merdeka!

Selasa, 06 September 2016 | 21:24:04 WIB
Ilustrasi. (Warren Keating/ugallery.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Pesawat Untuk Ayah
 
Aku ingat kala masa kecilku
Ayah senandungkan bait pendendang tidur
Suara berat nan serak Ayah serupa alunan simponi
Hantarkanku pada buaian mimpi indah nan menjanjikan
Tangan kasar Ayah mengelus lembut helai rambutku
Membuaiku dalam surga kasih sayang
Hari itu aku ingat Ayah katakan sesuatu
Ayah katakan Ayah ingin terbang
Otak kecilku bekerja menyusun sebuah rencana
Akan aku buat pesawat untuk Ayah
Kan kita arungi bersama bentangan awan
Meninggi di udara sampai Ibu dapat menyentuh kita dari surga
Tapi Ayah pesawatku belumpun tercipta
Mengapa kau terlebih dahulu terbang bersama sayapmu?
Lalu bagaimana dengan pesawatku?
Ayah pesawat ini untukmu..
 
 
 
Aku, Kau dan Mereka
 
Mereka bilang kita berbeda
Ku abaikan
Mereka bilang kita tak pantas bersama
Ku abaikan
Lalu…
Kau katakan mereka benar
Aku percaya
Kau katakan kita harus pisah
Aku tak rela
Hingga…
Kau pergi tanpa kejelasan
Aku mencarimu
Kau kembali dengan cinta yang lain
Aku patah hati
 
Lalu aku pergi meninggalkanmu membawa sejuta kecewa
Hingga aku tak bisa lagi menatap dunia
Menutup ceritaku...
 
 
 
Hujan Sudah Berhenti
 
Hujan sudah berhenti
Jejaknya meninggalkan titik air di jendela
Hujan memang sudah berhenti
Keributan rintiknya tak lagi bertumbuk di atap
Lau jika hujan sudah berhenti, apa lagi?
Pelangi akan muncul? Tapi tidak
Karena hujan tidak berhenti dimatamu
Maka pelangi menyembunyikan warnanya
Mendungmu bahkan kalahkan berjuta warna dunia
Kapan mendung diwajahmu lenyap?
 
 
 
Kita
 
Aku seorang gadis biasa
Yang terbiasa akan hadirmu
Aku seorang gadis biasa
Yang terbiasa akan cintamu
Dan…
Aku hanya seorang gadis biasa
Yang kupunya hanya cinta
Yang ingin aku sempurnakan
Dengan cinta yang kau punya
Kita…
Kau dan aku
Jadi satu
Dalam cinta
Untuk selamnya
 
 
 
Merdeka!
 
Merdeka!
Mereka teriakkan itu kala perang beradu
Satu kata yang mereka ingin tuk nusantara
Darah mereka tumpahkan hanya untuk satu kata
Satu kata yang membawa peradaban bangsa hingga kini
Merdeka!
Mereka teriakkan itu sekarang
Hanya sebuah kata kosong tanpa makna
Kata yang telah mereka raih kini tak pernah diperjuangkan kembali
Merdeka hanya sebuah kata kini
Seruan yang tak berasal dari hati
 
 
 
Tiyan Septiyani lahir di Indramayu pada tanggal 05 september 1998. Saat ini masih tinggal di Indramayu, kota yang terkenal dengan sebutan Kota Mangga. Menulis adalah hobinya sejak SMP, hobi yang diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang berguna. Tiyan juga pernah mengikuti ajang lomba menulis lain, dan Alhamdulillah masuk nominasi terpilih yang dibukukan. Tiyan juga pernah menerbitkan beberapa tulisannya di web. cita-citanya adalah menjadi seorang penulis dan sutradara yang dapat menghasilakan karya-karya terbaik yang berguna. Mungkin jika berniat mengenal karakternya lebih dalam, kalian bisa menghubunginya lewat facebook dengan akun nama aslinya.
 

Terkini