Bulan Kehilanganmu, Penantian Hujan, Semesta Bersepakat

Selasa, 06 September 2016 | 21:02:29 WIB
Ilustrasi. (Karen Tarlton/pinterest.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Bulan Kehilanganmu
 
Segenap ragam pikirnya tertuju atas bayangmu
Tapi apalah arti bayang?
Jika semu menggerutu
 
Sentuhmu menyerupai roh
Bergentayangan ...
Menakuti, lalu hilang
Berlalu, lantas pergi dengan tidak sopan
 
Bulan tak pernah mengolokmu
Apalagi menaruh benci dengan nada mencolok
Oh tidak ...
 
Hanya saja dia mulai pengap
Seakan kabut berkamuflase menjadi tabir asap
Coba lihat?
Nafasnya suram kelam dan tenggelam
Sesak total mencemaskan
 
Sebab kehilanganmu,
Bulan tak lagi sudi memantukan cahayanya
Sinarnya pucat ...
Meganya mendung tak bercorak
Hanya menyisakan awan berkulit perak
 
(Muncar, 23 Juli 2016)
 
 
 
Penantian Hujan
 
Hujan telah reda
Sementara panas mulai meraja
Menyebabkan tandus pada rambut kepala
Namun, bumi basah; karena hujan kembali tiba
 
Adakah yang lebih menggiurkan dari rintiknya?
Bila ada, mungkin hujan akan dicampakkan begitu saja
Dan semua hendak berbondong melupakan esensinya
 
Hujan hanya ingin menorehkan kesegaran
Walaupun dengan tidak sengaja; dia nyaris mengingatkan tentang kenangan
Kenangan yang telanjur menjejal pada ingatan
Kenangan yang kini riuh memprihatinkan
 
 
Hari setengah petang; hujan terlihat duduk di pojokan
Mungkin, dia sedang merenung dan mengumpulkan berbagai harapan
Dan. “Menanti teguran makhluk yang tak menjemukan”
Cetusnya sambil menitikan percik bening dibawah awan
 
(Muncar, 27 Agustus 2016)
 
 
 
Semesta Bersepakat
 
Kadangkala,
Sikapku yang seolah tak peduli, bukan berarti aku lalai
Ingatanku memang tidak melulu soal kamu
Hatikupun tak sepenuhnya mendambamu
 
Ada perihal lain yang menjadi beban pikirku
Dan kamu tidak berhak menuntutku;
dan meminta dengan keras agar namamu selalu aku dekap
Demikian dengan permintaan konyolmu;
Tentang permohonan agar kita selalu disandingkan
 
Kamu tidak sepatutnya merengek;
Seperti orok yang kesakitan
Dan tidak pantas bila kamu;
Mengepalkan tangan dan meninju parasku
Akibat dendam kesumat yang mulai kumat
Aku berharap;
Dengan harapan yang berjibun pada ubun-ubun
Semoga rohanimu tetap waras
Walaupun semesta bersepakat;
Bahwa kemungkinan dari kita tidak akan menetap.
 
(Muncar, 27 Agustus 2016)
 
 
 
Indah Sofiyanti, bisa dipanggil Indah atau Sofi, Ia lahir di Banyuwangi pada 22 Maret 1996. Tinggal di Desa Tembokrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi, dan sekarang ia sedang belajar di Politeknik Negeri Banyuwangi dengan mengambil program study Agribisnis. Ia acapkali jatuh cinta kepada  hal yang berbau tentang tulis menulis, karena ia menganggap bahwa menulis dapat memberantas kejenuhan dan menimbulkan kebahagiaan. Adapun untuk menghubunginya bisa melalui email: indahsofiyantii@gmail.com atau fb: Indah Sofiyanti
 

Terkini