PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Apapun Selain Senja dan Hujan
Keduanya adalah perasaan
Kenangan sekaligus harapan
Jadi tolong jangan terus mengulang-ulang
Mari kita obrolkan yang lainnya saja
Bukankah masih ada embun dan pagi
Yang belum benar-benar kita kenali
Padahal jelas pagi membawa kita kembali ke diri
Yang setiap malam melempar kita pada mimpi
Atau pada imsonia yang makin akrab menyambangi
Alternatif lainnya bisa saja tentang kekonyolan kita
Kala kanak-kanak juga kala menua tanpa mendewasa
Atau tentang jaket hangat yang seharusnya kita beli sebelum musim gigil tiba
Tapi kita lebih dulu terjerang
Sebelum utuh sampai ke siang
Atau ceritakan saja tentang bunga-bunga yang lupa kita siram
Padahal sudah lama kita tanam
Ah, banyak sekali yang bisa kita bicarakan
_selain keduanya_
lewat secangkir kopi yang diseduh di pagi hari
bisa juga kita mengaduk puisi
untuk kemudian kita kenang kembali
segala isi yang tertuang di hati tertumpah di diri
terluah di mimpi terjejak di bumi
Apapun itu, selain senja dan hujan
Mari kita obrolkan
Batam, 30 Agustus 2016
Simfoni Biru
Sebut saja aku puisi, demikian ia mengakui
Tapi jangan basa-basi, begitulah ia melarang kami
Apalagi bersepi-sepi dan bersunyi-sunyi, lagi ia menambahi
Sesekali mari nyanyi
Dengan nyaring dan nyalang
Kemudian bersama kita selesaikan soalan
Biar pikiran tak jadi kitiran
Ia mengaso sejenak dan melanjutkan
Nah, bagian ini harus diingati
Bahwa untuk menggurat puisi
Yang pertama kali harus dimiliki adalah isi
Tanpa isi tak ada puisi
-kecuali pu-
Sesaat hening, selanjutnya ia berdenting
Sebelum memuisi cobalah memuai
Pada sore yang tak pernah bertemu siang
Pada mereka yang terluka yang terlupa
Pada akar yang menyimpan kabar-kabar tak tersiar
Pada daun-daun gugur yang terbujur penuh syukur
Pada cericit tikus got yang selamat dari racun
Pada embun yang tertegun
Padamu padaku
Pada kita yang belum tertata
Ia pun mengerak dalam kata-kata
menelusup lembut dalam makna-makna
menjadi isi menjadi hati
yang kini kita sepakati dengan menyebutnya puisi
Batam, 28 Agustus 2016
Kabar Angin
Diam-diam kita saling menunggu
Sesiapa yang dahulu menyapa
Diam-diam kita saling menerka
Keadaan yang kemudian kita adakan
Kita saling berharap
Pada kabar ingin yang tersampaikan
Nyatanya kabar angan yang tersiarkan
Hingga kita pun saling diam
Beringin
Berangan
Pada sehembus kabar yang tersapu angin
Batam, Juni 2015
Sesudah Telah
Telah aku kau jatuhkan
dalam ketiadaan sapaan
Telah aku kau jauhkan
dari lekatan ingatan
Telah aku kau lupakan
dalam tumpukan pekerjaan
Batam, Juni 2015
Ketika Kita
1
Kita bisa menikmati sore bersama
Mencelupkan kaki di kali
Dengan suka cita
Jajan sembarangan di tepi jalan
Tanpa takut kuman
Terpesona pada daun gugur di taman juga di hutan
Berteriak lantang di tepi pantai juga di tegalan
Tanpa satu orang pun mengganggu
Kita bisa melakukannya bersama
Tanpa banyak tanya
Tanpa banyak rencana
Tanpa takut ada yang terluka
Asal kita saling menjaga
2
Kita lupa untuk melupakan
Sibuk mengingat segala yang belum kita dapat
Padahal ia yang mengenal sunyi tak akan bersepi-sepi
Ia yang muak oleh jejak lalu akan melangkah maju
Bisakah kita luka secukupnya?
Sembuh secepatnya!
Dan lekas berdekapan tanpa banyak cakap
Bukankah ‘bersama’ adalah kemewahan yang luar biasa
Yang jarang kita punya
Kecuali bersama dalam rencana
Rencana-rencana yang pada kesudahannya
Melempar kita pada wacana
Jika terlanjur begitu kita tak lebih dari sebentuk kata
yang suwung dari makna
Jogja 2014
