Ke Rumah Sakit, Penjual, Odop 2016, Bilal, Sebelum Malam

Senin, 05 September 2016 | 07:28:48 WIB
Ilustrasi. (Tara Richelle/etsy.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Ke Rumah Sakit
 
Pasien terakhir akhirnya masuk
Dengan sebilah puisi di tangan, eh pisau
Untuk membunuh dokter kata-kata tua nan nyinyir
Dan mengantuk tiap kali operasi
Sambil membaca puisi, sang pasien membunuh
Bidan-bidan montok yang telanjang di hadapan
Kata-kata.
 
Disisakannya satu, bidan paling montok
Sebagai bukti, bagaimana menyembunyikan
Rahasia.
 
Rumah sakit dan segala isinya
Memulangkan pasien pada Tuhan
Tuhan yang disebut-sebut dengan awalan
Huruf besar
 
Pecinta kata-kata, berdatangan
Tapi sudah terlambat, sang pasien sudah 
Pulang, membawa sakit ke rumah
 
Agustus, 2016
 
 
 
Penjual
 
apa yang mesti kau beli
adalah harga diri
berkali-kali mati, atau
menyimpan dalam hati
dendam setebal dinding nurani
tajam laksana duri
 
apa yang benar-benar kau cari
sebenarnya tak pernah dijual
 
2016
 
 
 
Odop, 2016
 
janda-janda terus bertambah, selalu bertambah
para suami rajin bunuh diri
sebab, rezeki, tak lagi menghidupi
tak pula memberi
 
nyawa menjadi hal remeh temeh
yang bisa dikoleksi, dibeli
 
doa hanya berlaku pada hari H pernikahan
hari kedua adalah langkah
mau mati luar biasa, atau mati seadanya
 
sederhana, rumah makan adalah jalan
memilih teman, atau berteman dengan kesendirian
 
odop, 2016
 
 
 
Bilal
 
terpujilah para bilal, lengking suara
bagi tubuh nan gigil, jiwa nan kerdil
subuh menyapa, memangigil-manggil
orang-orang yang mengantuk mencari
rezeki. orang-orang yang dinanti
tak tahu, kenapa mesti kembali
 
beruntunglah para bilal, di pundaknya
malaikat-malaikat menari, bernyanyi
lagukan nyanyian bahagia tak terperi
 
pahala sekilat cahaya, singgah di wajahnya
di pintu surga, telah tertulis namanya
 
bidadari, lebih dari luna maya
buka baju, menyuruhnya masuk
mencicipi hidangan di meja
;ada kurma, zaitun, susu, madu dan arak
untuk teman mabuk, yang tak memabukkan
 
 
ODOP, 2016
 
 
 
Sebelum Malam
 
cintailah aku sebelum malam
menusukmu dengan pisau dapur
yang dipinjam pencopet kepada
ibu, dengan alih-alih ingin iseng
potong rumput mushala
cintailah aku sebelum gelap memabukkan
mata lelaki genit kehilangan ukuran
celana dalam sang isteri, sebelum
bulan malu-malu sembuyi, sebab
kepada angin para penyair sudah punya
janji, bahwa kopi dan sigaret masing-masing
adalah puisi, puisi sunyi
cintailah aku sebelum satpam mengantuk
sebab angin boleh lupa, kenapa penyair
begadang, dan memilih mengunduh lagu
cintailah aku sebelum bulan ke pelukan
sebelum yang jauh hilang dari ingatan
 
 
2016
 
 
 
Maulidan Rahman Siregar, lahir di Padang, Sumatera Barat, 03 Februari 1991. Menyelesaikan pendidikannya di IAIN Imam Bonjol Padang. Kini tinggal dan bekerja di Padang Pariaman. Puisinya disiarkan Haluan, Singgalang, Padang Ekspres, DinamikaNews, Metro Riau, Harian Rakyat Sumbar, Mata Banua, DetakPekanbaru, RiauRealita, dan tarbijahislamijah.com.
 

Terkini