Langit yang Kangen, Selamat Ulang Tahun, Tidak Ada Cinta Hari Ini

Senin, 05 September 2016 | 06:23:01 WIB
Ilustrasi. (Lalo Gutierrez/fineartamerica.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Langit yang Kangen
 
Hati terkadang serupa cuaca
Dia dapat menyerupai hujan ketika dilanda suka
Mampu menyerupai kemarau kala rindu gencar menyiksa
Hari ini, hatiku dilema karena dilanda keduanya
Kebasahan dalam rintik penuh bahagia
Namun merana dalam kemarau rindu yang mendera
 
Masih terasa rasa yang menari lincah di kepala
Disebabkan karena jiwa yang bersua meski hanya lewat suara
Di pagi buta, dering bergetar mencantumkan namamu
Membuat semestaku berhenti berdenyut dan rela menunggu
Mengalirlah gelak tawa, suara manja hingga humor tak lucu
Namun segalanya sempurna bila terbungkus bersamamu
 
Mengurailah kisah tentang kamu, tentang aku, tentang kita
Dari humor tawa sampai derai air mata
Segalanya tersimpan hangat di hati dan memori
Meski kusadari kehadiranmu tak berada disisi
 
Aku terbangun..
Membuka jendela mata dengan keadaan gelisah
Menatap langit yang berbalik pasrah
Aku rindu…
 
Meski aku tahu, jarak dan waktu tidak pernah memiliki arti
Karena detak jantung berdua yang selalu bersisi
Engkau datang lewat suara
Membisikan namamu lewat angin
Menitipkan auramu lewat awan
Membungkus kehadiranmu pada semesta
Dan kuharap, langit juga yang melakukan hal yang sama
 
Kalau kau kangen, jadilah pujangga
Begitu engkau pernah berkata
Agar rasa dapat menemukan wajah terbaiknya
Kali ini, ketika rindu gencar menyiksa
Kala hati dan harapan tak bertuan mencari sarana
Maka menjelmalah aku menjadi pujangga
 
Aku akan menyelam ke laut untuk mencari kata bak mutiara
Aku akan mendaki menuju puncak bukit untuk membawa pulang cakrawala aksara
Aku akan menarik senja untuk mencuri sekelumit semesta kata-kata
Karena aku mencintaimu seperti denyut yang memompa jantung
Karena aku merindukanmu seperti udara yang memijat langit
Melekat tanpa memiliki alasan untuk berpisah
 
Ijinkan aku bersuara..
Ijinkan aku meluapkan rasa yang menyesak di dada,
“Aku kangen…”
 
 
 
Selamat Ulang Tahun
 
Ada orang yang hancur dengan selembar kalimat patah hati
Ada orang yang mengiris nadi karena lembar berwarna merah tak kunjung menepi
Ada orang yang dunianya  tertelan karena harapan telah dihukum mati
Namun ada orang yang merasa kiamat diri tidak perlu menunggu itu semua
Ada orang yang ketika tengah malam lewat namun kejutan itu, ucapan sederhana itu tak kunjung datang
 
Maka kiamat itu telah hadir
Menggulungnya dalam harapan kosong yang menjadi-jadi
Telan harapan itu, bungkus lalu kemudian larutkan ke laut
Barangkali aliran mampu membawanya ke lapisan langit tinggi
Agar seraknya harapan mampu membuat telinga Tuhan terpaut
 
Sayangnya, engkaulah orang-orang yang mengalir dalam kepasrahan itu
Mengemis perhatian yang tak kunjung menampakkan wajahnya
 
Engkau tak pernah minta yang muluk-muluk
Tak perlu sepasang sayap terbungkus dalam sebuah kado
Tak perlu penunjuk waktu mahal yang membuatmu terantuk
Tak perlu kertas nominal emas yang dilapisi ribuaan ego
Yang kau pinta hanya seseorang yang tulus hadir, tepat tengah malam dengan lilin merah yang kokoh berdiri diatas kue kecil
Lantas berbisik lirih, “Selamat Ulang Tahun.”
 
 
 
Tidak Ada Cinta Hari Ini
 
Tidak ada cinta hari ini…
Kubenamkan kalimat itu dalam-dalam ke akar Jantungku
Tidak ada cinta hari ini…
Kuhirup racun itu yang telah menjalar di pembuluh nadiku
Aku seharusnya menyangkal, perang hati yang awalnya kupikir berjarak sejengkal
Namun nyatanya jarak itu bersemayam untuk menjadi kekal
Jarak antara engkau yang berdiri di atas kastil dan aku yang terbenam di palung jurang
Lihat mata itu pinta jiwaku, kelopak yang telah berubah menjadi matahari di siang hari
Terik asmara yang telah membakarku dalam keniscayaan akan patah hati
Namun tatap dimana aku selama ini meletakan kepercayaan diri
Sebuah kedunguan terus kugenggam tanpa pernah menemukan ujung untuk menepi
Percaya bahwa pemilik kelopak matahari itu suatu saat nanti akan berbalik mengintip ke dalam pintu hati ini
 
Apa kabar cintaku?
Begitu tanda tanya yang meraba kepalaku sewindu ini
Tanya yang terus berderit-derit terhadap pemilik kelopak yang telah mengubah jiwaku menjadi pengelana
Pengelana yang dipaksa untuk melangkah jauh menuju ranah asing yang tak ia kenal
Namun keyakinan akan cinta membuatnya buta dan mengabaikan segala
Kini pengelana itu mencium dasar jurang gelap itu
Pengap dan lunglai menyaksikan hati milik sendiri yang telah tercabik-cabik
Sakit bukan? Pengelana itu telah kehilangan Bintang Selatannya yang lama tercekik
Tersesat dalam labirin perasaan yang nyatanya ia rangkai satu demi satu
Kelopak mata itu nyatanya menyimpan kehancuran yang tak pernah disangka
 
Tidak ada cinta hari ini…
Sebuah keyakinan dari seorang pengelana yang berusaha merangkak dari jurang nyeri hati
Kedua tangan yang masih gemetar terus sekuat tenaga melepas namamu yang merantai
Untuk itulah, tidak ada cinta hari ini
Batas antara kepura-puraan dan kesungguh-sungguhan yang telah mengabur lagi sekatnya…
Batas antara aku yang mencintaimu dan engkau yang tidak
Batas antara udara yang mengisi rongga dada dengan udara yang menghimpit trus melahirkan lara 
Seperti rindu yang terus membakar kertas-kertas sukmaku 
Seperti harapan yang mencabik-cabik kenangan
Seperti itulah hari ini aku akan menggabungkan segala untuk menghapusmu
 
Cinta untukmu memang hidup kemarin..
Tapi tidak ada cinta hari ini..
 
 
 
Dilahirkan dengan nama lengkap Ridho Agung Pangestu, namun lebih suka dikenal dengan nama Agung Pangestu. Pemuda introvert yang candu terhadap dunia imajinasi, membaca buku, menonton film dan sesekali membicarakan acara Dangdut di televisi. Berusia 22 tahun dengan semangat mengejar karir di dunia literasi. Tahu bahwa impian tidak mudah namun memilih untuk tidak menyerah.
 

Terkini