Pesan Dari Negeri Awan, Perjuangan Tanpa Masa, Celoteh Rakyat dan Dua Puisi Lainnya

Jumat, 02 September 2016 | 10:23:38 WIB
ilustrasi. (Marina Petro/dailypainters.com)

 

PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Pesan Dari Negeri Awan
 
Angin menghantar warta
Yang diseret jauh dari negeri awan
Ini tentang aku
Tentang angan-anganku
 
Seketika itu,
Kalut mulai meradang di hatiku
Mungkinkah?
 
Sahut burung menyadarkan lamunanku
Pesan itu menyeruak
Tak perlu untuk takut
Apalagi merasa terburuk
Semua sudah di atur
Hanya perlu tunduk dan bersyukur
 
Ketenanganku muncul
Pesan itu berkata betul
Aku mampu
Mengukir asa dalam hidupku
 
Jambi, 5 Februari 2016
 
 
 
Perjuangan Tanpa Masa
 
Merah putih masih berkibar
Nama pahlawan pun masih dikenang
Namun, perjuangan belum usai
Dan tak kan pernah selesai
 
Seperti kobar kemerdekaan
 
Ini tugas pemuda
Mengantarkan perubahan bagi negeri tercinta
Menghapuskan kemunafikan
 
Diam bukan berarti menyerah
Tapi diamlah demi bangsa
Diam dalam merusak
Bangkit dalam perjuangan
 
Inilah pemuda
Pencipta perubahan
Inilah pemuda
Cikal bakal penerus bangsa
 
Jambi, 5 Februari 2016
 
 
 
Celoteh Rakyat
 
Di sana
Terasa kosong
Di sini
Terasa kosong
Lumpuh
Sukar mengadu
 
Kapan kan bertemu
Dua pandangan semu
 
Kami rindu!
 
Tinggal secuil harapan
Kepada para penguasa
Agar mereka melihat 
Lalu memberi yang kami cari
Kemakmuran negeri ini
 
Sampai kapan?
Kami sudah lelah
Apa sampai kami mati?
 
Jambi, 5 Februari 2016
 
 
 
Merantau
 
Titik demi titik
Terurai dalam bait
Mengartikan tindakan
Menceritakan berbagai bentuk kehidupan
 
Orang bertopi bambu merenung
Melihat sekeliling
Menulis setiap rasa
 
Sama seperti aku
Punya beribu kisah
Berat di perantauan
Begitu asing
 
Hati berubah dengan kilat
Mencari jati diri
Berlabuh ke kisah yang lain
Apakah terjadi?
 
Aku hanya diam
Tak sanggup memberi makna
Meluapkan celoteh naïf
 
Si topi bambu tersenyum
Berpikir hal yang sama
Pantaskah untuk di sini
 
Hasrat tinggi tak kunjung pergi
Membuatku dan si topi bambu terusik
Merasa getir
Bercampur khawatir
Ingin bisa kembali
Melihat keluarga tercinta
Tapi apalagi
Hanya bisa berdiam diri
 
Jambi, 12 Februari 2016
 
 
 
Biasa
 
Letih makin meninggi
Kala juang membuka tabir
Aneh mungkin
Kemenangan menang lawan adil
 
Itu biasa!
Teriak hati anak malang 
Yang tak pernah rasakan diterima
Dia terbuang’dari tempat perlindungan
Kakinya tak kuat menyangga badan
Hanya mampu bersila
 
Bisa makan sudah luar biasa
Tak minta diistimewakan
Hanya mau dilihat
Sampai ajal mendekat
 
Itu biasa!
Teriak hati orang awam
Dunia telah terbalik
Keadilan semu menghilang
Apalagi nyata!
 
Tak ada tempat mengadu
Semua tak mau tahu
Kecuali,
Sang pemberi hidup
 
Jambi, 12 Februari 2016
 
 
Novrendina Prasastiningtyas. Ia adalah seorang putri sulung dari 2 bersaudara. Dilahirkan di Kendal, Jawa tengah pada tanggal 22 November 1994. Saat ini ia sedang berjuang untuk mencapai gelar sarjana pendidikan di Universitas Jambi dan terus berusaha untuk menggapai setiap mimpi-mimpi terutama di bidang menulis. Motto hidupnya adalah melakukan segala sesuatunya dengan sungguh-sungguh melampaui batas diri sebab tak ada yang tak mungkin di dunia ini. 
 

Terkini