Keluh, Tentang Bahagia, Aku Adalah Wanita Bimbang, dan 2 Puisi Lainnya

Rabu, 31 Agustus 2016 | 12:14:00 WIB
Ilustrasi. (William Solis/pinterest.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Keluh
 
Apakah dengan kehilangan kau akan mencari?
Apakah dengan tangisan kau akan sadar?
Apakah degan aku bertanya seperti ini,
Ya aku selalu bertanya dan mengeluh
Ya aku sangat membosankan,
 
Aku akan mati sesegera mungkin,
Kau akan menangis sekeras mungkin. Mungkin?
Dan dalam kematianku akan selalu ada tanya
Apakah aku masih saja membosankan bagimu?
 
 
 
Tentang Bahagia
 
Bahaya bila sedih, bahaya!
Bahaya bila pedih, perih!
Bahaya bila peduli, benarkah?
Bahagia lebih benar
Bahagia saling cinta
Bahagiaku, surga!
 
 
 
Aku Adalah Wanita Bimbang
 
Aku adalah wanita bimbang
Saat hujan datang, aku tak berteduh
Semua memandangku sembari menelan ludah
“Sepatah itukah hatinya? Bahkan dingin tak mampu memeluknya.”
 
Aku bukan wanita patah hati
Aku adalah wanita bimbang
Seakan cinta adalah jalan
Jalan terbaik menuju kematian.
 
 
 
Berbincang denganku Sendiri
 
Aku pernah berbincang denganku sendiri
Saat itu hanya ada cahaya purnama, entah kemana perginya bintang
Saat itu juga bersama angin sepoi, basuh tangan ibuku
Halus, dan padanya dia berjuang
 
Aku tetap berbincang denganku sendiri
Saat mereka yang lain, dibawah dan menonton televisi
Tak lagi buta, tak lagi bisu, mereka seakan ciptaan baru
Tuhan baru menciptakannya, tangannya manusia, tanpa rasa
Apakah Tuhan tak punya rasa?
Tuhan yang mana, rasa yang sama.
 
Aku tak lagi berbincang, aku bertanya
Pernakah kau tertidur ketika matamu menatap matahari?
Pernakah kau melihat matahari?
Kau tau apa itu matahari?
Tuhan baru menciptakannya, cahaya hangat, dengan pelukan
Tuhab selalu punya rasa, rasakan saja!
Rasa yang sama ketika ada kita.
 
 
 
Badai dan Gelap
 
Dia pernah berkata padaku, bahwa dia takut badai
Gemuruhnya hantam hati terkecilku
Kilatnya, silau mata jika kau melihatnya.
Tapi benarkah kau dapat melihat kilat?
Bagaimana rasanya? Benarkah dia marah?
Mungkin
 
Dia pernah berkata padaku, bahwa dia takut gelap
Aku mantan perokok, kau tau ada pemantik pada sakunya
Apakah api kecil itu cukup? Bila kau bernafas saja akan mati.
Aku sang penjaga suar, tangan kananku ada senter
Dalam hatiku obor membara, menyulut, tak padam
Silahkan kau pilih, itu semua untukmu
Aku menjagamu agar gelap tak melahap
Agar kau ku peluk kian hangat
Kemarilah!
 
 
 
Benaya Yomi Sandiar, biasa dipanggil Ben. Lahir di Surabaya, 4 Februari 1995. Pria berusia 21 tahun ini, sedang menempuh pendidikan s1 sastra Indonesia. Tinggal di Surabaya, beralamat Jl. Simokatrungan Kidul 2. 
 

Terkini