Aksara Pengukir Rindu, Negeri Baru, Sajak Kosong, Syair Puteri Kolong

Rabu, 31 Agustus 2016 | 09:26:37 WIB
Ilustrasi. (Stefan Fiedorowicz/absolutearts.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Aksara Pengukir Rindu
 
Tak ada masa yang bersedia mengabarkan ketika tiba waktunya daun harus menguning dan jatuh…
 
Malampun berpaling enggan membisikkan pertanda bahwa pagi merah merona menjadi kenangan sendu penuh nestapa…
 
Tak ada aksara yang mampu melukiskan kesedihanku yang remuk redam termakan kedukaan…
 
Tak ada angin yang mampu mengabarkan kerinduanku yang terpekur disudut sanubari…
 
Bagaimana aku bisa berpaling dan berbesar hati dari kesempatan yang hilang untuk memelukmu lagi dan lagi???
 
Sebagaimana butiran pasir yang terbentang di pantai, tak terhitung aku merindukan kita, berandai ada dirimu dalam perjuanganku… mengadu tentang rasa sakit dan pincang duniaku tanpa dirimu…
 
Berselimut khawatir kelabu mungkin aku akan melupakan wajahmu meski  selalu kupandangi fotomu…
 
Bagaimana aku bisa mencacah rindu yang menjalar mengakar???
 
Sebagaimana kuasanya waktu, aku gemetaran mendapati kuatnya waktu menghapus rasa hangat pelukanmu menjadi ilusi, alunan riang suara tawamu menjadi gaung yang meraung, lekuk senyummmu menjadi serpihan rapuh…
Bagaimana caranya merayu masa yang hilang agar datang kembali mengisi celah diantara kita???
 
Sebagaimana kuasanya waktu, menyembuhkan luka kehilanganku atas dirimu, begitu pula rasa kenangannya…karena memori tentangmu semakin membias, mungkin aku telah tergilas waktu dan perlahan melupakanmu…
 
Seberapa jauh kumelangkah, dari langkah tertatih hingga berlari…  
Aku tidak pernah takut kelaparan cinta kasihmu…
 
Bahkan setelah engkau menjadi bintang di langitpun tak kau biarkan aku hidup merangkak dikesusahan…
 
Yang paling menakutkan bukan kehilangan dirimu…
Saat yang paling menakutkan adalah mengaburnya helai demi helai kenangan tentangmu…
 
Saat yang paling menyedihkan adalah untuk menemukanmu dalam mimpiku lagi…
Seperti saat ini…saat aku begitu merinduimu…
Ayah… 
 
Dedicated for my beloved daddy
 
 
 
Negeri Baru
 
Telanjang itu disiarkan asasi…
Pencaci itu dielukan kritisi…
Dibully itu pisau perkasa hati…
Guru itu sahabat bui
Ini Negara atau rimba???
 
Kini sepi tanah dari musim perjuangan
Remuk hati  ibu surganya dimamah pengerat jahanam
Lalat-lalat berjubah etika bangsawan berkerumun berpesta di lumpur 
Asik menyayat irisan bangkai yang manis 
 
Bagaimana para pemimpin maruk sibuk sikut menyikut
Sementara keadilan si miskin sedang ditakar
Ditukar sepiring kekuasaan yang gemuk nan legit
Ini untuk Negeri bung, jangan tanyakan apa yang Negara berikan padamu!!! 
Teriaknya dari atas tahta berselimut upeti rakyat
 
ibu menjadi bidak pengerat yang mulia 
Pengerat santun bertata karma
Yang slalu kasak khyusuk sindir menyindir dalam doa
Moga moga negara makmur sentausa
Menghidupi tujuh turunan  keserakahannya
 
Pemuda tergeletak bagai budak kekenyangan candu
Senggol bahu kau kokang parang dan batu di kepala saudaramu
Bukan salah ibu mengandung generasi berhati semak berduri
Keegoisan mengakar dan kemalasan bersemi
 
Jika dulu penjajahan adalah nyata maka merdeka adalah mimpi
Kini uang itu nyata kejujuran itu mimpi
Jika dulu penjajah dari negeri jauh
Kini penjarah itu saudara seperahu sekayuh
 
Jangan jadi negeri dimana membuat wajah Tuhan selalu menjadi murka
Suatu hari nanti mungkin merdeka tinggal nostalgia
Jangan sampai nanti penyesalan menjerit nestapa
Hai Nak, dulu kita pernah merdeka…!!!
Malu mati bertemu pendahulu
Menjaga tonggak saja tak mampu…
Kau tak mau dibilang kencur
Tapi muslihatmu sebusuk lumpur
 
Dibanding masa negeri yang dulu dipasung penjajah berselimut abad, 
Apakah makna merdeka bagi kita pemuda???
Merdeka kita masih belia…
Masih manis. Masih tertatih
Ranumnya masih merona, bilakah layu sebelum berkembang???
 
 
 
Sajak Kosong
 
Coba kau tanya siapa kosong
Pada nisan tak bernama
Yang merindukan taburan kelopak bunga. Itu sepi
 
Coba kau tanya siapa itu kosong
Pada lonceng yang tawanya berderai 
Yang menendangkan lagu kedukaan. Itu hampa
 
Coba kau tanya siapa itu kosong
Pada labirin tak berujung
 Yang bersiul pada jaring laba-laba. Itu frustasi
 
Coba kau tanya siapa itu kosong
Pada pungguk yang membisikkan mantera
Yang merajuk ingin dipeluk bulan. Itu hening
 
Coba kau tanya siapa itu kosong
Pada tubiran tebi yang menyoraki kematian
Pada kebisingan angin yang menyalak. Itu sendu
 
Coba kau tanya siapa itu kosong
Padaku yang yang merindu kasih
Yang bersimpuh menunggu belahan jiwa. Itu sedih
 
 
 
Syair Puteri Kolong
 
Ayah…
Adalah tentang kau yang berbalut baju loreng
Gambaran rupamu adalah wajah dengan lukisan hijau coreng moreng
 
Ayah….
Adalah tentang pengabdian
Arti pahit dari pengorbanan yang harus ku telan sedari rahim
 
Ayah...
Adalah tentang kesetiaan
Bahwa demi Negara yang memisahkan torehanmu dari masa kecilku
 
Ayah…
Adalah tentang kehormatan
Bahwa demi keutuhan bangsa yang melubangi kenanganmu dimasa kanak-kanakku
 
Ayah….
Kau yang hanya kukenal dari tinta yang dikisahkan ibu
Cerita tentangmu  semakin memupuk rasa rindu
Hari demi hari aku menunggu dan mengadu pada ibu kapan pulangmu???
Minggu-minggu menjadi bulan-bulan menumpuk menjadi amarah pilu
Bulan-bulan berjalan rasa pilu tergusur  jadi rasa ketiadaan yang kaku
 
Ayah…aku hanya ingin kau tahu…
 
Mereka tidak akan pernah memahami mengapa aku menjadi puteri yang selalu manja padamu…
Karena..yah… mereka tidak tahu bahwa waktu yang gemuk itu bukan sahabat setia bagi kau dan aku…
 
Mereka bertanya kenapa yang menjemputku pulang selalu ayah bukan pacarku
Karena …yah…mereka tidak pernah tahu guyuran rasa getir ketegaran saat menunggu kepulanganmu
 
Mereka tidak akan pernah mengerti kenapa aku selalu suka bersandar dipunggung hangatmu
Karena yah… bukan ayah mereka yang  setiap hari tidur berselimutkan desingan peluru
Kesenanganku adalah mengingat gelegar tawamu saat memuji prestasiku
Karena yah bukan ayah mereka  nafas ayahnya selalu diiringi bisikian ranjau…
 
Hanya anak-anak kolong yang mengerti…
Ketika negera memanggil dan ayahnya mesti pergi…
Harus menunggu sampai tahun depan
Dalam cibiran mimpi buruk kemungkinan pulang tinggal kenangan
Tak  ada ayah yang membantumu belajar mengenal kata
Tak ada ayah yang akan mengajarimu menaiki sepeda
Tak ada ayah yang menunggumu didepan gerbang sekolah….
Tak ada ayah yang bersekongkol menyembunyikan ice cream agar ibu tak marah
Tak ada ayah yang akan melemparkamu ke awan
Tak ada ayah saat usiamu menjadi delapan…
 
Bukan aku tak memiliki rasa setia pada bangsa 
Bukan juga tak bangga pada pengabdianmu, yah…
Aku hanya puterimu yang berkisah disajak yang merindu tertumpah
Karena sesungguhnya, yah… aku lah yang paling berbahagia karena terlahir menjadi puteri ksatria…
 
Dedicated for my beloved daddy
 
 
 
Shella Anggreni. Bu Guru kelahiran Curup 14 November 1991. Fanatik Cappucino dan Richeese Wafer. Lulusan PGSD Universitas Bengkulu tahun 2004. Sangat suka bertapa di Gramedia dan menghabiskan setiap sennya untuk membeli buku. Saking jatuh hati sama puisi, karya tulis akhir untuk sarjana si melodramatis plegmatis ini sangat putis. Fb: Shella Anggreni Suyono
 

Terkini