Perempuan Luka, Jalan Sunyi, Ketika Lampu Padam, Ketika Lampu Menyala, Biarkan Mengalir

Rabu, 31 Agustus 2016 | 06:37:05 WIB
Ilustrasi. (Chris Bradley/baypins.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Perempuan Luka
 
Satu tahun kesunyian sudah ia hikmati 
Ke dalam bait-bait puisinya yang berdarah
Bersama amuk rindu yang belengguh
Musim-musim masa lalu,tak juga layu ditelan waktu
 
Kesepiannya dibuka untuk luka
Mendaki kata demi kata duka
Ia pura-pura bahagia,setiap kali membuka mata
Khusuk menyimpan gemuruh ombak pada senja tiba
Yang dihantar kekasihnya ,ia puja dan dijaga sebagai tanda cinta yang tak berubah
 
Dan separuh raganya tetinggal ditepiannya
Melukis pantai pada malam hari
Di mana ia pernah singgah dan menyambungkan jiwa raga
Jadi satu nyawa
 
2016
 
 
 
Jalan Sunyi
 
Semenjak malam gerhana 
Kita lenyap,dan bumi telanjang redup
Dunia-duniaku pecah ,seperti gemerincik hujan menancapkan dinginnya pada malam pegantin
 
Sabit datang serupa pedang 
Menebang diriku,juga rindu yang batu
Kau temaram,wajahku muram
Terjerembab ke curam sepi,namamu menepi
Mengepung langit ingatan 
Saban hari air mata membakar diri jadi saksi perih
Kubaca mantra malam hari menuju jalan sunyi yang sama.
 
2016
 
 
 
Ketika Lampu Padam
 
Orang-orang melebarkan kedua matanya.ke mana harus melangkah
Tak lagi mengenal arah yang benar
Tak lagi dapat melihat apa-apa
Tak peduli siapa saja,dan apa pun dihadapannya
Ia akan berjalan ke jurang atau tumbukan duri-duri
Atau pun salah masuk rumah sendiri
 
Ketika lampu padam
Orang-orang bergegas mencari cahaya,saat gelap tiba meyandarkan dada 
Anak-anak kecil menangis ketakutan,memanggil nama ibu
Ketika lampu padam 
Orang-oranp diam saja menghirup udara gelap 
Berlompatan menangkap cahaya bulan
 
2016
 
 
 
Ketika Lampu Menyala
 
Orang-orang bersorak-sorak gembiri
Orang-orang lupa kepada cahaya
Sesuka hati melangkah
Menghabiskan waktunya untuk yang maya.
 
2016
 
 
 
Biarkan Mengalir
 
Kita dingin yang sama di musim ini
Mencari selimut paling lembut
Untuk mengobati kesepian yang tak kunjung usai
Bunyi hujan di atap seperti membidik sunyi kita agar segera meletup kepermukaan alam sadar
 
Biarkan kita mengalir dan kita bertemu di ujung sana
Di malam pegantin ,di bulan manis madu,lalu kita sedu hingga sekujur tubuh.
 
2016
 
 
 
Abd. Sofi, lahir di sumenep madura pada tanggal 17 juli 1991. Dan sekarang ia sedang megembara menemukan takdirnya. Kumpulan puisinya, Di Ujung Senja (2015). Aktif di rumah sajak.
 

Terkini