Sekadar Nama, Seragam Kumal, Teriakan

Rabu, 31 Agustus 2016 | 06:29:09 WIB
Ilustrasi. (Jesenia Christina/pinterest.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Sekadar Nama
 
Dibalik keindahan fanorama duniawi
Ketinggian gedung metropolitan
Kekuasaan para manusia pengincar kursi
Lembaran kertas yang bergelimangan
 
Merah putih telah bebas berkibar
Kemerdekaan jelas tergenggam
Apakah seruan itu masih angan - angan
Atau sekedar nama tanpa makna nyata
 
Jauh dan dekat mata memandang
Banyak yang haus akan kesejahteraan
MERDEKA! 
Satu kata penuh arti
Benarkah merdeka saat ini?
 
Bukan sekedar memindai keinginan hati
Berilah jalan, semua tempat untuk kepintaran
Lautan, daratan, berlimpah sumber kekayaan
Permudah mendapatkan sandang pangan
 
Jangan membangun kasta di tanah tercinta!
Mudah melebarkan jeruji besi
Karena palu itu, sulit bersuara di depan tahta
Jangan menutup mata dengan tangan terbuka!
Wujudkan arti merdeka di seluruh nusantara
Jangan taburkan bunga diatas api!
Jangan biarkan kami berpaling dari negeri ini!
 
 
 
Seragam Kumal
 
Duduk termenung beralaskan kayu
Menatap lembayung senja bumiku
Terlihat keringatku telah berbuah manis
Langit kelabu berganti pelangi
 
Terbesit lembaran lama terbuka
Seragam kumal itu penuh cerita
Maju tak gentar menyusuri khatulistiwa
Membentang sayap, bersatu dalam cita
 
Banting tulang bertaruh nyawa
Melempar batu pada sekutu
Masih terngiang sorak kegembiraan
Saat datang bersama kebanggaan
Menerbitkan cahaya untuk anak cucu
Agar tak terusik lagi hak negeri ini
 
Kini, pengorbanan merasa tersisih
Dulu berapi, sekarang membeku
Tiap kaki bebas berlenggang ditanah manapun
Hasil tumpahan darah bambu runcing dahulu
 
Rabitah insan lupa sang pelakon bangsa
Pemandangan harian sama
Di sisi kanan mondar–mandir tak kenal waktu
Kerumunan semut menaikan level diri
Di sisi kiri ribuan lalat kesana–kemari 
Mencari sesuap nasi
 
Kubuka jalan cahaya, kini cahayaku pudar
Hanya tepukan tak bersuara
Dimana mencari nilai penghormatan diri  
Termenung ....
Termenung dikelilingi barang berbau
Mengundang haru dibalik masa lalu
 
 
 
Teriakan
 
Suara perpecahan lautan manusia
Porak porandalah kesatuan ini
Bara api tak lagi bisa dikompromi
Jutaan jiwa menuntut hak yang hakiki
 
Gunung api akhirnya mulai meletus
Tanggul- tanggul tak bisa hadang luapan air
Matahari terbit, fajar tiba
Melangkahkan kaki 
Berharap mengantongi hasil pasti
 
Teriakan, amarah, emosi
Bercampur menjadi struktural tinggi
Kini, bukan orang asing dihadapi
Satu sejarah telah berbeda kendali
 
 
 
Nilam Sari, lahir di Bandung 04 Mei 1997. Anak pertama dari dua bersaudara. Memiliki hobi menulis puisi, jalan-jalan, tertarik akan hal baru yang positif dan suka tantangan. Kini bekerja di salah satu perusahaan swasta sebagai staff adminitrasi. Memiliki moto hidup “Belajar, berusaha, dan berdoa untuk meraih kesuksesan”. Aktif di beberapa akun media sosial contohnya dalam instagram ‘Nilam.sari252’. 
 

Terkini