Andai Aku Sanggup Menghentikan Putaran Waktu, dan 2 Puisi Lainnya

Rabu, 31 Agustus 2016 | 04:28:00 WIB
Ilustrasi. (Noirceur Sauvage/noirceursauvage.deviantart.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Andai Aku Sanggup Menghentikan Putaran Waktu
 
Seperti biasa,
Aku menikmati senja dengan kursi roda yang selalu setia menemaniku
Aku ingin meraskan betapa indahnya dunia ketika senja dengan mata terpejam
Tuhan, lihat aku!
Tubuhku mulai rapuh, kulit dan wajahku perlahan kusut
Mataku terlihat begitu sayu, dan bibirku nampak pucat
Cara berjalanku mulai tertatih-tatih, tak bisa tegak seperti dulu
Perlahan, ku buka mata ini dengan penuh paksa
Tak kusangka,
Wanita yang selama ini aku puja, hadir dengan segenggam cinta
Dia tersenyum, terihat sangat anggun
Tanpa rasa enggan, ia melangkahkan kaki untuk merengkuh jemariku
Menumpahkan segala kerinduannya
Ku gepakkan tanganku untuk menyambutnya
Namun, tiba-tiba ia menghilang
Aku baru sadar, itu hanya bayangan
Air mata ini mulai jatuh, tak mampu membendung kepedihan hati
Namun, aku berusaha tersenyum
Apakah masih ada harapan di ujung kematianku untuk memilikimu?
Menyebut namamu saja aku tak sanggup
Bagaimana aku berterus terang
Bahwa aku begitu mencintaimu
Andai aku sanggup menghentikan putaran waktu
Akan ku dekap engkau hingga Tuhan berkata ‘cukup’
Andai aku mampu menawar
Akan aku minta segala sisa waktu yang Dia berikan
Hanya untuk melihatmu tersenyum
Terima kasih,
Kau mengajarkan aku arti mencintai dengan tulus
 
 
 
Janji Suci Berubah Menjadi Duri
 
Terdengar begitu jelas di telingaku
Ketika kau melantunkan ikrar kesetiaan 
Berjanji untuk tetap tersenyum
Jika cahaya dunia mulai redup
Berjanji untuk tetap menari
Meski hujan sering kali membasahi
Berjanji untuk tetap bersama
Menikmati tawa tangis di panggung sandiwara
Berjanji untuk membangun istana cinta
Yang setiap saat ditaburi bunga kasih sayang 
Berjanji untuk setitik kejujuran
Meski itu batu yang sangat menyakitkan
Hingga tua
Hingga mata kita terpejam untuk selamanya
Namun, kini aku kehilanganmu
Kehilangan kejujuranmu
Kehilangan kesetiaanmu
Kehilangan bunga kasih sayang itu
Kehilangan senyum yang dulu selalu kau ukir di wajahku  
 Mengapa kau undang peri jahat masuk ke dalam istana cinta kita?
Mengapa kau hancurkan bangunan istana cinta kita?
Aku tidak lagi merindukan istana cinta itu
Janji suci yang begitu sakral kau lantunkan, dulu
Berubah menjadi duri menyayat hati  
 
 
 
Kau, Pohon Beringin Emasku
 
Ketika titik hujan menyambut hadirnya senja
Aku duduk termangu di teras rumah tua itu
Dulu, aku begitu bahagia berada di dekapanmu
Merasakan kembang kempis cahaya dunia bersamamu
Dulu, kau yang mengais rupiah untuk kami
Dulu, kau adalah pohon beringin emas kami
Melindungi kami dari guyuran hujan bahkan terik matahari menyayat hati
Dulu, kau adalah tempat untuk kami mencurahkan lautan kasih sayang
Namun, kini dunia sudah berbeda
Aku mencari, yang dulu kau cari
Aku menjaga, yang dulu kau jaga
Aku mengasihi, yang dulu kau kasihi
Aku memikul tanggung jawab, yang dulu kau pikul
Ayah, kenapa dulu, tidak kau ajari aku memikul beratnya beban dunia?
Agar tidak ada air mata
 
 
 
Nurul Ulfah. Kelahiran Jombang, 03 Juli 1997. Dia seoarang mahasiswi STKIP PGRI Jombang sekaligus santri di Ma’had Darussalam Ngesong Sengon Jombang. Ia memiliki keinginan besar untuk menjadi seorang penulis. Bukan penulis hebat atau terkenal. Tetapi, penulis yang memiliki tulisan bermanfaat untuk orang lain. 
 

Terkini