Pukul Dua, Tiga Garis Simpulan, Terikat Bahasa, dan 2 Puisi Lainnya

Rabu, 31 Agustus 2016 | 03:28:02 WIB
Ilustrasi. (Edvard Munch/en.wahooart.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Pukul Dua
 
Seperti cerita pukul dua
Kau dan aku, dua 
Yang berganti setelah satu yang sendiri
 
Dan aku pun memaksa tak ingin menjadi tiga
Bila tiga kenapa tak ingin empat?
 
Agar dirinya dapat dengannya 
dan dirimu tetap padaku 
kita tetap berdua//
 
A?f MI. 2016. Pukul Dua 4J-0202. Bogor
 
 
 
Tiga Garis Simpulan
 
Aku pernah berpisah
Pada daun berseri yang dititipkan pada sungai
Alirannya membawa ke tengah dan menjauh perlahan
Ketika sudah di ujung pandangan, disitu lah—
                    aku hanya bisa menaruh harapan.
Entah apa yang daun itu rasakan 
Harapan yang ku titipkan besar tak punya haluan
Apakah akan bertemu jeram lalu hanyut hilang
Ataukah akan ada bebatuan yang menghentikan hantar gerakan
Mohon— 
                    Maafkan aku.
Aku hanyalah manusia pemimpi 
Di atas daun asa yang ku tak tahu mengapa
Lalu ku titipkan pada aliran kehidupan
Di sungai sebagai jalan harapanku untuk samudera
Kamu, iya… Engkau wahai samudera
Yang amat jauh, luas, dan penuh ketidakpastian jalanan dirimu
Dan—
                    tentang harapan ku yang kini mungkin takkan pernah sampai.
 
Afif MI. 2016. Tiga Garis Simpulan 23M-2150. Bogor
 
 
 
Terikat Bahasa
 
Terikat  bahasa
hidupku bermula 
di atasnya
kertas akta 
hingga akhirnya
bersandar pada 
nisan nestapa
 
Afif MI. 2016. Terikat Bahasa 18/2. Jakarta
 
 
 
Tragedi sang Intelektual Jakarta
 
Tahukah apa arti kebebasan
Bebas segala tekanan
Bebas menyemai buah pikiran
Tiada atasnya simbol  kekuasaan
 
Pagi ini
Pertanda awal musim kita
Aktivisnya tumbang 
Muda-mudi beralmamater pun bersemi bunga
 
Tragedi sang intelektual Jakarta
Di antara politik atau kekuasaan
Menyangkal kebenaran yang dirampas
Kelam sekali lagi oleh dominansi kekuasaan 
 
Wahai kaum mahasiswa
Ingatkanlah tentang satu pilihan kita
Bahwa kebenaran mesti diperjuangkan 
Oleh jiwa-jiwa dan hati penuh keberanian
 
Wahai penggerak reformasi bangsa
Sejarah Indonesia kembali memukul dada
Serukan kata lawan
Meraih kemenangan atas hak-hak terbungkam
 
Selamat berjuang teman-teman mahasiswa
Tiada jera dalam perjuangan
Bung Ronny adalah pemenang
Salam takbirku mengokohkan semangat
 
Allahu Akbar
 
Afif MI. 2016. Tragedi Sang Intelektual Jakarta 29F-0211.  Bogor
 
 
 
Percuma
 
Nampaknya ku percuma 
               menyajikan kertas kehidupan
               di bawah rintikan hujan 
               yang ku berharap banyak bubuhan 
               bercak bercak sejuknya kebahagiaan
 
Nampaknya ku percuma
               membuat bingkai makna
               pada hiasan laman lama
               yang kiranya ku dapat merasa
               keindahan dari buangan asa
 
Nampaknya ku percuma
               menyapa swara yang ada di balik pintu
               dengan hati yang terus dibalas kelu
               dan apa yang ku terima hanyalah pilu
               lalu ingin ku tanyakan dimana malu mu
 
Semua yang ku buat terasa percuma
pasir garam terhempas sia sia
makanan ku terus melulu racun tak berasa
yang membuat hampa
yang terhina
yang mengiris segalanya
memincangkan teguhan pikiran di kuala
membutakan mata
melumpuhkan seisi kepala
dan aku yang tak lagi berdaya 
hingga terbisu melanjutkan kata: kata.
 
Afif MI. 2016. Percuma 31Jl-0536.  Bogor
 
 
 
Muhammad Irfan Afif. Lahir di Jakarta pada 22 Mei 1997. Mahasiswa Institut Pertanian Bogor yang sedang menempuh tingkat dua di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Untuk sementara, alamat tinggal saya di Bogor berada di Perum. Taman Dramaga Permai III, Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan di luar akademik, mengikuti kegiatan sosial dan pengembangan masyarakat Rumah Harapan BEM KM IPB untuk mengajar di sekolah dasar dan Railfanning (pecinta kereta api) untuk menyalurkan hobi hunting fotografi dan travelling.  
 

Terkini