Tuhan Peluk Aku, Mentari yang Hilang, 25 Mei 2016, Gadis Manisku, Sandiwara

Rabu, 31 Agustus 2016 | 02:31:34 WIB
Ilustrasi. (Megan/fineartamerica.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Tuhan, Peluk Aku
 
Tuhan
hidupku tanpaMu tidak ada artinya
engkau selalu ada bagiku sebagai pelita
memberikan arti dan makna
Tuhan
peluk dekap hidupku ini
aku tidak mau jauh darimu
aku tidak mau jatuh kelumpur yang curam
aku butuh engkau disetiap hidupku
Tuhan
hanya engkau yang mengerti
yang mampu menghibur hatiku
hanya engkau yang setia bersamaku
Tuhan
Aku hanya manusia yang ingin menjadi lebih baik
menjadi manusia yang sadar akan penciptanya
 
 
 
Mentari yang Hilang
 
Berjalan mengitari alam yang ada
mencoba dengan menutup mata
menikmati hempasan angin malam
merasakan udara yang sedang masuk kedalam lubuk hati
seakan memberikan warna-warni dalam hidup
menghiasi seluruh kehidupanku
hingga mengerti akan semuanya
kau mentari yang selalu menjadi penyemangat hidup
menjadi pelipur lara dalam hidup
hanya mimpi sesaat nanti
menghilang ditelan bumi
telah pergi dan tak kembali lagi
hanya meninggalkan sebuah kerinduan
kerinduan yang mendalam
dalam hidup selamanya
 
 
 
25 Mei 2016
 
Air mataku menetes mendengar bisikan angin padaku
tak kuasa mendengar suara ambulan
seakan memberikan tanda kabar duka padaku
ku pandang sekumpulan orang sudah mengelilingimu
ku temukan engakau berbaring tidak bernyawa
ku temukan badanmu kaku tidak berdaya
air  mataku  pun  mulai  menetes  perlahan-lahan  membasahi pipiku
aku tak percaya seakan detak jantungku berhenti melihatnya
aku tak kuat, aku tak mampu menghadapi ini
aku pandang semua di sekelilingmu
mereka teriak memanggil namamu
kau pergi seakan tidak memberikan kabar
tanggal 25 mei 2016 adalah tanggal perpisahan kita
tak pernah kulihat lagi wajahmu
tak pernah ku dengar lagi canda-tawamu
tak pernah ku dengar lagi suaramu
kini engkau Tanpa merasakan sakit
mungkin sudah saatnya engkau bersama Dia
di surga
 
 
Gadis Manisku
 
Kau tersenyum tersipu malu
ketika melihatku datang
dengan berjuta harapan
tangan mungilmu meraih gengamanku
hingga aku tak sadar berdaya
bibirmu merabun sejuta kasih
kau ajak aku masuk dalam kehidupanku
kau rayu dengan kasih sayang
gadis manisku
kau datang dengan kisah-kasih cerita
hadir di bayanganku
membawa bayanganku
pergi ke lubuk hatimu
 
 
 
Sandiwara
 
Semula jiwa satria menggurat wajahmu
wibawa santun dengan senyum di kulum
mampu menghalau mega mendung
saat bendera berkibat di pusat- pusat kota dan desa
menebar pesona bak jaring laba-laba
demi meraup suara
mataharimu kau gapai
dengan jurus tarian ular gemulai menjadi calon dewan
yang lihai bermain sulap
karenanya bajumu banyak
diolesi minyak wangi
mata dan hidung rakyat muak
ketika mencium bau busuk di tubuhmu
 
 
 
Otniel Wijaya Napitupulu. Saat  ini berprofesi sebagai seorang mahasiswa di Universitas HKBP Nommensen Medan, jurusan Bahasa & Sastra Indonesia. Prestasi yang  pernah  diraih  adalah  mendapat penghargaan  Lomba  Debat  Bahasa Indonesia seluruh  Universitas Sumatera Utara  dan  mendapat  beasiswa PPA dari Dikti. Aktif dalam Komunitas Badan  Eksekutif  Mahasiswa Fakultas, Pusat informasi & Konseling Remaja & Kata Sastra. Pada saat ini penulis sudah menerbitkan buku yang berjudul Prasasti Kehidupan.
 

Terkini