Cerita Malam Sebelum Kelam, Zaman yang Semakin Mabuk, dan 3 Puisi Lainnya

Rabu, 31 Agustus 2016 | 01:32:57 WIB
Ilustrasi. (Elisa Alvarado/etsy.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Cerita Malam Sebelum Kelam
 
Rasa terbelenggu masa yang kian mengadu
Membuncahkan kebebasan yang meruncing
Terbiar oleh kekuatan zaman
hingga memporakporandakan pondasi diri
Langkah dilepas selepas-lepasnya –
tak tau arah tujuan
 
Malam serasa makin kelam
Sepasang bola mata menikmati malam
hingga terjengkan ke dalam kelam
 
Deruan angin menjadi pembelah
yang tak mampu memisahkan
 
Rasa terbelenggu masa yang kian mengadu
Jauh sebelum malam mengenal kelam
Hanya lelap yang menyelesaikan
Cerita malam sebelum kelam
 
Padang, 21 Mei 2016
 
 
 
Zaman yang Semakin Mabuk
 
Ini zaman semakin mabuk
Kerap meneguk setan 
hingga terjebak dalam kungkungan akal
Meronta sendiri, kemudian
terkulai sendiri
Meratapi diri yang kian menyendiri sendiri
 
Membiar setan berlalulalang di mabuknya zaman
Serasa itu kenikmatan yang tertancap
Tertancap hingga beranakpinak dan
berkembanglah setan pada zaman
 
Terlentang di zaman ini
Membuat bola mata makin memerah
Bahkan kelopak pun hangus 
 
Sujud di zaman ini
Debu di rumah kosong
yang kian hari makin menebal
 
Zaman ini semakin mabuk
‘kan terduduk jatuh
Terperosok Ke lubang hitam
hingga zaman ini berpulang
 
Padang, 22 Mei 2016
 
 
 
Petir Penghapus Jejak
 
Hujan menghapun jejak rindu –
dulu kurawat dengan sendu
Tak kuasa menahan 
Menghilang dan menguap pada sang waktu
 
Dari kejauhan 
Kuamatai jejak demi jejak
yang telah berganti rupa
Seakan derita yang menghampiri rasa
Entah kenapa?
 
Terukuir jejak derita padampundak jiwa
Tergopoh-gopoh menahan hawa
hingga durjana
 
Seketika petir menyambar
Hilang segala jejak
Pun jiwa
 
Padang, 24 Mei 2016
 
 
 
Kau Berpulang di Balik Awan
 
Bulan, kau pertama dalam jamuan
Menikmati kenikmatan langit
dalam balutan kerlipnya bintang
Menyusuri sudutsudut ruang kota
Kau pertama
Hingga terbenamnya usia
 
Bulan, kau menapaki malam
seorang diri tanpa alas kaki
Tak jemu hingga berulang kali
 
Nyanyian jangkrik membelah kesunyian
Tersentak dalam lamunan tak bertepi
 
Bulan, kau beranjak tinggi
Kegelapan langit tampak memudar
Terbangun dari igauanigauan malam
Hingga di balik awan kau berpulang
 
Padang, 24 Mei 2016
 
 
 
Cinta Itu Derita
 
Cinta itu derita
yang terkapar di langit senja
Menghembuskan kepulan asap
menuju langit dan hilang tertiup angin
 
Kesumat di dada dilampiaskan
pada sebuah cerita yang di dalamnya jiwa
Seonggok cinta bertaburan
hingga tercerai berai tak berbentuk rasa
Berkelana mengemasa cerita
Tentang derita berupa cinta
 
Cinta itu derita
Tersengat aliran listrik
Hingga hangus tak berupa
 
Terkapar begitu saja
Menikmati derita berupa cinta
Dengan senja kuterlupa
 
Padang, 27 Mei 2016
 
 
 
Zul Adrian Azizam, lahir di Padang, 31 Mei 1993. Ia merupakan alumni STKIP PGRI Sumatera Barat, jurusan Pendd. Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia telah menerbitkan tulisannya di media cetak dan dalam beberapa buku antologi bersama berupa cerpen dan puisi. Tidak berpuas diri hanya tergabung dalam antologi bersama, ia kemudian menerbitkan Antologi Puisi tunggal “Setandan Titik” pada tahun 2016 melalui penerbit Sinar Gamedia. Penulis dapat dihubungi melalui facebook: Zul Adrian Azizam dan surat elektonik: zuladrianazizam1@gmail.com
 

Terkini