PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Pahlawanku, Raga Indonesiaku
Seragam loreng baluti raga pejalmu. Suara hati harap kibarkan sang saka. Merayap, menerjang, memburu musuh, hingga terpental tak bernyawa. Asat mensiasati. Berlumuran darah di raga tanpa gentar, harap merdeka.
Lontarkan martil, bom, serta peluru beterbangan di langit jingga. Gumpalan asap menggempul pada dada yang sesak. Bara semangat maju menjemput ibu pertiwi. Terjal bukit tak sua, dalam jurang tak rasa, desingan bedil tak dengar.
Bait doa di ujung sajadah. Mundur mati, maju mati said, menang harga mati. Mati, mati, maka matilah dalam perjuangan kemerdekaan.
Pejuang, pejuangku gagah perkasa. Aliran darahmu seteguk dalam sabda. Ikrar sumpahmu menggema di jagad Indonesia. Kan kukenang, takkan kulupa, hingga kita bersua di surga.
Padang, 17 Agustus 2016
Indonesiaku Patah Arang
Tatap sang saka merah saga. Kibarmu di ujung cakrawala. Tarian, simak, dan selami rakyat yang derita. Ragam bahasa dan adat terbentang di jagadmu. Menyatu dalam pemukiman penuh desak, lapar, dan nista.
Sumilir angin menjelma badai. Menampar wajah yang gelap, habis akal, tidur tak lelap.
Bumi pertiwi satu dalam raga. Sejenak ubah pikir yang salah, meluruskan yang telah berkecamuk, menjajaki yang terjajah manisnya sapa. Membalikkan fakta menjadi permainan merdeka. Pangkat dan dasi pucuk kehakiman. Hingar-bingar politik partai jelmai setan. Rakyat tanggung segenap dosa, Tuhan tak lelap, tangis bayi menggetarkan kalbu.
Wahai bapak penggengam Indonesia raya, akankah kemiskinan bertunas di tiang bendera sang saka?
Padang, 08 Agustus 2016
Rembulan dan Senja Pecah di Wajahmu
Pernah sepotong senja di wajahmu. Apakah perihal sengaja atau takdir semesta. Pernah sepenggal cerita yang akan abadi dalam dekap. Selembar usang yang pernah tertulis indah dalam goresan tinta. Wahai pucuk-pucuk remang tersayup angin. Bianglala setelah hujan beranjak pergi. Mungkinkah kamu? Apa gerangan? Hal yang ditakuti senja melepas malam dalam sunyi. Sapalah jika berkenan dalam ilham yang ciut. Tersenyumlah jika pantas di sambut pagi yang cerah.
Rembulan pun pecah di wajahmu. Membelah langit mataku, tumpah-ruah ke sekejur rasa, dan menyatu dalam suka. Menari-nari dalam asa, bernuansa cinta. Bergejolak pelipur lara, ingin jumpa.
Esok menyingkap lagi bersama sang surya. Bertukar rona dan parasnya. Senyum tipis di bibir manismu, molek lenggokan raga sinta, membeliakkan mata romeo dan perjaka. Nun, dipandang hingga dikau tiada diselimuti bukit barisan.
Dan, malam menjemput kenangan. Sekujur ragaku penuh cinta, napas-napas surga, dan impian penuh bara pesona. Aku panjatkan doa seribu bahasa. Semoga aku menjadi pujangga, memenangkan peperangan soal rasa. Dan, kita abadi dalam istana yang megah.
Padang, 10 Agustus 2016
Rindu dalam Bait Doa
Onggok tabir dalam tasbih. Simpul sujud rindu pada bulir sudut mata. Bait doa pada Ilahi, benamkan rasa di dasar kalbu. Syahdu desiran detak jantung ingat raut rekah senyum. Nada kasih paksa waktu enggan berlalu. Dentingan tik tak jarum jam sesakkan hati. Harap pagi menjemput.
Buliran embun basahi kelopak mata penuh hasrat jumpa. Langkah kaki sayup-sayup lantah. Lunglai merangkaki puzzel hati. Labirin rasa, asa, bercampur satu. Resah dekapkan raga yang lemah. Esok menjelma nyata.
Sihir malam pesona hinggapi wajah. Dingin rasuki tubuh gigil. Dikau menghantui, bayang serta kabut menjelma ngeri. Rerintik hujan basahi rindu yang kunjung jadi.
Padang, 22 Agustus 2016
Tunas Rindu Pada Kesunyian
Tunas rindu tumbuh pada dahan hati yang bersuara. Disirami hujan semalam, kala pagi menjemput bulir embun hinggap. Cercah cahaya mentari pagi tersingkap di ufuk utara. Sinar terangkan hati yang berbunga. Subur.
Rekah senyum bulir bibirmu, rasuki keheningan, hantui senja, malam, dan dini hariku. Sergahan nada tawamu menggema di sudut kamar. Bait sajakku tak lagi daya berucap nyinyir. Tak sanggup berikan waktu yang berlalu. Alunan sepi bertajuk rindu.
Malamku hinggap pada dahan rindu yang tumbuh pada kesunyian.
Padang, 14 Agustus 2016
Redovan Jamil. Lahir di Padang Benai, 10 Mei 1993. Sedang menempuh perkuliah di Perguruan Tinggi Sumatera Barat, jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Perihal menulis; terapi rasa dalam bait-bait sajak.