Kubisu Mendekapmu, Kau di Dalam Puisi, Jangan Kaku, Penyair dan Pencinta, Selebihnya Milikmu

Rabu, 31 Agustus 2016 | 00:50:28 WIB
Ilustrasi. (Adeniyi Adeyi/artsetter.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Kubisu Mendekapmu
 
Terlalu jauh aku mengitari dunia
Merangkai serpihan kasih
Menjelajah kisah diatas kertas
Kujadikan kau sebagai tokoh terangnya cahaya
Ooh iya...
Terbesik suara angin mebawa wangi tubuhmu
Biar kunikmati sedikit belaian hangatnya
Kujadikan kau secangkir asmara
Teruslah tumbuh 
Hingga dahangmu sebagai persingahan
Tempat perkicauan para burung
Hingga nampak warna kehidupan pada buah manismu
Bayangmu menyusuri malamku
Saat penaku menari-nari ria
Membasahi sucinya kertas itu
Goresannya tak melukai sebab tertulis indah namamu.
Memberikan sedikit kecupan pertanda kasih sayang 
Anugerah sang pemilik cinta
Rasa ini mulai membara andalan
Kian matamu bercahaya kebahagiaan.
Tak tersisa sedikitpun tentangmu di sajak ini
Sebagai dewi ditaman surga sana
Menemani sepi senyap malamku
Aduhai syahdunya.
Aku bersyukur mengenalmu
Bisupun bercerita saat ini tetang dirimu
Sampaikan terima kasihku pada ibumu
Telah melahirkan anak yang begitu aku cintai.
 
Gowa, 12 Juni 2016
 
 
 
Kau di Dalam Puisi
 
Kata tentang bayangmu kini menjadi kalimat
Titik di setiap baitnya membuatku merindu
Ingin kubaca ulang dalam hangatnya pelukan
Karena engkau didalam puisi.
Kini membuatku tidak merasakan tidur sepanjang malam
Rasanya ingin aku disana
Kemana saja pandanganmu bermain
Di ujung cemasku kutabur dalam angan.
Kau masih dibelai rasa sayangku
Aku masih berdiri diruang sadar
Kaulah sekuntum bunga yang masih kurawat
Walaupun tangkanya melukai, tapi kau masih sajah kujadikan subur.
Karena kau didalam puisi
Aku masih membacamu
Raga ini tak mampu menjagamu
Sebut saja itu pecundang.
Tiap bait do'aku berkalimatkan pintaku kau dipangkuan-Nya
Sebut saja itu iyalah cinta-Nya
Karena kau tak disisiku dan kau  masih didalam puisi
Izinkan aku bersamamu didalam puisi.
Agar aku masih untukmu
Dalam tiap baitnya.
 
Gowa, 18 Juni 2016
 
 
 
Jangan Kaku
 
Sesungguhnya aku masih di garis yang sama
Hanya saja kupikul sekarung rindu untukmu
Ini bukan perbuatan anarkis
Melainkan melarat tanpa kabarmu.
Di pikiranku terpaksa menemuimu
Penghuni satu-satunya di dalam hati
Ke dalam kata yang menjelma batinku
Saat jemariku kini temani bayangmu bercumbu.
Jarak hanyalah waktu
Karena waktu tertentu kadang imaginasiku gugur 
Juga menghilangkan wujud mayamu
Hanya saja tetap kujaga bayangmu di antara kata.
Pulanglah malam sudah larut
Mengapa bimbang melangkah pulang
Itu kalimatmu
Kuterjemah di atas kursi kayu dengan sucinya air mata.
Jangan kaku
Kiranya ada hal yang patut kau ketahui
Maafkan diriku telah mencintaimu sejauh ini
Hanya saja kupilih jarak jauh.
Juga tak perlu ragu
Jika sewaktu-waktu kau menghilang dariku
Sebab hanya dengan memejamkan mata
Ragamu sekejap pun tiba.
 
Gowa, 22 Juli 2016
 
 
 
Penyair dan Pencinta
 
Kau tak akan tahu
Sedihku terisak dalam mimpi hingga pagi tiba 
Berdiri mesra keluh di bibir
Aku mencoba helai demi helai, bermimpi menyihir kebahagian denganmu.
Mari jaga rahasia ini 
Roh penyair dan roh pencinta
Mengembara dalam tubuhku, sebab tiap kali kutatapmu
Telah kulihat bersemayam surga di lembah matamu.
Aku telah terjatuh jauh kedalam jurang hatimu
Hindari aku selama perlu
Sebisa mungkin, agar tak terucap kata benci darimu
Apa yang menikam diam.
Fikiran berkalung cemas 
Bila kau ucapkan yang aku tahu 
Kata adalah ruh dan keajaiban
Keriangan dan kesedihan.
Lalu aku menjadi pecundang 
Masih merasakan lidah kaku
Tangis pekik pedih kujadikan pesta
Menari bernyanyikan air mata.
Kau tak akan tahu 
Perih mengiris isi dada 
Melumatkan seluruh senyum
Membekapku dalam pekat sunyi.
Bila juga kau tak mau tahu, aku mencintaimu
Sempurna duka cita menelan sedih 
Mengubur aku dilubang perih bisu
Maka pilulah semua waktu.
 
Makassar, 23 Juni 2016
 
 
 
Selebihnya Milikmu
 
Masih berjalan di tepi jurang asmara
Kuikat bayangmu dalam syairku
Irama suaramu masih mewarnai batinku
Kusiasati hangatnya aroma rindu, layaknya kau masih utuh disisiku.
Ragaku beku menjelma nada lisanmu
Rasanya aku tak mampu melangkah pergi
Kalimatmu membuatku bungkam tanpa kata
Telah kujahit diantara kata yang terucap dari bibirmu.
Selebihnya milikmu
Kau boleh mengambil semua dariku
Cukup sisahkan waktu untuku
Mencintaimu adalah bahagiaku, erindukanmu adalah sakitku.
Selebihnya milikmu
Jika kau tak mampu menganggapku ada
Kiranya diam pun adalah jarak
Jika hadirku adalah beban untukmu
Berdoalah pada tuhanmu.
Agar aku tergantikan dan menghadirkan cinta yang lebih kuat dariku
Aku ada untukmu
Hanya saja kujalankan titipan tuhan kepadaku.
 
Gowa, 28 Juni 2016
 
 
 
Iwan Mazkrib, biasa dipanggil Iwan atau Mazkrib. Lahir di Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 27 Juli 1993. Sekarang tinggal di Jln. Poros Malino, Kabupaten Gowa untuk melanjutkan studi di salah satu perguruan tinggi yakni Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan, Fakultas Syari'ah dan Hukum semester 5 dan mengikuti salah satu lembaga seni yakni UKM SB eSA dengan cabang seni sastra. 
 

Terkini