PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Gawai Rindu
Menetap jiwaku bersama deburan laut yang kian menderas
Terpana aku pada dada langit yang merintikkan kedamaian
Teringin aku mewaktu abadi bersama detak jantungmu
Mengitari orbit bumi ini hanya berdua saja
Meski aku tahu bahwa kau hanya fatamorgana
Yang tak mungkin bisa kuraba dan kunikmati sepanjang masa
Namun tak kan kubiarkan kau meredup dalam doaku
Kau selalu abadi dan menjadi hela nafasku
Hingga saat cinta saling beradu
Gawai rindu itu melekat erat pada lenganku
Setiap rembulan datang aku memetiknya penuh harap
Kemudian melodi cintanya akan menyesakkan rongga dada
Merindumu memang sakit dan tidak merindumu lebih menyakitkan
Sampai pada akhirnya, kuabdikan jasadku
meniduri gawai rindu yang mendendangkan janji cinta
Strata Cinta
Saat mata bersatu meneriakkan cahaya kekaguman
Saat lengan teringin memeluk harapan
Saat hanya rimbun rindu yang hanyutkan jiwa
Yang tak tertahan meski badai menghantam
Padanya aku mengaku kalah dan salah
Segala tutur yang dilontarkan membenarkan semestaku
Ia bercinta dengan strata tingginya bukan denganku
Mengembara menabur benih cinta di ladang strata lain tapi sia-sia
Ia terhempas jauh dari langit yang didamba
Kini sendu kekecewaan menggelabuti hatinya
Yang dilakukan hanya mengadu amarah
Betapa tidak berharga strata jika ia mencinta
Tidak mungkin ia sanggup menyatukan rasa
Bila rumus cinta terdapat strata
Lantas, bagaimana denganku yang tak berstrata
Itu artinya aku hanya akan mati tanpa cinta kurasa
Nyanyian Kabut
Sehelai pelangi berjingkat dibawah rinai
Rintiknya menanggalkan tetesan kerinduan
Sepertinya langit enggan membagiku akan kisahnya
Sedang dengan kabut bersedia ia mendendangkan syairnya
Tetes air berpendaran di seberang jalan
Mendinginkan jiwa di semesta yang sedang merindunya
Meski awan pitam akan menggumpalkan gelap
Dan kelam terkatung-katung bersama kesunyian
saling melemparkan dingin
Namun nyanyian kabut memadamkan dinginnya
Dan saat hangat bercampur kedinginan
Maka mulailah kabut bernyanyi dengan riangnya
Partikel-pertikel kecilnya terlepas menerbangkan kerinduan saat senja
Atau bahkan menjadi titik-titik embun saat pagi tiba
Balutan Tasbih Cinta
Dentum waktu berjalan semestinya
Semesta mengurai kisah pada satu nama
Dalam diam aku bercerita tentang sosoknya
Mengagumi sang permata jiwa
Aku menadahkan kerinduan pada setiap doa
Merayu pada sang maha untuk mempersatukan
Aku akan bertahan dalam kesucian
Menjemput dikau dalam sepertiga malam
Menjadi pendamping kalbu
Meskipun menantimu mencabut ilalang
Hembusan nafas cinta yang aku desahkan
selalu abadi dalam balutan tasbih cinta
selamanya bersama sang maha cinta
Menanti dalam Derita
Tatkala semburat embun menghangati
Aku terlelap pada bangku penantian suci
Hadirmu akan obati jiwa lebam ini
Pelukmu akan merekahkan kedamaian pada hati
Aku duduk diantara rerimbunan harap sepanjang hari
Aku mengamati malam yang kian mendekati diri
Aku tak terhenti untuk menanti
Tapi kini bungamu sengaja telah kau bagi
Teganya hatimu mengkhianati
Kau beri aku sejarah kepedihan penuh misteri
Padahal kulewatkan malam untuk bergeming menanti
Pada sajak yang memilukan ini
Akan kuakhiri penantian dalam derita hati
Aris Mulyani adalah salah satu mahasiswa di Universitas Negeri Semarang. Dilahirkan di Jepara pada tanggal 21 Mei 1997. Ia mulai hobi menulis dan mencintai sastra ketika duduk di bangku perkuliahan. Beberapa karyanya telah diterbitkan dalam beberapa antologi puisi. Ia berharap bisa terus berkarya untuk negeri.