Matinya Sejarah, Kota yang Dekil, Kauakui atau Tidak, Manusia Masa Kini, Terlindung Mendung

Selasa, 30 Agustus 2016 | 06:31:30 WIB
Ilustrasi. (Aceo Art/terapeak.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Matinya Sejarah
 
Truk-truk itu berledakan
Puluhan nyawa berhamburan
Kulit, daging, tulang, dan semuanya terbakar
Bau sangit menyengat langit
Tercium anyir tanah telah penuh darah.
 
Kusaksikan itu tujuh puluhan yang lalu
Saat sekutu memporandakan negeri ini
Karena tanah penuh dengan genangan darah
Sejarah telah melahirkan Indonesia.
 
Waktu ke waktu, peradaban pun berganti
Kini penjajahan terulang lagi
Penjajah dari negeri sendiri
Anak-anak yang memperkosa ibu kandungnya.
 
Balikpapan, 20I6.
 
 
 
Kota yang Dekil
 
Kota ini tumbuh dari percik-percik harapan
Jutaan orang sengaja jajakan keringatnya
Di kantor-kantor, pasar, terminal, dan kolong jembatan.
 
Kota ini tumbuh dari ketiadaan
Lalu berbondong-bondong menodongkan nasib
Yang terampas oleh kegetiran desa
Ketika kita mulai buta.
 
Kota ini tumbuh dari riuh
Jenuhnya pengangguran
Membangkitkan mereka mendatanginya
Memblokade ruang dan persimpangan
Menentukan arahnya masing-masing.
 
Ternyata, kota ini begitu dekil
Banyak orang kerdil, jahil, dan tengil
Banyak tingkah dan usil
Mengotori kota dengan segala dosa.
 
Balikpapan, 20I6.
 
 
 
Kauakui atau Tidak
 
Kauakui atau tidak, aku lahir di sini
Kauakui atau tidak, aku hidup di sini
Kauakui atau tidak, aku besar di sini
Lama kuhirup udara kebebasan Republik ini.
 
Kauakui atau tidak, t’lah kuciumi tanah ini
Kauakui atau tidak, aku pernah berperang
Kauakui atau tidak, cintaku meliputi langit dan Bumi Indonesia
Ku’kan selalu menjadi bunga yang wangikan Nusantara.
 
Kauakui atau tidak, bagimulah hidup-matiku.
 
Balikpapan, 2016.
 
 
 
Manusia Masa Kini
 
Sepanjang Siak, Kampar, Rokan, dan Indragiri
Masih lebih panjang liku perjuangan hidup ini
Saat deruku mencapai Pekanbaru
Meraungi ruang yang penuh dengan tipu
Manusia bersekutu dengan batu
Keras, angkuh, dan beku.
 
Kalau tahu ‘kan seperti ini
Kupilih hidup di masa perang paderi
Menghalau penjajah bersama Tuanku Tambusai
Menang terhormat pertahankan harga diri.
 
Apa hebat sekarang ini
Perang antar saudara sendiri
Saling hujat dan caci-maki
Harus ada yang mati
Aku tak sampai hati
Menyaksikan tawa di genangan darah anak-anak negeri.
 
Balikpapan,2016.
 
 
 
Terlindung Mendung
 
Bulan mengambang diterjang gamang
Malam beringsut mendekap penat
Terpampang kengerian  melingkar jasad
Sedang jiwa merasa laknat
 
Ketika hidup semakin sarat.
 
Desau angin menggenggam mantra
Gemercik air membungkam tanya
Senyap menyapa mengantar duka
Mengurungkan segala cita.
 
Membayangkan masa depan
Samar, terlindung mendung
Di luar, gelap kian mengental
Tak jelas kapan fajar menjelang.
 
Balikpapan, 2016.
 
 
 
Arya Argaseba adalah nama pena dari Muji Maryanto. Lahir di Trenggalek, Jawa Timur, pada  19 Oktober 1977. Sekarang Penulis bertempat tinggal di Perum. Graha Indah, Blok C-2/ 24, RT: 54, Graha Indah, Balikpapan Utara, 76126, Kaltim. Penulis bisa dihubungi via e-mail: aryaargaseba@gmail.com, akun FB: arya.argaseba@facebook.com. 
 

Terkini