Buntu, Lima Tahun Lalu, Mimpi Bermimpi, Kembali dan Pergi, Dia Ada

Selasa, 30 Agustus 2016 | 02:52:01 WIB
Ilustrasi. (Arturas Slapsys/astronomind.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Buntu
 
Air kebingungan
Kemana akan mengalir
Ke kanan ia tak yakin
Ke kiri ia tak ingin
Bila kanannya miring
Itu bisa berguling
Bila kirinya guling
Tentu itu miring
Melaju ke depan
Ia ingin ke kanan
Berbelok ke kanan
Patutlah lihat depan
Apa macam keadaan
Tak ada tujuan
Padahal ia miliki
Besar sejuta mimpi
Dalam benak terangkai
Yang setiap hari
Selalu ia doakan
Berharap jadi kenyataan
Tuk raih kebahagiaan
Bagi yang teristimewakan
Di dalam kehidupan
Bagi yang terhembuskan
Serta dalam pernafasan
Dan lalu
Kemana jalan itu
Seolah buntu
Padahal ada pintu
Seolah rancu
Padahal masih satu
Air butuh sinar
Oh apakah sinar
Sinar yang benar
Darimana memancar
Sumber yang gencar
Bagaikan dunia abadi
Terselipkan banyak budi
Yang pasti nan berarti
Ia masih sendiri
Di ruang ini
Nampaknya masih sepi
Kesana kemari
Belum ada yang pasti
Ia masih di sini
Dalam pilu hati
Hanya bersama-Nya
Kini ia bersandar
Memohon ketenangan
Memohon ketentraman
Memohon tuntunan
Dalam keadaan
Yang sangat membingungkan
 
 
 
Lima Tahun Lalu
 
Wajah itu yang slalu ku pandang
Senyum itu yang slalu ku mekarkan
Panggilan itu yang slalu ku tunggu
Genggaman itu yang slalu ku nanti
Denganmu, hanya denganmu ku rasamu
Tanganmu kau pertahankan
Demi aku yang satu-satunya untukmu
Berdiri dalam sulit itu
Menantiku sepenuh hati
Teringat ketika berjalan bersamamu
Ketika untaian tali sepatuku terlepas
Ku abaikan itu agar langkah kita tak terhenti
Dan nyatanya kau menghentikan pula
Memberiku waktu tuk memulai lagi
Merangkai tali sepatuku
Dalam jalan yang sangat riang
Seolah kaulah tiang
Menutupiku dari panasnya mentari
Yang terlihat iri dengan kita
Berjalan bersama dalam pancarannya
Oh terima kasih, men...
Mungkin kami terlalu mengakrabimu
Sebab kami sedang terlelap
Dalam hamparan bukit berbunga
Yang entah sejak kapan munculnya itu
Semoga kau terbiasa dengan kami
Yang mungkin akan lebih hangat
Dari sinarmu yang kini semakin memanas
Tapi kenapa kau pergi kemudian
Tak senangkah kau melihat kami
Atau ketakutanmu dengan hitamnya awan yang itu
Yang memaksamu tuk menyingkir
Oh tidak, ku kehilangan
Kau yang dulu mengawali kami
Dengan pancaran di siang itu
Adanya kau menghadirkan dia sebagai tiang waktu itu
Bagaimana tak ku ingat awal itu
Ketika dia menghentikan langkah
Memberikan waktu bagiku
Dan nyatanya dia kini benar-benar
Menghentikan segala langkah kami
Bukan tuk memberiku waktu
Bukan tuk berdiri seolah sebagai tiang
Tapi dia mengambil seluruh waktu yang dulu
Dia pula merobohkan tiang bagiku 
Tak mengizinkanku tuk memulai lagi
Tak ada lagi panas sebagai alasan
Bagi dia tuk menjadikanku
Sebagai sesuatu yang satu-satunya
Tak ada lagi hati yang penuh
Menantiku dalam segala sulitnya
Namun takkan pernah kusesali
Setidaknya, aku pernah menulis
Kelelapan dalam hamparan bukit berbunga
Dengannya, lima tahun lalu
 
 
 
Mimpi Bermimpi
 
Berdiri, memang aku berdiri
Berlari, kencang aku berlari
Kupikir aku tengah berpindah
Tapi nyatanya aku tak kemana-mana
Senyap tak berdering
Terasa ada yang berat
Di sebelah mana
Entah tak dapat kupastikan
Bebas, memang aku bebas
Bermimpi, indahnya aku bermimpi
Bermimpi dalam kebebasan mimpi
Terlalu kuat jiwa ini
Menahan segala mimpi
Yang seharusnya bukanlah menjadi mimpi
Yang seharusnya bukanlah menjadi arti
Jemari ini sungguh tak henti-henti
Menari dalam mimpi seperti itu
Terkadang cerah, kemudian hujan
Hujan itu tak seorang pun menyambutnya
Oh tak seorang pun melihatnya
Dia turun tanpa ada yang tahu
Hujan menangis dalam derasnya tangis
Ingin memanggil kemudian mencair
Meluap segalanya dalam suasana tak nyata
Yang hanya ia gambar di balik fajar
Sejak itu suram bersembunyi
Di balik terangnya mimpi
Yang tengah bermimpi
 
 
 
Kembali dan Pergi
 
Dengarkah?
Hai kau yang selalu kusebut di tiap doaku
Merasakah?
Hai kau yang masih selalu kurindu
Samakah?
Hai kau yang selalu hadir di mimpi indahku
Indahnya mimpi itu karena adanya kau
Buruknya mimpi itu karena itu berarti
Bahwa ku semakin merindumu
Kenapa ku merasa buruk
Dengan segala rasa rindu ini
Kau tak tahu
Iya kau tak pernah tahu
Bahwa aku selalu merasa seperti itu
Hasrat untuk selalu bersama
Denganmu, disitu ada kita
Kita yang ku mau ya kau dan aku
Rasanya ingin selalu memandangimu
Meski rasa takut itu selalu ada
Ya rasa takut bila nantinya
Ku akan terlena dan jatuh
Jatuhku dalam cinta yang lama
Padahal itu sangat indah
Tapi tetap saja ketakutan dan keresahan yang kurasa
Kuingin kau bertanya padaku
Apa hal yang membuatku takut
Kenapa ku merasa takut
Hei, sebab ku tak tahu
Samakah yang kau rasa
Pernahkah kau merasa yang sama
Maukah kau menerima apa yang kurasa
Yang ku takut pula
Bahwa kau kan pergi, lagi
Sudah terlalu sering
Ku melihatmu berlari dariku
Ku melihatmu jauh dariku
Dan pada akhirnya
Kau kembali lagi padaku
Dengan alasan yang sama
Dengan sebab yang serupa
Kau membutuhkanku?
Tapi rindu pun tak pernah kau ucap untukku
Serasa ada tembok yang kokoh
Berdiri dalam ketidakadaan
Tak berwujud namun sangat terasa
Entah itu tembok yang kau bangun
Ataukah tembok yang bersama waktu telah berdiri
Ini buruk, ku kembali lagi 
Dalam keadaan yang tak seharusnya aku ada
 
 
 
Dia Ada
 
Dunia yang gelap
Tiada cahaya memancar
Oh tidak, lentera kami
Lentera mulai lemah
Mungkinkah dia lelah
Yang dengan susah
Lenyapkan segala gelisah
Mengukir sebuah wajah
Yang tak terarah
Kemudian ada yang menyala
Api kecil entah darimana
Sangat kecil terlihat
Kemudian mencoba menghampiri kami
Sangat berhati-hati dia merambat
Tampak penuh pertimbangan
Atas segala jalan yang akan dilaluinya
Terasa lama dia tiba pada kami
Dan sesuatu aneh terjadi
Takjub kami tak terkendali
Beberapa api dari arah lain
Mulai menyala dan mengikutinya
Seribu mil kemungkinan
Ketika mereka hampir sampai
Mencapai tempat kami berada
Seember air memadamkan mereka
Oh ini gawat
Bukan seember
Itu ada puluhan ember
Mencoba memadamkan sekumpulan api tadi
Kami bingung, ketakutan menyelimuti
Barangkali gelap yang itu
Semakin dekat dengan kami
Sebab lentera pun mulai memadam
Kemudian pujian suci terlantunkan
Dari kami kepadaNya, Sang Gusti Agung
Kami berserah atas keadaan ini
Mungkin Dia lebih tahu yang terbaik bagi kami
Tetap kami memohon kebaikan kepadaNya
Maha Besar, Maha Pengasih
Sungguh Dia mengizinkan
Kami dalam terang kini
Dengan kuasaNya sesuatu lain
Terpancar menerangi kami
Yang cukup lama dalam ketakutan
Mendekati keadaan gelap tak karuan
Tanpa ragu, kini kami bertahan
Lantunan padaNya kami buat lebih menjadi
Sebagai kekuatan dariNya Sang Maha Pencipta
 
 
 
Rizki Fitriana Asria, biasa dipanggil rizki atau kiki. Lahir di kota kecil bernama Tegal Provinsi Jawa Tengah pada Minggu, 14 Desember 1997. Saat ini tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan untuk melanjutkan studi di salah satu universitas negeri. Sebelumnya, ia tinggal di Tegal bersama kedua orang tua dan adiknya. Hobi menyanyi dan membuat puisi yang terkadang ia jadikan sebuah lagu, karena juga menyukai bermain gitar. Ia melanjutkan studi ke UIN Jakarta di Ciputat, dengan mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Saat ini sedang aktif di kepanitiaan orientasi mahasiswa baru tingkat jurusan sebagai anggota divisi acara.
 

Terkini