Ketakutan, Hilangnya Sebuah Kata, Perempuan Tanpa Nama

Selasa, 30 Agustus 2016 | 01:47:28 WIB
Ilustrasi. (Ljuba Adanja/absolutearts.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Ketakutan
 
Pagi ini, aku duduk di sebuah stasiun kereta api, memandangi sekitar
Segerombolan manusia datang dari satu arah dengan tergesa-gesa
Tak ada senyum simpul di raut wajah mereka
Hanya ada ketakutan dalam hati
 
Apa yang membuat mereka takut ?
Takut tertinggal transportasi massal ?
Atau takut dimarahi sang penguasa saat melewati jam seharusnya ?
Ya, mereka takut kedua-duanya
 
Bunyi kereta datang dari arah utara.
Mereka berlarian masuk ke atas tempat ruang tunggu
Berbondong-bondong masuk ke dalam sebuah besi yang menamakan dirinya kereta
Aliran air menyucur deras dari kulit mereka, membasahi kerah kemeja berwarna putih
 
Aku tak tahu apa yang ada di benak mereka
Melakukan rutinitas yang sama dengan ketakutan dalam hati
Mempertahankan hingga ribuan tahun
Seolah tak ada pintu dalam ruangan tertutup
 
Tak ada bahagia dalam hidup
Tak ada ceria dalam emosi
Tak ada senyum dalam wajah
Mereka hidup dalam tekanan
 
Hidup terlalu singkat untuk melakukan apa yang tak kau suka
 
 
 
Hilangnya Sebuah Kata
 
Jatuh cinta
Dua kata terindah untuk semua orang
Namun, tidak untukku
Hatiku sudah terlalu kering untuk merasakan cinta 
Sekering retaknya tanah liat saat musim kemarau
 
Aku sudah lupa rasa kasih sayang
Aku juga sudah lupa sakitnya menahan rindu
Telah hilang satu kata dari sekian banyak pilihan yang harus hilang
Cinta
 
Aku berkelana ke seluruh tempat
Mencari sesuatu 
Mencari yang telah ku hilangkan
Aku terlalu bodoh untuk menghilangkan sebuah kata dalam hidup
Karena tanpa kata, kita sebenarnya tak hidup
 
Sampai suatu saat, aku melihat kata yang kucari selama ini
Dia selalu singgah dari hati ke hati yang lain
Seperti kera yang berpindah dari satu pohon ke pohon
Akhirnya, kata itu terhenti di satu hati
 
Haruskah ku ambil ? Ya, harus kuambil 
Aku sudah bosan hidup tanpa sebuah kata
 
Tapi, nasib kurang berpihak
Saat aku ingin mengambil, ternyata kata itu sudah menyatu dengan kata yang sama dari orang lain.
 
Aku hanya menunduk
Menyesal
Betapa bodohnya aku telat mencari sebuah kata, sehingga dia bisa menyatu dengan yang lain.
 
Aku hanya bisa menunggu, menunggu, dan menunggu.
Hingga kata itu terpisah menjadi satu kata yang benar-benar satu
 
 
 
Perempuan Tanpa Nama
 
Aku melihat seorang perempuan
Berdiri dengan anggun
Bertumpu pada dua kaki yang kokoh
 
Aku ingat semuanya
Kulit putih bersinar
Mata indah meneduhkan hati
Senyum simpul yang melelehkan jiwa
Aku terpana
 
Aku berkata pada diri sendiri,  “Aku telah jatuh cinta.”
 
Secepat itukah jatuh cinta ?
Secepat kecepatan cahaya ? Kecepatan tercepat di dunia ?
Iya, secepat itu aku jatuh cinta
Jatuh cinta pada pandangan pertama
 
Aku tak mengenalmu
Aku juga tak tahu siapa namamu
Begitu pun denganmu, tak tahu siapa aku
 
Tiba-tiba, kamu pergi dengan perlahan
Menjauh, menjauh, dan menjauh
Aku hanya terdiam kaku, melihat punggungmu dari kejauhan
Aku menyesal tak menyapa, mungkin, kita tak akan bertemu lagi
 
Tapi, takdir berkata lain.
Tuhan dan alam semesta-Nya  mempertemukan kita kembali
Kita bertemu, di tempat yang berbeda
Lalu, beberapa saat kita bertukar pandang
 
Kali ini, aku berusaha memperkenalkan diri
Saat aku mencoba, tidak bisa
Lidah ku kelu, tak bisa mengucapkan satu patah kata pun
 
Kamu pergi dengan perlahan
Menjauh, menjauh, dan menjauh.
Aku hanya terdiam kaku
Akankah kita bertemu lagi, wahai perempuan tanpa nama ?
Hanya Tuhan dan alam semesta-Nya yang bisa menjawab
 
 
 
Abdurrahman Naufal.  Aktif sebagai Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta.
 

Terkini