Pesantren, Aku yang Tak Berguna, Kenangan dalam Masa, dan 2 Puisi Lainnya

Senin, 29 Agustus 2016 | 09:25:30 WIB
Ilustrasi. (Wouts Vroman/pinterest.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Pesantren
 
Berdiri sejak dahulu
Tak gentir hadapi zaman membelenggu
Oh….itulah dirimu
Yang menyebut asma-Nya dalam setiap lagu
Kaulah teman sebagian mereka
Tapi kau juga musuh sebagian mereka
Mereka menjunjung tinggi namamu
Tapi mereka juga hendak menginjak-injakmu
Bersamamu agama selalu tegak
Tak sedikitpun biarkan musuh berlagak
Tapi haruslah bagimu tuk menghadapi
Musuh-musuh yang serakah akan satu kata mati
Pesantren…. Itulah namamu
Pelindung Negara, pembuat musuh menggerutu
Kaulah kekayaan paling penting
Di saat zaman telah genting
 
 
 
Aku yang Tak Berguna
 
Ayah……
Pada ketinggian gunung kau telah tancapkan
Kokoh menjulangnya sebuah pengharapan
Kau definisikan masa depan dengan sebuah pencapaian
Lalu langkahku kau papah dengan beribu pengorbanan
Ayah…..
Jalan-jalan benderang kau tunjukkan tiada berliku
Bongkahan batu nan kekar telah kau palu
Semua itu ikau persembahkan hanya padaku
Tapi….cobalah….lihat diriku…
Ayah……
Hilafnya diriku membuat hilang semuanya
Semua yang kau racik dengan peluh dan nafas bernada
Ayah…akulah tak berguna
Hanya lorotkan jiwa ragamu saja
 
 
 
Kenangan dalam Masa
 
Empat masa dalam hidupku
Pagi dan malam awal dan akhir tawa-tangisku
Siang dan sore mencoba menghiburku
Pada mereka yang bertemankan warna, di sanalah diriku
Orange selalu mengenal pagi
Ajarkan aku hangatnya sahabat sejak pertama kali
Pagi, dari sanalah kau dan aku berawal
Tancapkan akar, maengikatnya semoga kekal
Putih benderang selalu akrab dengan siang
Tak pernah biarkanku lupa kebersamaan yang riang
Siang, dari sanalah kau dan aku mulai melangkah
Kuat injakkan kaki, berharap tak akan patah
Jingga nan indah selau berkencankan sore
Membiarkan yang lain merasa iri, tak mampu tuk sekedar bertele-tele
Sore, dari sanalah kita mencoba saling mengerti
Memupuk hati, terus berharap tuk tak pernah mati
Hitam selalu bercumbu denagn malam
Menyakiti hati, perihkan mata tuk memejam
Malam, dari sanalah kita tak mampu hindari pisah
Yang menghunjam hati, dan aku tetap sakit walau kucoba tuk sabar dan pasrah
Pagi, siang, sore dan malam itula mereka
Masa-masa di mana aku menyimpan segalanya
Kisahku bersamamu ada pada mereka
Yang tak mungkin bagiku tuk lupa
 
 
 
Hanya Sakit Kau Berikan
 
Kau begitu dekat, akrab, berikan harapan seakan mendekapku
Layaknya kuntum mawar suguhi kumbang manisnya madu
Tapi kau tak lebih sekedar angrek nan jahat
Kau tikam aku setelah cinta terpahat
Cinta sungguh telah tumbuh
Setelah paruh waktu kutempuh
Tapi benci pun merekah
Memenuhi hati satelah kau membuatnya patah
Kini ku hanya ingin menyimpan semua perasaan, antara cinta dan benci
Walau kutahu hingga kini diri ini masih tersakiti
Selamanya akan memendam perih
Tak ubahnya matahari ditikam hujan yang turun lirih
 
 
 
Surat Mereka Untukmu
 
Kau pikir apa dengan melakukannya?
Membiarkan mereka yang hanya mampu menatap
Lalu kau seakan tuli akan tangis mereka yang sekarat
Sungguh kau biadab di atas sana, dengan segala yang kau punya
Tak pernahkah kau coba tuk ingat?
Setiap kata yang kau gembar-gemborkan
Seakan-akan di tanganmulah indahnya surga berada
Sungguh kau bejat, dengan kebohongan yang umumkan
Tak inginkah kau tuk sekedar kembali sadar?
Stelah kau hilang arah dan sesat?
Kau tinggi dengan tahtamu
Maka cobalah merunduk, melihat langkahmu yang tak lagi selaras jalan
Tidakkah kau lihat mereka?
Mereka yang kau sakiti stelah bahagia?
Mereka melihatmu di sana
Inginkan kau tuk sadar, maka apa hendak kau buat?
 
 
 
Ubaidillah Hasani. Dia adalah orang biasa yang berasal dari desa Gadu Barat, Ganding Sumenep. Saat ini dia tengah menjalani hidupnya di sebuah pesantren bernama Annuqayah yang berada di daerah Guluk-Guluk, Sumenep. Dalam kehidupannya sehari-hari dia biasa dikenal dengan nama Ubaid atau juga tekadang dipanggil dengan Mr. Bernard. Dia juga adalah seorang yang mencintai bahasa Inggris. Saat ini dia sedang berkecipung dalam dunia perkuliahan di INSTIK Annuqayah. Penulis bisa dihubungi melalui FB: Naungan Katulistiwa
 

Terkini