PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Badut Paling Bijaksana
: Socrates
kau memancing perdebatan pagi yang sekali lagi, membingungkan:
“athena ialah arena sirkus yang terlalu lama dibiarkan sepi. jika begini, orang-orang
akan terus menafi bagaimana mereka terlahir. mereka tak paham bahwa hidup
sesungguhnya permainan-permainan culas, yang nyaris sempurna,” katamu.
kalaulah pagi itu tak kausakiti jua hati aristhopanes,
barangkali para sophis tak pernah punya cukup kuasa untuk melawanmu.
tetapi lihatlah, kawan. kuil parthenon, darah perawan,
bahkan sang athene, tak mampu melindungimu dari racun cemara.
dapat kubayangkan betapa bersukacitanya orang-orang dungu itu
dari pembacaanku terhadap buku-buku sejarah yang meriwayatkanmu
sebagai badut suci yang paling bijaksana.
Pekanbaru-Teluk Kuantan, 2016
*) Terinspirasi setelah pembacaan terhadap buku berjudul “Dunia Sophie” karya Jostein Gaarder.
Kepada Tuan Penjaja Koran
tak ada nuansa baru dari koran hari minggu
yang kautawarkan itu. bagiku, kau hanya sedang memelas
sambil mendendangkan lagu-lagu satir.
tahulah aku apa yang sebenarnya sedang singgah di batas ingatan
orang-orang. dikatakan tak di mata, namun kau berjiwa.
dianggap tak di masa, namun kau sanggup dibilang usia.
kuduga, walau rusak tubuhmu, pantang
kau diam. seperti tak dapat mati saja kau
oleh langit yang menyala. lantas, berhentilah berpadah.
kemarilah. biar kubisikkan kepadamu sebuah
rahasia, wahai tuan penjaja koran yang mulia; orang-orang
tak akan bahagia oleh berita provokasi
maupun setumpuk puisi basi!
Teluk Kuantan, 2016
Akulah Bujang Itu
akulah bujang itu:
sekerat kayu malang yang kau buang ke dalam perapian
ini malam menggigil yang lacur. sayu matamu
memandang sekejap. entah kepadaku, entah kepada tunak api,
entah kepada tahun-tahun teruna yang seakan berlalu tanpa definisi
aku benar kau bikin sekarat
siluetmu yang sunyi melamur
terasa getir di dada saat meningkahi dua belas kali dentang jam dinding tua kesayanganmu
sungguh, andaipun pada akhirnya habis masaku sebelum pagi,
setidaknya, singkapkan dahulu kepadaku perihal ke mana halanya perih badan
serta wasilah yang kaupadankan demi kasih semalam
yang kau pinang dengan beku tubuhmu
kau gigil lagi saat aku seonggok arang,
“ini malam penghabisan,” rintihmu sembari memandang
hamparan langit berlanskapkan sebuah wajah musim dingin yang hambar dari tepian jendela
lekas jemarimu yang mungil itu membuang potongan kayu terakhir. berharap
nyala api jadi lebih panas daripada neraka. hingga purna segalanya sebagai abu:
dan akulah bujang itu.
Pekanbaru-Teluk Kuantan, 2016
Ardilo Indragita, lahir di Pulau Kedundung, Teluk Kuantan. Mendalami puisi sejak akhir 2015. Tahun ini, telah menjuarai tiga perlombaan di bidang menulis tingkat nasional. Karya-karyanya terbit di beberapa antologi dan media lokal. Bergiat di FLP Pekanbaru. Sedang menimba ilmu di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UR.