Hampa, Indonesia Gemilang, Menghilang, Pudar

Sabtu, 27 Agustus 2016 | 00:09:30 WIB
Ilustrasi. (Prasanta Acharjee/saatchiart.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Hampa
 
Di ambang ombak kehidupan
Kotak kenangan yang berlabuh
Pergi lalu menghilang dalam hidupku
Lenyap terlahap perihnya air mata ini
Langit-langit yang mulai menua
Saat malam menutupi sinar mentari
Kabut yang menutupi indahnya taburan bintang
Mimpi yang mulai pudar
Hari yang sunyi ditiup angin dengan sendirian
Diri yang sendiri membuat lemah tak berdaya
Hadapi dengan titikkan air mata kehidupan
Menyembunyikan senyum palsu dalam kesendirian
Gema terdengar rintihan kasih
Kilauan air mata yang tak berarti
Terlelap dalam gemingnya dunia
 
 
 
Indonesia Gemilang
 
Saat malam terasa sunyi
Terdengar suara tembakan
Teriakan teriakan malang
Meramaikan sunyinya malam
Saat rembulan berganti mentari
Melihat genangan darah yang tak berdosa
Melawan dengan seutas bambu runcing
Kau rela korbankan nyawamu demi bangsa
Mayat-mayat terlihat
Tangisan darah yang terurai
Merangkak dengan penuh pengorbanan
Demi mengangkat sang saka di bumi pertiwi
Masa demi masa berganti
Pengorbananmu mulai diabaikan
Kesatuan dan persatuan mulai pudar
Hilang termakan keegoisan
Tunas-tunas bangsa
Bangkit...Bangkit...Bangkitlah dari keterpurukan
Sampai gemingmu menjelajah dunia ?
Kibarkan sang saka di kancah internasional
Buatlah para pendiri bangsa tersenyum kembali
Bangga sebagai bangsa pejuang
Katakan "Kami banggsa sebagai orang Indonesia"
 
 
 
Menghilang
 
Tangisan yang sudah membeku
Kesedihan yang melilit akar dada
Setiap hari merayap hingga ke mata
Jatuh menjadi air mata dan genangan
Membuat malam yang dingin ikut bersedih
Sehelai kertas dengan bercak noda kenangan
Tersapu bersama angin tanpa arah dan tujuan
Coretan yang mulai pudar
Menghilang di pelupuk malam
Air mata yang jatuh
Waktu seakan tak berdetak
Dirimu menghilang meninggalkan sebuah tangisan
Yang dalam dan pergi
 
 
 
Pudar
 
Detik-detik waktu yang terhenti
Dibawah sinar mentari yang redup
Langit langit yang mulai tua
Hujanpun membahasi cakrawala
Bayangmu menghilang
Bersama gemerlapnya rembulan
Tertiup angin yang dingin
Bersama kerlap-kerlip bintang
Tangisan yang membanjiri relung hatiku
Kelabu kasih yang usang
Secercah harapan yang kupanjatkan
Seiring waktu yang mulai pudar
Bersama detik detik waktu yang tak berarti
Pedang hati yang mulai rapuh
Aku mulai menghilang dengan sehelai kenangan
Dengan coretan yang membekas
 
 
 
Faiz Muthi, kelas 9 di SMPN 75 Jakarta Barat. Hobi menulis puisi dan menyanyi. Alamat di jalan Angsana Buntu No. 37 F, Kepa Duri. Ia mempunyai 3 kakak dan ia anak bungsu.
 

Terkini