PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Sebilah Pisau Pembelot Negara
Pagi hadir mewarnai rona senyuman di raut wajahnya
Menambah hangatnya sinar sang ratu permata kehidupan
Terpancar cahaya di atas daun-daun hijau menjalar menari bersama angin sepoi-sepoi
Langit tampak indah dengan gumpalan awan akan harapan anak bangsa
Udara terasa segar menyentuh dalamnya rongga paru-paru dunia
Menembus batas waktu kecil menikmati alunan kasih kedamaian
Jejak tangan dalam kertas mulai mengikuti alur cerita hidup mereka
Ukiran tinta pena membawa perubahan akan masa depan di atas goresan kata putih kesuksesan
Tapi mereka tengah bermimpi melihat kenyataan dibalik nama penguasa
Terlalu banyak tipu daya mengangkat wajah di bawah kekuasaan
Menjatuhkan cita-cita atas tangga keresahan yang mulai luntur
Di mana rasa peduli hadir menjawab jerit tanya mereka ?
Rasa kepedulian mulai luntur terkikis sikap kelamnya bisikan kekecewaan
Meja hijau seakan menyaksikan pengacara hitam menodongkan sebilah pisau kekuasaan
Tapi kami tak akan jera menangkis serangan para penghianat bumi pertiwi
Menyelamatkan nasib anak bangsa melawan sentuhan kasar di atas daun berduri
Malang, Juli 2016
Segenggam Rindu Naluri Sepi
Gemuruh rongga hati menyatu dalam rindu
Dalam titik naungan bersemayam akan jiwamu
Hadir sebuah nama menyentuh senja naluri sepi
Disini anganku melayang bersama sepucuk surat merpati
Jarak penghalang rasa bergumpal dalam puisi
Tercurah segenap sajak melekat pada gejolak hati
Aku menanti disetiap desahan resah waktu berlalu
Menjemput pagi menyongsong detak jantung rindumu
Jika kisah kita berujung penantian penyatuan hati
Aku gores setiap kenangan melecut dalam diaryku
Agar kelak kita baca pasal pertama janji hidup semati
Meski kini mata belum mampu melihat pancaran pesona ketulusanmu
Saling melindungi dalam dekapan doa menyentuh sajadah
Ketika suara tak mampu memanggil rindu menjelma
Biarlah lantunan ayat mengikuti jejak bertasbih
Mengantar setiap rindu pada pemilik ukiran tinta romansa cinta kita
Malang, Juli2016
Kisah Tragis Si Anak Nelayan
Perahu tua membawanya pergi ke ujung senja
Membisikan segala cerita dalam bibir gelisah
Kisah si anak nelayan mengarungi laut berteman sepi
Bercucuran derai air mata mengingat cerita kepiluan hati
Tak kenal lelah ia menerjang ombak dalam perahu tua
Demi menyambung hidup yang serba susah
Menatap sang pemberi kehidupan dengan penuh harap
Menemukan sejuta ikan di bawah laut di atas bintang sang rembulan
Laju perahu pergi jauh berlayar menggulung badai
Dalam desiran angin sunyi menghembus sela-sela nafas terakhir
Dengan lahap menelan kobaran nyawa tubuh si anak nelayan
Membentang laut lepas akan luapan gejolak emosi terpaan hujan
Andai perahu dan dermaga tak pernah berpisah
Tak akan ada jiwa tersayat hilang ditelan gulungan ombak
Semua telah berlalu menjadi kisah kehidupan
Agar selalu berhati-hati dalam setiap langkah melaju ke depan
Malang, Juli 2016
