PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Soal Kepulangan
Nona aku senang Melihat matamu.
Berulang kali ku bilang.
Tahi lalat di tepi alis.
Oh sejujurnya aku tak kuat, kau terlalu manis.
Jika kau tanya apakah aku meragu pada jarak?
Ya, aku meraguinya.
Ada ketakutan yang tak semestinya.
Apakah kau pun begitu?
Seyogyanya mencintai adalah soal kepulangan.
Sebab pada setiap perjalanan, kau akan temukan satu tujuan.
Membuatmu nyaman?
Oh bukan, bukan sekedar persinggahan.
Maksudku bukan itu.
Tempat yang indah hanya akan terkesan indah bukan?
Dan ku tahu yang menarik akan jadi daya tarik.
Dan itu hukum alam.
Jika ku bahas soal kepulangan.
Menurutmu apakah bagian paling nyaman?
Kedapan asap akibat masakan?
Sekali lagi, bukan itu maksudku.
Biar ku persingkat,
Bersamamu aku seperti pulang.
Pulang kerumah.
Ke tempat paling nyaman.
Tempatku beristirahat.
Dan di banyak doaku untukmu.
Ada satu yang terselip ;
Semoga kau tetap jadi rumah yang semestinya.
Jakarta, 14 Februari 2016
Soal Kesesuaian
Menarilah pada lantai dansa.
Nikmati musik yang diputar.
Nada demi nada.
Suara demi suara.
Nikmati sampai kau paham betul mengapa tiap gerakan harus seirama.
Mengapa lambaiannya tak pernah luput dari bunyinya.
Kau masih tak paham?
Sekarang ku tanya apakah enak dilihat semuanya tak sesuai?
Bila dansamu diiringi dengan musik metal?
Aku yakin tak ada yang menyukainya.
Jika satu tambah satu sama dengan dua.
Orang normal takkan jawab tiga.
Mengapa?
Karena baginya tak sesuai.
Manusia ingin yang sesuai.
Tuhannya pun pasti ingin begitu.
Ia mau yang sesuai untukmu.
Bukan yang menurutmu sesuai.
Bukan karena tuhan tak maha penyayang.
Tuhan lebih tahu hal ini ketimbang kau.
Tuhan lebih mengerti apa yang kau inginkan.
Karena Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk setiap hambanya.
Jakarta, 28 April 2016
Kopi ataukah Kau yang Lebih Candu?
Sore hari mungkin waktu yang tepat untuk meramu kopi.
Di tiap racikannya tersimpan pahit yang semestinya.
Menikmatinya sambil membaca rubrik koran yang belum sempat dibaca pagi hari tadi.
Oh tidak, negeri ini kacau sekali.
Kopi yang ku buat lebih candu dari biasanya.
Pahitnya pas, seperti rindu yang tak terbalas.
Hitam legam, seperti ingin menggenggam.
Di saat seperti ini boleh ku bertanya?
Kopi ataukah kau yang lebih candu?
Senja kali ini mengingatkanku pada seseorang.
Sore yang tenang.
Matahari yang menutup dirinya dengan tabah.
Aku menarik nafas.
Kemudian membuangnya dengan ikhlas.
Kopi yang ku minum tadi tinggal setengah cangkir.
Ku tahu ini sangat candu.
Setiap sore aku meminumnya.
Begitu pula aku merindunya.
Ku habiskan teguk demi teguk kopi yang tersisa.
Lalu sekali lagi bertanya ;
Kopi ataukah kau yang lebih candu?
Jakarta, 16 Agustus 2016
Fachri Amien, lahir di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1998. Anak keempat dari empat bersaudara. Saat ini menjadi pengangguran yang baru lulus di salah satu SMA favorit di Jakarta Utara. Senang menulis karena pada setiap tulisan mengandung arti yang kadang tak bisa dimengerti kecuali dibaca pakai hati.