PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Temanku Karang dan Ombak
Tersapa aku di padi hari
Mesranya seakan dimanjakan oleh sambutan mereka
Ombak yang mengajakku bermain
dan karang yang sepertinya ingin bercerita
Ku terima ajakan mereka, bermain dan bercerita.
Wahai ombak, tak lelah kau hampiri
sang pujaan hati yakni sang pantai
terus datang tuk menganpirinya
sekalipun terus terhempas kembali ke lautan
Engkau tak menyerah.
Juga karang yang tegar berdiri yang tabah hatinya
Yang terkadang kesakitan diterpa ombak
namun kau tak pernah berhenti tuk tetap berdiri
kau tak pernah ingin menepi
Tabahnya engkau.
Ajarkan aku tentang itu
wahai ombak wahai karang
Sebelum ku arungi luasnya samudera
Aku kan pergi mencari kehidupan yang indah kelak nanti
Menghampiri sang pujaan hati, agar hidup sendiri.
Garut, 30 Juli 2016
Aku Manusia Fakir
Laksana manusia jalang
Yang lama hidupnya terbuang
mungkin harapnya hilang
Tak seorang pun menyayang
Kini jantung hilang detaknya
Mataku yang hilang tatapnya
Hidung pun hilang nafasnya
juga bibir hilang akan ucapnya
Begitu hati yang hilang rasanya
Hatiku yang bergelandangan
Tanpa sesuap kasih sayang
Namun tak ingin aku mengemis
Biarkan kemarau berkepanjangan
Gersang hatiku tak tenang
Tubuh kering hati menulang
cinta yang menghauskanku
Ku telan ludah derita hati
Kakiku adalah seorang musafir
Singgah aku di padang pasir
Beratapkan langit beralaskan bumi
Menggelandang dengan sepi
Bila datang malam menjelang
Tidurku diselimuti angin malam
Sambil ku bernyanyi mengigil
Akulah itu manusia fakir
Sumedang, 11 Agustus 2016
Temanku Mentari Pagi
Ku pandangi mentari yang terbit sendiri
Sinar terang datang menghampiri
Kala orang berkata hidup sepertilah mentari
Tetaplah bersinar meski itu sendiri
Namun ku rasa matahari pun sepi hati
karena tiada teman di pagi hari
Sejak ku berjumpa dengannya
rasa ku dapatkan teman bercerita kini
yang nampaknya sama selalu kita sendiri
Alangkah mesranya ku terbangun kala ia terbit
Ku tertidur kala ia terbenam
Temanku mentari pagi,
mungkin nanti kan ku bawa teman baru hidup ini
Kelak ku kenalkan pada mu
Kan ku bawa pada indahnya dirimu mentari
Yang selalu menemaniku setiap waktu
Kala nanti jika ku tak sendiri lagi
Rasa ingin ku merayu Tuhan
Meminta mentari tak sendiri lagi
Itu pun jika bisa Tuhan mengabulkan
Andai itu pun Tuhan mendengarkan
Kisah tentangku dan mentari pagi
Sumedang, 14 Agustus 2016
Kala Tuhan Merasa Cemburu
Langit yang membiru
pohon yang menghijau
angin berhembus yang membisik
bebatuan yang ku pijak yang kerap kali mengejek
Hingga aku jatuh karenanya
Mereka berseru dalam tanya
langkah ini masihkah kan sendiri ?
Percayalah sempat ku tak sendiri
dalam perjalanan menuju hidup yang lebih baik
namun tuhan kerap kali pisahkan
kurasa Tuhan telah cemburu
melihat langkah yang tak sendiri
yang terkadang aku lupa padanya.
Tuhan hanya sendiri
mungkin ia rasakan sepi
Haruskah ku menghiburnya ?
mengikuti jalan di takdirnya
sambil ku rayu agar tak lagi merajuk
semoga ia mengutuskan bidadari
yang menemani jalan ini
namun tak membuatnya cemburu kembali.
Sumedang, 14 Agustus 2016
Tuan
Tuan tolonglah tuan
Jika memang berkenan
berilah kami bantuan
Tuan bukanlah Tuhan
tapi turunkanlah hujan
untuk kami yang kehausan
Terlalu tinggi kah tuan
Kami punya harapan
amat tinggikah tuan
tak terlihat kami yang kelaparan
Teringat tuan menawarkan diri
Pengobral janji amat tinggi
tergantungnya harapan kami
namun tuan tak jua menepati
Bukan kami tak mengerti
Mohon tuan yang pahami
tuan jangan terlalu tinggi
terangkatnya tuan karena kami
ini bukan demonstrasi
mungkin ini hanya puisi
dengan tertulisnya ini
kemurahan tuan kami cari
Sumedang, 30 Juni 2016
Tatang Suryadi. Lahir di kabupaten Sumedang pada 6 agustus 1997. Tatang merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Alamat rumah bertempat di dusun Cibiuk desa Malaka RT 01 RW 02 Kecamatan Situraja. Tatang merupakan mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia kampus sumedang jurusan pendidikan guru sekolah dasar angkatan 2015. Akun facebook : Tatang Suryadi