Hidup, Pulang, Sepi, Indonesia, Bosan

Jumat, 26 Agustus 2016 | 07:31:56 WIB
Ilustrasi. (Aleksandra Bouquillon/pinterest.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Hidup
 
Pagi datang, lalu pergi
Aku masih saja disini
Ketika hidup tak lagi bersemi
Memandang sepi yang tak bertepi
 
Bolehkah aku memandangmu lagi? 
Dalam pendar-pendar abadi 
Bolehkah aku mengajakmu pergi?
Pada masa yang hakiki 
 
Aku ingin
Tapi kau tak ingin
Aku mau 
Tapi kau seakan pergi, menjauh
 
Lalu, bisakah aku memeluk pagi? 
Agar pagi tak pergi lagi
Agar senyum terpendar abadi
Bersama aku, arungi hidup hakiki
 
 
 
Pulang
 
Malam telah hilang
Pagi bak mata-mata jalang
Kalang kabut, riuh, sesak menjelang
Perkampungan seakan memintaku pulang
 
Pulang pada bumi manusia
Pada senja yang tak lagi sama
Berkabut, mendung dan sendu
Berawan, namun tak hujan
 
Perawan-perawan itu ingin pulang
Pada penghidupan anak-anak mertua
Mencari pendar-pendar abadi
Bersama alam yang akan setia
 
Tapi,
Ketakutan itu akan datang
Bersama angin yang melenggang
Membawa kemarahan nyata
Membuatku tak akan pernah pulang
 
 
 
Sepi
 
Sepi, lalu pergi
Terbayang lalu hilang
Bayangmu tak menghilang 
Jiwamu telah menghilang
 
Sepiku tak bertepi
Menantimu tak berhenti
Disini ku tak berdaya
Hanya sepi datang tak terkira
 
Sepi ini kan ku isi
Dengan sepi yang tak terisi
Sepi lagi, lalu pergi
Hilang tak kembali
 
Dan lagi, 
Tak ada bayang sepi disini
Sepi, jangan kau datang lagi
Sebab sepi telah terisi
 
Surabaya kala sepi
 
 
 
Indonesia
 
Kekayaannya melimpah 
Kemiskinan dimana-mana
Ini salah siapa?
Ini ulah siapa?
 
Indonesia rusak
Bagai asbak sundutan rokok
Kotor, terinjak, tersakiti
Bau, berdebu bak masa kelabu 
 
Ayo salahkan saja!
Pemerintah yang suka memerintah
Rakyat yang senantiasa berteriak
Keadaan yang terus-terusan menggertak
 
Indonesiaku, Indonesiamu, atau Indonesia siapa? 
Ini negara punya siapa?
Ini kekayaan milik siapa?
Ini kemiskinan untuk siapa? 
Siapapun engkau, 
Ini Indonesia
Bukan asbak rokok
Ini Indonesia
Bukan negara etok-etok
Ini Indonesia, bukan apa-apa
 
 
 
Bosan 
 
Hampa rasanya
Namun sesak di dada
Rasa itu telah menguap
Bersama udara yang menyesakkan
 
Lalu terhirup
Kemudian sesak lagi
Terasa lagi
Sesak kemudian
Lama-lama bosan juga
 
Hidup ini bagai putaran roda
Dari atas, ke bawah, atas lagi
Bosan kemudian
Lalu sesak
 
Salahkah hidup ini? 
Dikungkung sesak 
Dirundung hampa
Lalu tak terasa
Bagai tak bermakna
Sia-sia
 
Mati saja!
Bila hidup sudah tak bermakna
 
Tapi,
Jangan mati dulu
Bila sesak belum berlalu
Biar sesak mengganggu 
Biar hampa mengguru
Tetap saja, jangan kau mati dulu 
 
 
 
Zuyyina Addini, merupakan seorang mahasiswa S1 Teknik Industri pada Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Pernah menjadi kontributor dalam kompilasi cerpen berjudul Stronger Than Me. Kegiatan sehari-hari diisi dengan kesenangannya menulis puisi dan juga jenis tulisan lainnya. Juga, tengah aktif di kegiatan kemahasiswaan di kampusnya. 
 

Terkini