Luka (lagi) sang Wanita, Bisikan kepada Angin Malam, dan 2 Puisi Lainnya

Jumat, 19 Agustus 2016 | 03:05:55 WIB
Ilustrasi. (Shawna Erback/pinterest.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Luka (lagi) sang Wanita
 
Banyak yang belum kuketahui tentang cinta hingga suatu saat aku berjumpa dengan sang fajar
 
daun berguguran  tanda pergantian musim, sejalan dengan itu aku melangkah ke pantai cermin, Medan, namun kupastikan elegi cintaku tak ikutan berganti
 
kenagan cinta indah, cinta yang kami tebarkan antara mata dan airmata tidak pernah berkesudahan
 
tak pernah jenuh bercerita tentang cinta karena setiap perjumpaan kami hanya merasakan cinta, hingga suatu saat fajar berbisik “cinta yang teramat beruntung, menemukan makna cinta dalam setiap helai nafas dan degupan jantungmu, cukup sudah kamu memuja cintamu, tak sadarkan engkau sesungguhnya telah berulang kali hatimu disakiti olehnya, namun mengapa engkau hanya menerima dan kembali memaafkanya.”
 
terenyak olehku bisikan itu, dalam keseharianku aku hanya diam terpaku dan kembali mengingat-ingat apa yang terjadi dalam diriku, seolah-olah satu tahun terakhir ini terhipnotis dengan segala cinta untuknya
 
“lihatlah, buka matamu lebar-lebar, dia sedang bersama wanita lain saat ini, sedang engkau selalu menjahit lembaran luka hatimu yang koyak.” Impasnya
 
Untuk kedua kalinya, cinta ini didustai lagi
 
 
 
Bisikan kepada Angin Malam
 
tak usah berkoar-koar dengan kebenaran tentang cinta, sebab sesungguhnya ia selalu hidup bahkan enggan untuk beranjak mendahului mentari
 
tak usah berkoar-koar tentang betapa indahnya jatuh cinta, sebab tidak ada yang tau bagaimana hari esok, keindahan dari cinta itu hanya ada dalam namaNya
 
wahai anakku, lihatlah ibu ayahmu
 
memuja cintamu setiap malam membuat engkau lupa akan duniamu, dunia kita, dunia keluarga, keluarga yang selalu menyandingkan doa setiap lafasnya
 
pernahkan kau menatap kami seperti engaku menatap Handphonemu itu?, pernahkan engkau tersenyum saat memandang kami?, hingga setiap harinya bertambahlah kerutan disetiap sudut pelipis kau tetap tak menyadarinya
 
pernahkan engkau berbisik kepada temanmu bahwa engkau bangga memiliki orangtua seperti kami?, ah, lagi-lagi kepada angin malam kami sampaikan bahwa cinta ini masih utuh untukmu, cinta dan ketulusannya, cinta dan kesetiannya
 
namun, engkau terlalu memuja cintamu dan kesibukanmu
 
 
 
Tentang Sebuah Rasa
 
senyum awalmu telah mengugah rasa ini, sebab kutahu itu bukanlah senyum biasa
gejolak jiwa pun membara ingin  mengenalmu lebih
menjaga senyum itu agar tak pudar
aku tak ingin cintaku hanya terpendam dihati bersebab aku telah jatuh hati padamu
senyum awalmu telah menghanyutkan dan menenggelamkanku
tenggelam dan tergulung membawaku pada kedalaman yang teramat
teramat indah, namun tak ada kepastian
 
 
 
Sajak kepada Wanita Pemuja Rembulan
 
Kepadamu wahai sang wanita pemuja senja, kutitipkan orang yang kusayang
Jangan sakiti dia, sebab kau tahu aku sangat menyanyanginya, padanya telah kupertaruhkan bulir luka dan airmata
buatlah dia bahagia, bersebab pundi-pundiku telah punah
Kepada wanita sang pemuja rembulan, kutitipkan padamu orang yang kusayang
 sebab cinta sesungguhnya tak selalu harus memiliki, ini terdengar seperti kata seorang pengecut dan  munafik
namun, kembali kusuguhkan tanya, bukankah sesungguhnya seorang wanita akan lebih bahagia jika melihat orang yang ia cintai merekah senyum kembali?
Sebab hati seorang wanita tak akan pernah berdusta dengan segala kelemahlembutannya
 
Medan, Sketsa KONTAN, 2016
 
 
 
Feronika Hutahaean, lahir di Sijambu, 04 Oktober 1992, anak kedua dari lima bersaudara Tercatat sebagai mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Medan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pengalaman berorganisasi pernah berkecimpung dalam dunia teater, kepenulisan, dan kerohanian kampus Universitas Negeri Medan. Beberapa karya telah dimuat di harian Waspada, Batak Pos, Majalah Rohani (Menjemaat), buku Antologi puisi Bumi Indonesia Kami tercinta, buku Kampoeng Horas, dll.
 

Terkini