PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Nyanyian Anak-anak Petani
Langit selalu membuat mata kami perih
ketika musim menjatuhkan hujan satu-satu
namun kami, yang lahir dari rahim tembakau
takkan pernah menitikkan air mata
sebab kami adalah orang-orang tangguh
yang tak pernah gentar dengan panas dan hujan
itu sebabnya kulit coklat
dan wajah angkuh selalu mengiringi langkah kami
wajah angkuh kami tidak pada sesama
wajah angkuh kami bukan untuk menjadi penguasa
tapi wajah angkuh kami sebagai tanda
bahwa kami adalah orang-orang yang setia
pada keluarga dan orang tua
maka kami akan turun kesawah
merawat tanah
sebagai hormat kami pada ibu dan ayah
yang telah melahirkan kami
dari dingin dan panasnya musim
pincuk, 2016
Nyiram Tembakau
kagagahi tanah kering dan panas ini
agar kau tumbuh berbunga emas dan permata
pincuk, 2016
Terimalah Cintaku
ada yang musti kukatakan
pada langit dan bumi
tatkala kualirkan keringatku
untuk membasahi sawah-sawah yang mengering ini
jika bukan karena cinta
yang kau ciptakan
lewat musim-musim
hingga panas dan hujan
selalu menawarkan kesejukannya masing-masing
untuk apa kugagahi matahari
yang membuat wajahku mengelupas
maka terimalah cintaku wahai Nida
akan kubuat kau bahagia
dengan romantisme petani yang mengalir ditubuhku
pincuk, 2016
Pincuk dan Lele Basah
aku pergi kebarat
mencari engkau
sedang barat telah menelanmu
lalu aku kembali ketimur
namun timur telah menjauh dariku
lalu kuputuskan untuk tetap pergi
pergi dari bayang-bayang
pergi dari segala damba
cinta dan sakitnya
namun semakin aku pergi
semakin sering kau datang
menjelma syair-syair tua
yang minta dibacakan
kini kepergianku
adalah kedatanganmu
kemudian kita sama-sama pergi
untuk kemudian datang
sebagai peristiwa yang terlupakan
pincuk, 2016
Mari Berpesta
mari berpesta
angkat gelasnya
gelengkan kepala
satukan hati kepada selainnya
puisi-puisi telah lama
membeku dijantungku
kata-kata berkeliaran
mencari tuan
yang hilang ditelan malam
malam memang kejam
waktu itu kulihat malam menjatuhkan air mata
seorang perempuan tua
tepat di terotoar kota
entah salah apa perempuan tua itu
hingga air matanya membuat
bumi tertegun
dan aku yang mabuk
dari segala bentuk
hanya bisa mengutuk
pada malam yang mulai suntuk
pincuk, 2016
Alunk Estohank, lahir di Sumenep 19 mei 1991, Karyanya berupa esai dan puisi di muat di berbagai madia lokal dan nasional, seperti: Republika, Sindo, Pikiran Rakyat, Lampung Pos, Riau Pos, Minggu Pagi dll. Sekarang menjadi mengelola taman baca Settong Dhere dan menetap di Yogyakarta.