Sudah Eksekusi 18 Terpidana, Tren Hukuman Mati Meningkat di Era Jokowi

Sudah Eksekusi 18 Terpidana, Tren Hukuman Mati Meningkat di Era Jokowi
Foto: Daily Mail

JAKARTA - Menyambut hari dunia anti hukuman mati, aktivis Hak Azasi Manusia di Indonesia memperingatkan pemerintah ihwal meningkatnya tren penggunaan hukuman mati di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sejak peralihan kekuasaan 2014 silam, pemerintah sudah mengeksekusi mati 18 terpidana. Meski pelaksanaan eksekusi berhenti di tahun 2017, tren penggunaan dakwaan hukuman mati di pengadilan meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) mencatat antara Januari dan Juni 2016 terdapat 26 kasus hukum yang melibatkan dakwaan mati, 17 di antaranya berujung pada putusan hukuman mati. Jumlah tersebut meningkat menjadi 45 dakwaan dan 33 putusan hukuman mati antara Juli 2016 hingga September 2017.

Supriyadi Widodo, Direktur ICJR, mengatakan tuntutan pidana mati didominasi kasus narkoba, disusul pembunuhan dan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

Penggunaan hukuman mati dinilai kontroversial karena sifatnya yang tidak bisa dikoreksi. Kejaksaan Agung baru-baru ini mendapat kritik pedas setelah mengeksekusi mati terpidana narkoba Humprey Ejike Jefferson Juli 2016, kendati yang bersangkutan masih mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo.

"Dalam kondisi tidak pasti dan keraguan terkait eksekusi mati, maka pemerintah sebaiknya segera melakukan moratorium untuk menghindari semakin besarnya potensi pelanggaran hak asasi manusia,” kata Supriyadi kepada CNN Indonesia.

Namun Hak Azasi Manusia terkesan bukan prioritas penegakan hukum di Indonesia. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso misalnya menilai aktivis yang mengritik penggunaan hukuman mati sedang melindungi bandar narkoba. "Kok yang ‘sontoloyo' ini yang dibela terus. Apa jangan-jangan mereka ini bagian mafia sindikat?" tuturnya.

Sumber: DW.com


Berita Lainnya

Index
Galeri