Presiden Indonesia Berdiam Diri Soal Krisis Rohingya, Benerkah?

Presiden Indonesia Berdiam Diri Soal Krisis Rohingya, Benerkah?
Foto istimewa

RAKHINE- Situasi di Rakhine State di Myanmar makin memburuk. Sekitar seperempat juta etnis Rohingya terancam kelaparan. Sejumlah politikus di Indonesia memanfaatkan isu krisis kemanusiaan tersebut untuk menyerang pemerintah dan Presiden Joko Widodo.

Situs berita Inggris, The Guardian, melaporkan Myanmar memblokir bantuan kemanusiaan dari Badan PBB. Makanan, air minum, dan obat-obatan tak bisa mencapai area yang jadi pusat konflik di Myanmar, Senin, 4 September 2017. "PBB menjalin komunikasi dengan pihak berwenang demi memastikan operasi kemanusiaan dapat dilanjutkan sesegera mungkin," ucap Kantor Koordinator Residen PBB.

Program Pangan PBB (WFP) mengungkapkan hal serupa. Kondisi ini mengakibatkan sekitar seperempat juta orang tidak memiliki akses terhadap makanan sehari-hari.

Aktivis Rohingya sekaligus blogger yang kini menetap di Eropa, Ro Nay San Lwin, mengatakan, sejumlah pengungsi terjebak di hutan, setelah aparat Myanmar dilaporkan membakar habis desa mereka. 

Menurut Vivian Tan dari UNHCR, arus pengungsi Rohingya yang mengalir ke Bangladesh. Hanya dalam waktu 10 hari terakhir sudah hampir 90.000 orang. 

"Perempuan-perempuan hamil, bayi-bayi yang masih merah, dan orang-orang lanjut usia bersusah payah mencapai kamp pengungsi di perbatasan, di sisi Bangladesh," kata juru bicara Badan Penanganan Pengungsi PBB itu kepada Al Jazeera, Senin (4/7/2017).

Kisah-kisah tragis dan cerita tentang kekejaman mengalir dari para pengungsi: pembunuhan, pemerkosaan, dan kekerasan bersenjata yang diduga dilakukan militer Myanmar. 

"Yang tak kalah menyedihkan, ada banyak dari pengungsi yang tak makan apapun selama berhari-hari," kata Vivian Tan. Sejumlah pengungsi bahkan datang dengan luka tembak di badan.

Di tengah krisis kemanusiaan di Myanmar, sejumlah tokoh oposisi mengkritik respons Jokowi dan pemerintah atas tragedi Rohingya. Misalnya, pada Minggu, 3 September 2017, Hidayat Nur Wahid menyebut kepala negara kalah tegas daripada saat menanggapi serangan teror di Paris dan London. Lewat akun Twitternya pada 3 September 2017, politikus Gerindra Fadli Zon juga melontarkan kritikan. Tweet-nya antara lain menyatakan, "Rezim ini kelihatan tak mendukung masyarakat #rohingya yg jadi korban pengusiran n pembantaian..."

Namun, menurut Anggota Komisi Luar Negeri DPR dari PDIP, Andreas Hugo Pareira, "Pemerintah sudah melakukan langkah-langkah yang tepat."

Terkait kritik Fadli Zon dan para politikus lain, Andreas mengatakan, "Saya kira kritik ini tidak beralasan. Hanya sekadar mau beda. Karena realitanya pemerintahan Jokowi sangat responsif terhadap kasus Rohingya."

Ia mencontohkan, melalui jalan diplomasi, pemerintahan Jokowi mengirim Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ke Myanmar untuk membicarakan kasus tersebut dengan para pemimpin negara tersebut untuk mencari solusi. 

"Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dengan keberagaman agama dan budaya dengan pengalaman resolusi konflik horizontal, Menlu bisa berbagi pengalaman dengan pemimpin-pemimpin Myanmar," kata Andreas.

Selain jalur diplomasi, pemerintah dan masyarakat Indonesia juga secara cepat memberikan respons melalui bantuan kemanusiaan terhadap para pengungsi Rohingnya.

Presiden Jokowi memang baru mengeluarkan pernyataan persnya--bahwa perlu tindakan nyata untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang dialami Muslim Rohingya, bukan hanya sekedar kecaman--pada Minggu malam 3 September 2017. 

Namun, jauh sebelum pernyataan itu, Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah mengambil beberapa langkah. Pertama, pada 29 Agustus 2017, di Kompleks Istana Negara, Menlu Retno menyampaikan komitmennya membantu penyelesaikan konflik di Myanmar. 

Menlu juga telah menghubungi Dubes RI di Yangoon dan terus berusaha menjalin komunikasi dengan Menlu Bangladesh, meminta negara itu membuka perbatasannya bagi pengungsi Rohingya, 

Kedua, pada 30 Agustus 2017, Presiden Jokowi juga menyetujui langkah untuk terus menjaga kedekatan dengan Pemerintah Myanmar. Strategi itu penting agar Indonesia dapat didengar dan mengambil langkah guna mengatasi konflik yang menimpa warga Rohingya. Menlu RI pun menyatakan akan segera terbang ke Myanmar. 

Ketiga, Menlu RI menjalin komunikasi dengan sejumlah pihak, termasuk Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. Pembicaraan selama 16 menit itu dilakukan pada Jumat, (1/9/2017).

Gutteres kala itu meminta Indonesia terus menjalankan perannya sebagai juru damai. "Sekjen PBB mengapresiasi peran Indonesia dan mengharapkan Indonesia lanjutkan perannya dalam membantu penyelesaian krisis kemanusiaan di Rakhine State," kata Menlu Retno.

Keempat, Komunikasi juga dilakukan dengan Menteri Luar Negeri Belanda, Bert Koenders pada 2 September 2017. Dari percakapan tersebut, Eropa menunjukkan dukungannya atas apa yang dilakukan Indonesia

Indonesia juga sudah mengirim berbagai bentuk bantuan kepada warga Rohingya di Rakhine State, Myanmar.(fery/liputan6)


Berita Lainnya

Index
Galeri