Kini Pengaktifan Kartu Perdana Wajib Pakai Nomor Induk Kependudukan

Kini Pengaktifan Kartu Perdana Wajib Pakai Nomor Induk Kependudukan
Ilustrasi.

BANDUNG - Dirjen Kependudukan Dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pengaktifan nomor perdana telpon seluler saat ini wajib menggunakan Nomor Induk Kependudukan.

“Sekarang pendaftaran kartu perdana itu harus dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), ini menuju ‘single identity number’,” kata dia di Bandung, Kamis (31/8/2017).

Zudan mengatakan, sejumlah operator telepon seluler sudah memulainya sejak tahun 2016 lalu mewajibkan pengunaan NIK untuk mengaktifkan nomor perdana. 
“Sudah kerjasam dan sudah mengakses (data) NIK untuk aktivasi kartu perdana. Sudah berjalan. Telkomsel paling besar, sehari bisa sampai 10-15 ribu kartu perdana baru di aktivasi,” kata dia.,

Menurut Zudan, pemerintah memutuskan mewajibkan itu salah satunya untuk tujuan keamanan.

“Ini di inpirasi kasus bom yang meldak di Thailand. Di sana meledaknya dengan HP, dan tidak diketahui siapa pemiliknya. Bayangkan kalau di Indonesia terjadi seperti itu,” kata dia.

Zudan mengatakan, saat ini ditaksir ada 300 juta telepon genggam yang beredar, jumlah jauh lebih besar dari penduduk Indonesia yang terakhir berjumlah 261 juta orang.

“Kalau kemarin kita aktivasi dengan nulis sembarang nama, kala tulis ‘kambing’ atau ‘kerbau’ terdata, sekarang gak lagi,” kata dia.

Dia mengklaim, sistem akan melakukan verifikasi sehingga akan mengetahui jika NIK yang dipergunakan bukan oleh pemiliknya.

“Dengan verifikasi. Misalkan NIK dengna nama ibu sebagai verifikatornya, NIK dengan tanggal lahir, NIK dengan nomor KK, dia harsu punya itu. Kalua dia nemu KTP orang, dia juga gak bisa daftar. Jadi dalam sistem kita, gak boleh hanya satu verifikator,” papar Zudan.  

Dengan kewajiban itu, dia mewanti-wanti masyarakat agar berhati-hati menggunakan nomor telepon yang sudah didaftarkan menggunakan NIK miliknya tersebut.

“Kalau sekarang punya kartu perdana sudah dengan NIK, kartunay jangan diberikan pada orang lain. Kalua dipakai mengancam, untuk ‘hate-speech’, ujaran kebencian, memprovokasi, yang kena bukan kita, tapi karena nomor itu terdata di Disdukcapil itu nomor kita, maka kita yang dipanggil Polda duluan,” tambahnya.

Zurdan mengatakan, pendaftaran nomor telepon bukan perdana yang dipergunakan masyarakat dengan NIK itu akan dilakukan bertahap mulai tahun depanb.

“Nomor lama nanti bertahap akan dilakukan pendaftaran ulang, herregisterasi, nanti akan ada pendaftaran ulang. Bertahap mulai tahun depan, terus. Nomor prabayar dan pasca bayar semua akan di data bertahap, agar tidak terjadi kegoncangan sosial,” lanjut Zudan.

Menurut dia, Kementerian Dalam Negeri dalam program ini hanya menyedikan alatnya. “Target nasional itu di Kominfo. Kami menyediakan perangkatnya. Perangkatnya sudah siap untuk itu,” kata dia.

Zudan mengatakan, Kominfo saat ini masih menyiapkan teknis mekanisme pendaftaran nomor telepon dengan NIK yang paling mudah.

“Sekarang sedang dipikirkan mekanisme yang paling mudah biar orang tidak berbondong-bondong ke gerai, tidak kesulitan. Saya juga kerepotan kalau melayani itu, saya juga gak mau seperti itu,” terangnya.

Kominfo juga tengah menjajaki kemungkinan membatasi kepemilikan nomor telepon seseorang.

“Mengkominfo akan membatasi, kalau tidak salah informasinya itu satu orang itu tiga nomor. Itu menurut saya bagus, sehingga operator menjual pulsa saja, jangan jual nomor,” tandasnya. (fery/tempo)


Berita Lainnya

Index
Galeri