JAKARTA - Prancis masih mempertahankan posisi sebagai destinasi tujuan wisata dunia di 2016, meski adanya kekhawatiran terhadap aksi serangan teror belakangan ini. Hal itu dinyatakan oleh Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-bangsa (UNWTO), seperti dilansir laman Asia One, Senin (8/8/2017).
Meski berada di posisi teratas, jumlah wisatawan yang mengunjungi Prancis mengalami penurunan dua persen dibandingkan dengan tahun lalu menjadi 82,6 juta.
Indikasi serangan teror yang terus berulang memicu anggapan bahwa wisatawan akan menurun secara substansial ke Prancis. Namun dari data tersebut tidak mengindikasikan secara besar penurunan jumlah wisatawan yang akan pergi ke negara yang terkenal dengan kuliner dan anggurnya itu.
Setelah Prancis, data UNWTO menyebut urutan kedua negara yang menjadi destinasi favorit dunia adalah Amerika Serikat, disusul Spanyol di urutan ketiga. Sama halnya dengan Prancis, jumlah wisatawan yang berkunjung ke AS pun mengalami penurunan sebesar tiga persen menjadi 75,61 juta.
Sedangkan jumlah wisatawan yang mengunjungi Spanyol mengalami kenaikan 10 persen menjadi 75,56 juta wisatawan. Kenaikan jumlah kunjungan tersebut dilatarbelakangi atas rasa kekhawatiran wisatawan terhadap kerusuhan yang terjadi di Turki, Mesir atau Afrika Utara. Sehingga para wisatawan yang sebelumnya memutuskan untuk berlibur musim panas ke sana beralih memilih ke Spanyol.
Setelah Spanyol, urutan keempat negara yang dijadikan sebagai destinasi favorit dunia adalah China, dengan jumlah kunjungan wisatawan kurang dari 60 juta, sedangkan untuk urutan kelima masih dipegang oleh Italia. Klasifikasi tersebut, dihitung sesuai dengan jumlah pengunjung yang menghabiskan setidaknya satu malam di suatu negara.
Tetapi jika dihitung dari jumlah pendapatan negara yang diperoleh dari wisatawan, Amerika Serikat berada di urutan pertama dengan US$206 miliar di 2016, kata UNWTO. Spanyol berada di posisi kedua dengan sekitar US$60 miliar yang mengalami kenaikan dibanding tahun 2015, kemudian diikuti oleh Thailand dan China.
Sementara itu, Inggris turun dari posisi ketiga ke posisi ketujuh dengan pendapatan US$34 miliar karena depresiasi poundsterling akibat voting Brexit untuk meninggalkan Uni Eropa. (max/viva.co.id)