Ramadan, Ajang Pengumpulan Pahala atau Euforia Belaka?

Ramadan, Ajang Pengumpulan Pahala atau Euforia Belaka?
Ustazah Nella Lucky, S.Fil.I., M.Hum. (Foto: Itimewa)
Oleh: Ustazah Nella Lucky S.Fil.I.,M.Hum.
 
RAMADAN adalah kata yang terngiang dan dinantikan oleh seluruh kaum Muslimin. Tak jarang Ramadan dijadikan anak-anak sebagai peluang untuk bermain mercun dan kembang api dan belarian di tepi dan halaman masjid.
 
Bagi remaja, terkadang Ramadan menjadi ajang euforia berkumpul bersama teman di jam-jam Tarawih. Bagi anak sekolah terkadang Ramadan dijadikan ajang untuk mengendorkan pelajaran dengan alasan "sedang puasa". Hanya bagi beberapa orang saja Ramadan dianggap sebagai ajang untuk berlomba-lomba mengejar akhirat. 
 
Jikapun masjid dipenuhi oleh peribadahan Tarawih, acapkali yang terjadi adalah peribadahan yang sifatnya sementara saja.
 
Minggu pertama Ramadan, shaf penuh hingga meluap ke teras masjid. Minggu kedua Ramadan, luapan teras masjid telah kosong dan berganti dengan anak-anak yang berbelanja di halaman masjid. Minggu ketiga Ramadan, shaf yang panjang pun tinggal setengah masjid dan minggu keempat dapatlah kita menghapal nama-nama orang yang berada di masjid. 
Apakah ini yang dijamakan euforia Ramadan?
 
Ibadah yang tadinya nikmat menjadi membosankan dan pada akhirnya menghilangkan peluang istiqamah?
 
Sahabat...
 
Sebaik-baiknya manusia adalah yang bisa menghasilkan manfaat bagi dirinya. Rasulullah pernah bersabda, "Andaikan ummatku tahu apa keutamaan Ramadan, maka niscaya ia akan meminta Ramadan sepanjang tahun". Ini pertanda bahwa betapa banyak hal indah yang ada di dalam bulan berkah ini. Maka sebaik-baiknya mereka adalah mereka yang menikmati Ramadan dengan keistiqamahan.
 
Apa kiatnya?
 
Pertama, isi Ramadan dengan mengurangi tidur terutama sehabis Subuh dan Ashar dan memaksimalkan waktu dengan ibadah. Dalil yang mengatakan "tidurnya orang berpuasa adalah ibadah" adalah dalil yang lemah. Rasulullah senantiasa mengisi Ramadan dengan siangnya berperang dan malam berzikir. Tidak ada satupun riwayat yang pernah menyebutkan bahwa Rasulullah menghabiskan Ramadan dengan tidur.
 
Kedua, isi Ramadan dengan mulai berhati-hati dalam bersikap. Karena pada bulan ini Allah SWT. mengikat para Syaithan untuk menggoda manusia.
 
Muncul pertanyaan, jika Syaithan diikat, lalu kenapa ada manusia yang tetap berbuat jahat? Maka jawabannya adalah bukan Syaithan yang membuat ia jahat melainkan nafsunya. Tidak ada yang bisa mengikat nafsu manusia melainkan dirinya sendiri. Maka jika ingin melihat baik dan buruknya seseorang, lihatlah di dalam Bulan Ramadan. Karena ketika ia melakukan kejahatan, mutlak kejahatan itu adalah karena nafsunya dan bukan karena godaan Syaithan.
 
Ketiga, jadikan Ramadan menjadi ajang untuk mengevaluasi diri dari tahun ke tahun. Baik dalam ranah ibadah, peningkatan ilmu pengetahuan, peningkatan taraf hidup di dunia dan akhirat, peningkatan mutu diri dan yang semisalnya. Jadikan Ramadan menjadi satu ukuran dalam rangka memperbaiki adab dan akhlak. Karena Imam Nawawi pernah berkata "Terkadang Adab jauh lebih penting di banding Ilmu Pengetahuan". 
 
Mudah-mudahan Ramadan kali ini dapat menjadi peluang besar bagi kita untuk meluruskan adab dan memperbaiki akhlak. Insyaallah.
 
Semoga bermanfaat.
Wallahua'lam.
 


Berita Lainnya

Index
Galeri