JMGR: Pemerintah harus Cabut Izin Perusahaan HTI yang Arogan ke Masyarakat

JMGR: Pemerintah harus Cabut Izin Perusahaan HTI yang Arogan ke Masyarakat
Bentrokan antara masyarakat yang melakukan aksi damai dan security PT. SAU. (rilis)
PEKANBARU - Pada Kamis 18 Mei 2017, 250 orang warga Desa Teluk Binjai Kecamatan Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan menggelar aksi damai ke PT. Selaras Abadi Utama (SAU) yang berlokasi di Pos Security areal konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. SAU.
 
Aksi masyarakat yang menuntut penghentian sementara oprasional perusahaan hingga ada penyelesaian atas pengingkaran kesepakatan tentang kemitraan dan tanaman kehidupan tersebut berujung ricuh yang dimulai dari pihak security perusahaan yang mengunakan semprotan cairan kimia dan pentungan serta tameng untuk memukul mundur masyarakat. 6 orang masyarakat mengalami cedera mata akibat sempotan bahan kimia.
  
Merespon kejadian tersebut, Isnadi Esman, Sekretaris Jendral Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) dalam rilisnya yang diterima Riaurealita.com, Jumat (19/5/2017) menerangkan, JMGR mendukung aksi masyarakat Desa Teluk Binjai untuk menyuarakan hak mereka dan menuntut kewajiban perusahaan atas tanggung jawab perusahaan yang wajib di implementasikan sesuai dengan regulasi yang sudah di siapkan oleh pemerintah. 
 
 
Apalagi, katanya, sudah ada kesepakatan antara masyarakat dengan perusahaan. "Sangat arogan dan tidak beradab perusahaan yang menjawab suara masyarakat dengan tindakan arogan yang berakibat pada cedera fisik. Ini merupakan pelanggaran berat atas Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bisnis yang dijalankan perusahaan,” kecamnya.
 
Isnadi melanjutkan, pemerintah sudah menyiapkan P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Di dalam aturan sudah sangat jelas mengatur tentang tanaman kehidupan yang diperuntukkan kepada masyarakat terutama di areal yang berkonflik, tinggal bagaimana niat baik perusahaan dalam mematuhi aturan tersebut.
 
Kemudian, paparnya, di Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 tahun 2016 sudah sangat jelas mengatur bagaimana tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di dalam areal konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang harus juga memperhatikan sebaran penduduk, kearifan lokal, aspirasi masyarakat dan juga tinggi muka air di kanal yang juga berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan air..
 
“Semua itu sudah di atur. Perusahaan tinggal ikuti dan menerapkan. Jika itu dilaksanakan saya yakin konflik-konflik yang terjadi di Riau, seperti di Desa Teluk Binjai ini akan dapat diselesaikan," ungkapnya.
 
Perusahaan, kata Isnadi, jangan mau untungnya saja. Jangan hanya pandai meminta revisi atau menolak aturan pemerintah seperti PP. 57 yang akhir-akhir ini gencar dilakukan. Penting juga menghormati hukum yang ada dengan memberikan hak masyarakat, jaga ekosistem gambut, jangan malah memelihara konflik dan memanajemen konflik untuk keutungan bisnis. 
 
"Begitu juga Pemerintah Daerah (Pemda) yang harus mendorong penyelesaian konflik yang ada di daerahnya seperti Kabupaten Pelalawan ini," sarannya.
 
Dan yang paling penting, pintanya, Pemerintah Pusat dan Badan-Badan Negara juga harus berkerja keras untuk membantu masyarakat dalam menyelesaikan konflik. Penegakan regulasi yang sudah ada harus dikawal dan dipastikan berjalan. 
 
"Jika tidak maka pengangkangan oleh bisnis sector terhadap pemerintah akan terus berjalan sebagai mana pada rezim-rezim sebelum ini. Untuk perusahaan yang tidak patuh dan arogan pemerintah harus cabut izinya. Ambil alih oleh negara dan distribusikan untuk masyarakat dengan skema yang sudah ada,” pungkas Isnadi. (rilis)
 


Berita Lainnya

Index
Galeri