Sejak kepemimpinan H. Khairul Anwar, SH, kota ini terus berupaya mewujudkan Kota “Pengantin Berseri” yang “Sehat”. Kata tersebut akronim dari “Pelabuhan, Perdagangan, Tourism, Industri” yang “Sejahtera, Harmonis, Aman, Tenteram” di pantai timur sumatera.
Memang usaha tersebut hingga tahun 2015 ini sudah mulai terwujud. Lihat saja berbagai kapal dalam dan luar negeri bersandar di pelabuhan Dumai yang tentu saja terdapat kegiatan ekonomi di dalamnya. Dalam hal pariwisata, Pemerintah Kota Dumai selalu berupaya untuk mengembangkan potensi nya meskipun sudah diberbagai kesempatan Walikota Dumai menyebutkan bahwa Kota Dumai tidak memiliki pariwisata alam dan sudah seharusnya kita mengembangkan potensi pariwisata selain itu. Memang ada beberapa objek wisata yang sering dikunjungi masyarakat Dumai, tetapi hal itu tidak cukup untuk menarik wisatawan datang ke Kota Dumai.
Dari segi pembangunan infrastruktur, Pemerintah Kota Dumai bisa dibilang berhasil. Berbagai proyek pengerjaan jalan, jembatan dan drainase digesa penyelesaiannya hingga tahun ini untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Nah kali ini kami akan mengajak teman-teman untuk melihat salah satu objek wisata Kota Dumai yang sudah sejak lama dikelola oleh Darwis Mohd Saleh. Tempat ini bernama Bandar Bakau di Muara Sungai Dumai, dimana terdapat sedikitnya sebelas hektar wilayah konservasi mangrove. Berdasarkan hasil pendataan setidaknya terdapat 16 Jenis yang dikatergorikan sebagai mangrove sejati dari 8 family/ keluarga. Serta sejumlah 22 jenis mangrove ikutan/ asosiasi. Sedangkan berdasarkan total keberadaan hutan mangrove yang berada di pesisir Kota Dumai, terdapat 23 jenis mangrove sejati dan 22 jenis mangrove ikutan/ asosiasi. Jumlah ini merupakan setengah dari jenis mangrove sejati di Indonesia (47 jenis).
Lebih dari 12 tahun Pak Darwis mengelola tempat ini. Dengan perjuangan yang tidak sedikit, hingga hutan mangrove ini menjadi salah satu harta bagi Kota Dumai. Dengan fungsi mangrove yang bisa menahan abrasi, tentu saja wilayah konservasi ini merupakan jantung masyarakat Dumai. Bisa dibayangkan jika wilayah ini tidak ada, generasi berikutnya mungkin saja akan kesusahan mendapatkan air tawar karena air sumur pun sudah berubah menjadi asin.
Tidak sedikit pengunjung yang datang setiap harinya. Banyak kegiatan yang sengaja digelar di tempat ini karena memang Bandar Bakau memiliki Balai-balai yang bisa digunakan untuk yang ingin berkumpul disana.
Kalau dulu pengunjung hanya bisa melewati beberapa kayu panjang yang sengaja diletakkan agar kita bisa dengan mudah untuk menuju balai yang ada, kini berkat usaha Darwis dan perhatian Pemerintah Kota dan Provinsi, tahun lalu sudah diresmikan titian di pintu masuk menuju ke perpustakaan yang dibangun dengan menggunakan APBD Dumai. Saat ini titian kearah laut kembali dibangun dengan menggunakan APBD Provinsi Riau. Pembangunan titian ini agar pengunjung dapat dengan mudah berkeliling di lokasi ini.
Sebelum masuk ke Bandar Bakau, sedang dibangun “Rumah Masyarakat Dumai” yang dibangun dengan APBD Kota Dumai yang rencananya akan dibuat berhadapan. Pengelola Bandar Bakau atau Pecinta Alam Bahari pun kini sudah mulai membenahi fasilitas-fasilitas yang ada. Di depan pintu masuk nanti akan dibangun tempat penjualan oleh-oleh dari Bandar Bakau.
Jadi, bagi yang ingin ke Bandar Bakau, bisa langsung ke Jalan Nelayan Laut Ujung. Ingat, jangan merusak keindahan Bandar Bakau ya, buang sampah di tempat yang sudah disediakan pengelolanya.
Saat ini, ekowisata Bandar Bakau yang berlokasi di Jl. Nelayan Laut Ujung, Kelurahan Pangkalan Sesai, Kecamatan Dumai Barat, Kota Dumai iyu, ternyata mampu menarik ribuan penggunjung untuk singgah di kawasan yang memilki luas sekitar 31 hektar mencakup Muara atau Kuala Sungai Dumai. Hal itu dikemukakan Darwis Moh Saleh pengelola Bandar Bakau.
"Terhitung jumlah wisatawan yang datang menikmati Ekowisata Bandar bakau ini sekitar 20 Ribu penggunjung, mereka berasal dari Dumai dan luar daerah Dumai. Bahkan wisatawan asal thailand tertarik lakukan reset penelitian," kata Darwis.
Dalam penelitian itu mereka membutuhkan waktu dua tahun, lalu mereka pun membawa ular bakau ukuran besar ke sini, katanya lagi. Dari banyaknya kunjungan ke sini,kedepan tentu dibutuhkan pengembangan yang ekstra dari pemerintah Kota Dumai, mengingat dampak abrasi banyak mangrove yang akhirnya terjun kelaut.
"Perhatian yang diberi pemerintah untuk pengembangan Ekowisata bandar bakau memang sudah banyak,namun harus terus ditingkatkan lagi menimbang banyak yang musti dikembangkan," sebut dia.
Sebab, bandar bakau kerap dimanfaatkan mahasiswa luar Dumai melakukan penelitian dalam Studi kasus dalam proses belajar.
Berdasarkan informasi, Darwis Moh Saleh seorang masyarakat biasa yang memperjuangkan kawasan ini tetap hijau dengan HUTAN BAKAU yang lestari. Disebut perjuangan ini dikarenakan, dia dan teman-teman lainnya berusaha mempertahankan kawasan tersebut tetap menjadi Hutan Mangrove yang awalnya diperuntukkan bagi Areal Perluasan Pelabuhan Pelindo Dumai. Perjuangan ini berlangsung sejak 1998-1999 hingga saat ini.**