BNPB Bentuk Satgas Darat Tambahan Tangani Karhutla di Riau

BNPB Bentuk Satgas Darat Tambahan Tangani Karhutla di Riau

PEKANBARU - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, menyatakan bahwa pihaknya bersama TNI dan Polri telah menyepakati pembentukan Satuan Tugas (Satgas) darat tambahan untuk memperkuat penanganan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau.

Satgas ini akan diterjunkan di empat kabupaten/kota prioritas dan diperkuat oleh 100 personel TNI dari satuan tempur Batalyon 132 Salo, Kampar, serta tambahan 100 personel dari kepolisian di setiap kabupaten.

"Meski statusnya berada di bawah komando operasi (BKO) administrasi BNPB, namun secara teknis tetap di bawah kendali langsung komandan satuan masing-masing," ujar Suharyanto saat kunjungan kerja di Pekanbaru, Selasa (22/7/2025).

Menurut Suharyanto, personel akan ditempatkan sesuai kebutuhan di lokasi rawan Karhutla. BNPB juga akan melengkapi seluruh kebutuhan operasional Satgas, mulai dari pompa, alat pelindung diri (APD), sepeda motor trail, hingga kendaraan patroli.

Selain perlengkapan, BNPB turut menanggung biaya operasional setiap personel sebesar Rp165 ribu per hari.

Suharyanto menegaskan pentingnya patroli aktif, terutama setelah proses pemadaman selesai, guna mencegah terjadinya pembakaran ulang.

“Patroli darat efektif memberikan efek gentar kepada pelaku pembakaran. Kehadiran aparat di titik rawan akan membuat masyarakat berpikir dua kali. Selain itu, aparat bisa sekaligus memberikan edukasi soal bahaya Karhutla,” jelasnya.

Ia juga menyebut bahwa operasi darat adalah kunci utama dalam pengendalian Karhutla, meski bantuan udara dengan helikopter water bombing tetap dibutuhkan.

Namun, menurutnya, pemadaman dari udara kurang efektif jika api sudah meluas.

“Kalau kebakarannya sudah besar, penyiraman dari udara seperti menyiram rumah yang terbakar hebat dengan segayung air,” katanya.

Ia juga mengingatkan tingginya biaya operasi helikopter water bombing.

"Biaya operasional satu heli mencapai 11.000 dolar AS per jam, atau sekitar Rp165 juta. Semakin sering digunakan, biaya negara pun makin besar," papar Suharyanto.

Ia berharap kebakaran besar seperti tahun 2019 tidak terulang kembali.

“Kita masih ingat, saat itu jarak pandang di Pekanbaru hanya dua meter. Jangan sampai terulang lagi,” tutupnya.


Berita Lainnya

Index
Galeri