PELALAWAN - Setelah puluhan tahun mengalami perambahan, kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) resmi disita oleh negara. Langkah ini dilakukan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Penyitaan ditandai dengan pemasangan plang dan pemancangan penyegelan di Dusun Kelayang, Desa Lubuk Kembang Bungo, Kecamatan Ukui, pada Selasa (10/6/2025). TNTN seluas 81.793 hektare kini berada di bawah pengawasan dan pengamanan negara.
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Ketua Pelaksana Satgas PKH, Jampidsus Kejagung RI Dr. Febri Adriansyah, SH, MH, didampingi oleh Kabareskrim Polri Komjen Pol Drs. Wahyu Widada, M.Phil., dan Kasum TNI Letjen TNI Richard T.H. Tampubolon, SH, MM. Hadir pula Kejati Riau Akmal Abbas, Kapolda Riau Irjen Pol Hery Heriawan, Kepala Balai Besar KSDA Riau Supartono, Kepala Balai TN Tesso Nilo Heru Sutmantoro, serta jajaran terkait lainnya.

Wakil Dansatgas PKH, Brigjen Dodi Triwinarto, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi pemulihan fungsi TNTN sebagai kawasan konservasi. Ia menyebutkan, sebagian besar kawasan kini telah beralih fungsi menjadi kebun sawit dan permukiman.
“Negara tidak boleh kalah. Kami akan memeriksa oknum pejabat yang membiarkan perambahan ini terjadi. Warga yang sudah lama bermukim akan direlokasi secara mandiri dalam waktu tiga bulan, mulai 22 Mei hingga 22 Agustus,” tegas Dodi.
Untuk sementara, pemerintah memperbolehkan masyarakat memanen sawit yang telah berumur lebih dari lima tahun. Namun, penanaman baru, perluasan, dan pemeliharaan kebun dilarang. Kebun sawit yang ditanam dalam lima tahun terakhir akan ditertibkan dan diganti dengan tanaman hutan.
Kasum TNI Letjen Richard Tampubolon mengungkapkan, sejak ditetapkan sebagai taman nasional pada 2014, luas hutan TNTN menyusut drastis. Sekitar 50.000 hektare kini menjadi kebun sawit dan sekitar 600 hektare menjadi permukiman.
Ia juga menyoroti munculnya konflik antara manusia dan satwa, seperti gajah dan harimau, akibat rusaknya habitat.
“Jangan salahkan satwa. Kita yang merusak rumah mereka,” ujarnya.
Richard menambahkan, Satgas PKH akan bekerja sama dengan instansi terkait seperti ATR/BPN, Disdukcapil, Kementerian Kehutanan, dan aparat penegak hukum untuk menyelidiki legalitas lahan, sertifikat, dan data kependudukan di kawasan hutan.

Jampidsus Dr. Febri Adriansyah menegaskan bahwa pengembalian kawasan TNTN ke fungsi konservasi menjadi prioritas. Dari luas awal 81 ribu hektare, kini hanya tersisa sekitar 12 ribu hektare yang masih berfungsi sebagaimana mestinya.
“TNTN adalah kawasan konservasi hayati penting, habitat gajah dan kekayaan hayati Indonesia. Kita akan identifikasi kelompok masyarakat, telusuri aktor-aktor yang membawa mereka masuk, dan lakukan relokasi secara manusiawi,” ujarnya.
Febri menekankan bahwa Bupati Pelalawan dan jajaran forkopimda akan berperan aktif dalam proses relokasi dan penegakan hukum. Ia berharap masyarakat tidak kembali melakukan perambahan.
“Kawasan ini akan kami kembalikan ke fungsi aslinya. Proses pengamanan, edukasi, dan penegakan hukum akan terus dilakukan,” tandasnya.
Sebagai informasi, Satgas PKH terdiri dari unsur TNI, Polri, Kejaksaan, BPKP, BPN, Kementerian ESDM, Kemenkeu, BIG, dan Kementerian Lingkungan Hidup, serta lembaga terkait lainnya. Berdasarkan surat JAM Pidsus Nomor B-602/F/Fjp/02/2025, saat ini telah dibentuk 20 posko Kejati untuk mendukung koordinasi dan penindakan di lapangan.

