Cerpen Cikie Wahab

Usaha Menemukanmu

Usaha Menemukanmu
Ilustrasi.
NYATANYA aku tersesat beberapa waktu yang lalu sebelum bertemu denganmu. Mungkin dalam pemikiranmu yang cepat sekali dalam mengambil kesimpulan itu, aku adalah manusia menyebalkan dan kuno, tidak punya asal usul dan begitu mencurigakan bagimu. Tapi kau tidak mendengarkanku. Sudah kujelaskan berkali-kali mengenai kota tempat aku tinggal. Gudang berisi batang-batang tebu, pasar yang ada dua kali seminggu, rumah-rumah yang memiliki lantai batu dan juga lampu-lampu yang menyala saat malam tiba.
 
Aku juga pernah menonton pertunjukan di lapangan. Tepat di samping ladang tebu milik orang-orang tua. Mereka menyuarakan banyak hal dan mempertontonkan cerita lucu dari lain daerah. Aku mengalami itu semua dan aku berharap bisa menemukan seseorang yang menemaniku kelak di kota itu.
 
Maka dengan petunjuk yang kupercayai dari dalam diriku, aku menyusuri jalan-jalan berbeda dari biasanya, mengenal orang lain dan berbicara pada mereka. Aku pergi ke segala tempat, membaca apa saja yang bisa kujadikan bekal di perjalanan. Langkah ini jauh rasanya sebelum bertemu denganmu. Lelah menyergap diriku suatu hari hingga aku harus berhenti dan ragu melanjutkan perjalanan lagi. 
 
Aku akhirnya bertemu dengan Dania. ia membantuku mencari pekerjaan. Awalnya ia hanya menyuruhku untuk bersih-bersih dan lambat laun ia memintaku bekerja lebih giat pada malam hari. Dia  sepertinya tahu kalau aku tidak begitu berminat pada pekerjaannya dan dia memarahiku.
 
“Kau pikir dunia ini bisa semudah itu? Berapa tetes keringat yang harus orang lain lakukan untuk hidup mereka?”
 
“Aku tidak akan menghitung tetes keringat siapapun. Itu bodoh namanya. Kau biarkan saja aku pergi dari tempat ini.” Aku menggertak Dania balik. Sebenarnya itu juga luapan kebosananku menuruti kemauan dirinya. Setelah kucoba telepon di rumahnya berkali-kali, aku bahkan tidak terhubung sama sekali dengan siapapun selama itu.
 
“Ya sudah. Cari saja pekerjaan baru sana! Kau pikir kau itu siapa?”
 
“Berhenti bertanya. Aku tahu aku siapa.”
 
Dengan duit yang ia berikan hasil kerja kerasku selama itu, aku naik bis dan menetap di kota ini. Aku tidak kenal siapapun hingga aku bertemu denganmu. Ya kau. Yang saat pertama kali aku merasa yakin kalau kau itu adalah jodohku. 
 
Lalu setelah berbulan-bulan aku mendekatimu, kau bilang aku bukan siapa-siapa bagimu. Bukan orang baik dan menakutkan. Aku tidak punya gambaran itu sebelumnya dalam kepalaku. Kukira kau adalah perempuan dengan senyum paling menawan dan tidak membuat perkataan yang menyakitkan. 
 
Setidaknya sekarang ini kujelaskan duduk perkaranya padamu.
 
Pertama: saat aku menemuimu, aku tidak sedikitpun memiliki hubungan dengan siapapun dan aku frustasi karena itu. Saat melihatmu itulah aku pikir mimpi-mimpi yang selama ini akan jadi kenyataan.
 
Kedua: aku rasa kau juga suka padaku. Bukan karena mimpi atau perasaan saja tapi karena aku mendengar napasmu yang memanggil namaku saat kau biarkan aku menggenggam tanganmu.
 
Ketiga: kau selalu saja memotong ucapanku saat bicara tanpa mendengarkan lebih lanjut apa yang ingin kusampaikan kepadamu. Aku tidak suka seperti itu.
 
Hingga kemudian kau berkata padaku tentang apa yang kau pikirkan selama ini. Aku terenyuh dan kecewa. Betapa aku hidup dalam awang-awang selama ini. Aku menganggapmu belahan jiwaku dan kau pun menganggapku begitu, ah anggapan keliru.
 
***
 
“Kenapa kau lakukan itu? Jauh-jauh kukejar dirimu dan kau masih meragukanku?” tanyaku saat ia muncul di depan pintu. Ia batuk sebentar dan memandangku.
 
“Kau bertanya lagi seperti itu. Kau tidak bosan ya seperti itu. Perhatikan wajahmu di cermin. Bukankah banyak yang mesti kau lakukan sebelum menemuiku. Lagipula atas dasar apa aku harus menerimamu. Jangan-jangan….”
 
“Jangan-jangan apa?”
 
“Ah tidak. Harusnya kau belajar sesuatu. Kau kan pernah gagal bekerja bagaimana kalau kau bekerja untukku.” Selalu saja kau mahir untuk membuatku enggan marah. Aku memunculkan masalah bagimu bagaimana mungkin kau ingin menerimaku sebagai orang suruhanmu. Kau sama saja seperti Dania. hanya ingin mengambil keuntungan saja dariku.
 
Karena aku percaya pada perasaanku, aku mengambil langkah untuk pergi dari kota ini. Setidaknya ada yang menarik di luar sana ketimbang menghadapi dirimu yang terus saja tidak percaya padaku. Tentu akan ada yang lebih indah dan lebih menghargai usahaku seperti itu. Dan saat kuutarakan niatku ini kau malah marah dan menganggapku lari dari kenyataan hidup.
 
Aku tidak lagi mendengar perkataanmu. Aku sudah lelah mengikutimu, maka aku yakin dengan perjalananku selanjutnya tapi kau malah menangis saat kutinggalkan. Aku tidak mengerti mengapa perempuan itu begitu rumit. Kalian cepat sekali berubah. Kau bilag ingin ikut denganku ke kota asalku. Bertemu orang tuaku dan menikah denganku.  Jebakan apa ini, pikirku. Dalam waktu dua hari saja kau bisa berubah, bagaimana kalau kau hidup denganku ratusan hari. Tapi karena rasa suka yang mendalam aku menurutimu dan kau ikut denganku.
 
“Kau sudah selesai cerita?” tanyamu menghentikan aku yang bicara menjelaskan keadaan kita selama ini. “Aku bosan mendengarnya. Sebaiknya kau tidur lebih cepat. Aku akan menutup jendela. Besok kau harus bekerja pagi-pagi sekali. Akan kubuatkan bekal sesuai keinginanmu. Tidurlah sayang.”
 
Nah kau terus saja memotong ucapanku. Tapi tidak apa-apa karena kau tetap bersamaku meski kau mudah bosan seperti ucapanmu itu. Rasanya tidak penting lagi untuk menceritakan apapun tentang dirimu pada orang lain. Karena mungkin saja orang yang mendengarnya akan jatuh hati padamu dan membawamu pergi dariku. ***
 
Pekanbaru. Mei 2016
 
 
Cikie Wahab. Aktif di Komunitas Paragraf.
 


Berita Lainnya

Index
Galeri