Geruduk Kantor DPRD Rohul, Warga 5 Desa Ngotot Tak Mau Masuk Kampar

Geruduk Kantor DPRD Rohul, Warga 5 Desa Ngotot Tak Mau Masuk Kampar
Ratusan warga dari lima desa di Kecamatan Kunto Darussalam dan Pagarantapah Darussalam hearing denga
PASIR PANGARAIAN - Ratusan warga dari lima desa di Kecamatan Kunto Darussalam dan Pagarantapah Darussalam, yakni warga Desa Intan Jaya, Muara Intan, Rimba Jaya, Rimbo Makmur dan Tanah Datar, geruduk kantor DPRD Kabupaten Rokan Hulu (Rohul).
 
Dalam aksinya, warga lima desa mendesak Pemkab Rohul dan Pemprov Riau segera menyelesaikan tapal batas antara Kabupaten Rohul dan Kabupaten Kampar.
 
Menurut warga, sekira 95 persen aktivitas di lima desa masih didukung penuh oleh Pemkab Rohul, seperti petugas kesehatan dan guru. Dari itu mereka mengakui masih warga sebagai Rohul, bukan warga Kampar.
 
"Bagi kami Rokan Hulu itu harga mati," tegas orator dalam aksinya di kantor DPRD Rohul, Senin (23/5/2016).
 
Sementara itu, DPRD Rohul menyarankan Warga Lima Desa Bikin Laporan Tertulis. Dewan meminta warga untuk membuat laporan tertulis jika tetap ingin masuk wilayah Rohul.
 
Hal ini diungkapkan Pada hearing dengan anggota DPRD Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Senin (23/5/16), warga lima desa menyampaikan berbagai permasalahan dialami pasca wilayahnya diputuskan daerah mereka masuk ke wilayah administrasi Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
 
Pada hearing itu, Koordinator Lapangan aksi warga lima desa, Limson Gultom, mengatakan selain masalah kesehatan, dan pendidikan yang kurang diperhatikan oleh Pemkab Kampar, situasi di lima desa tidak kondusif. Polisi Kampar dan polisi Rohul tak pernah lagi menginjakan kaki ke daerah ini.
 
"Kriminal di lima desa meresahkan. Polisi dari Kampar tidak pernah menginjakan kaki di sana, sementara dari Polsek Kunto Darussalam juga tidak pernah kesana. Ini memang kriminal tingkat desa, namun kalau dibiarkan bisa kriminal tingkat nasional," tegas Limson.
 
Limson juga sempat pertanyakan legalitas e-KTP dan KK berbasis NIK yang sudah diurus oleh warga lima, yakni warga Desa Intan Jaya, Muara Intan, Rimba Jaya, Rimbo Makmur, dan Tanah Datar, ke Disdukcapil Rohul, apakah administrasi kependudukan yang mereka punya sekarang legal atau ilegal.
 
Begitu juga, masalah Posyandu bagi bayi dan ibu hamil di daerah ini terabaikan. Selama ini petugas kesehatan dari Rohul yang melayani warga lima desa, namun dengan beralihnya pelayanan kesehatan, tidak sedikit masyarakat tidak terlayani lagi kesehatannya.
 
Limson juga mengakui respon Pemkab Rohul dalam menyelesaikan tapal batas masih lamban. Dari itulah, ratusan warga lima desa menyampaikan aspirasinya dan mendesak pemerintahan baru meresponnya.
 
"Kami mengharapkan respon dari Pemda, apalagi pemerintahan sekarang pemerintah baru. Ini yang kami inginkan saat ini," tegas Limson.
 
Menanggapi keluhan warga lima desa saat dengar pendapat itu, Ketua DPRD Rohul Kelmi Amri SH menyarankan warga membuat laporan tertulis berisikan fakta-fakta terjadi di lima desa, pasca mengambangnya putusan pemerintah.
 
Kelmi mengakui masalah tapal batas antara Kabupaten Kampar dan Kabupaten Rohul sebenarnya sudah ditindaklanjuti oleh DPRD Rohul, dan masalah perbatasan dua kabupaten ini tengah ditangani pihak Kemendagri.
 
"Kami dari DPRD (Rohul) sudah berupaya memperjuangkan bagaimana nasib masyarakat lima desa," sampai Kelmi saat hearing.
 
Kelmi mengatakan laporan tertulis harus dibuat segera mungkin, sehingga surat disampaikan ke Pemprov Riau dan Kemendagri, bagaimana kondisi warga lima desa saat ini. Apalagi mereka punya keinginan kuat tetap menjadi warga Kabupaten Rohul.
 
"Kami minta laporan tertulis dilengkapi fakta-fakta akibat putusan mengambang ini sehingga kami segera berkoordinasi dengan Pemprov Riau dan pemerintah," ujar Kelmi dan meminta laporan tertulis segera disampaikan ke Sekretariat DPRD Rohul dalam beberapa hari ke depan, termasuk dokumen tentang lima desa.
 
Ketua Komisi 1 DPRD Rohul, Baihaqi Adduha, juga mengakui komisinya sudah menyusun lima agenda yang akan dibahas tahun ini. Dan masalah tapal batas Kampar dan Rohul menjadi agenda prioritas pihaknya.
 
"Ini menjadi kerja prioritas kami untuk memperjuangkan dengan giat ke depan. Kami siap melakukan itu, bila perlu berkoordinasi dengan Kemendagri," jelas Baihaqi.
 
Anggota Komisi 1 DPRD Rohul dari Dapil III, Zulfahmi, juga mengakui warga lima desa juga dirugikan pada Pilkada 2015 lalu. Pasalnya, sekira 6.000 suara di lima desa tidak ikut menyalurkan hak pilihnya di pesta demokrasi tahun lalu.
 
"Saat ini mereka terombang-ambing dan terjadi gesekan. Namun warga sudah cukup bersabar, sehingga tidak terjadi gesekan fisik," ungkap Zulfahmi. "Mari kita bersama-sama mendorong masalah tapal batas di lima desa ini segera diselesaikan oleh Kemendagri.".
 
Zulfahmi mengatakan kalau warga lima desa ingin tetap jadi warga Rohul, pemerintah pusat tidak bisa memaksakan warga menjadi warga Kampar.
 
Bukan itu saja, menurutnya, masalah anggaran Pemkab Rohul juga sudah dirugikan, karena banyak aset Rohul di lima desa.
 
"Kita tak mau aset kita diambil orang lain," tegas Zulfahmi dan mengajak seluruh pihak bersama-sama dalam perjuangkan masalah lima desa ini agar warga tidak dikucilkan seperti saat ini.
 
Sementara itu, anggota Komisi 1 DPRD Rohul dari Partai NasDem, Alpasirin, mengatakan bila 95 persen warga lima desa punya KTP dari Rohul, pemerintah pusat tak berkompeten memasukan lima desa ini ke wilayah administrasi Kampar.
 
"Ini bukan masalah hari ini saja. Ini masalah sudah terjadi bertahun-tahun lalu. Ini masalah kedaulatan masyarakat lima desa. Gubernur (Riau) juga harus melihat kondisi masyarakat lima desa sekarang," harap Alpasirin dan meminta Pemkab Rohul juga ikut perjuangkan regulasi lima desa ke pemerintah pusat.
 
Alpasirin mengatakan harus ada aksi dan upaya sistematis dari DPRD Rohul. Bila perlu, anggota DPRD Rohul ikut demo bersama seluruh warga lima desa ke kantor Gubernur Riau atau Kantor DPRD Riau. "Kalau diajak demo, kapan saja saya siap," tegas Alpasirin. (can/rtd/rtc)
 


Berita Lainnya

Index
Galeri